"Sekarang coba lo kerjakan yang ini" Agib memberikan buku yang sudah ia tuliskan sederet angka berupa soal untuk Masya Kerjakan
Masya mulai sibuk mengerjakan soal itu sambil mengingat-ingat materi yang telah Agib jelaskan tadi.
Agib bersidekap di depannya memperhatikan Masya yang tengah serius. Tersemat senyum kecil di bibirnya melihat ekspresi wajah Masya yang terlihat menggemaskan, kerutan halus jelas terlihat di dahinya menandakan jika Masya tengah berfikir keras.
Sudah dua hari ini mereka belajar bersama. Sepulang sekolah mereka tidak langsung pulang melainkan pergi ke perpustakaan untuk belajar di sana.
Hal ini terjadi karena Agib yang tiba-tiba saja menunggunya di depan kelas dan membawanya ke perpustakaan dua hari yang lalu.
Suasana perpus yang sepi karna memang kebanyakan anak-anak memilih pulang ke rumah masing-masing membuat Agib lebih leluasa mengajari Masya, di sana Agib juga bisa meminjam buku yang mungkin di perlukan untuk mendukung acara belajar mereka.
Mengajari Masya bukanlah hal yang sulit, karna Masya tidak sebodoh itu untuk mengerti materi yang Agib jelaskan, yang menjadi masalah di sini ialah Masya yang terlalu malas untuk menghitung juga konsentrasi Masya yang mudah sekali teralihkan.
Bagaimana bisa konsentrasi jika setelah Agib menjelaskan Agib selalu menatap Masya dan tersenyum kearahnya, segala macam penjelasan yang tadinya sudah Masya pahami menguap entah kemana jadilah Agib harus menjelaskan dua sampai tiga kali barulah Masya mengerti, kalau sudah begini cobaan atau berkah namanya.
Agib membaca buku sambil menunggu Masya menyelesaikan soal yang ia berikan, sesekali melihat Masya untuk memastikan apakah Masya sudah selasai apa belum.
Melihat rambut Masya yang terjulur ke depan dan menganggu konsentrasinya Agib memberanikan diri menyelipkan rambut Masya ke belakang telinganya dan menyematkan jepit rambut kecil di rambutnya. Jepit yang memang sengaja ia beli untuk Masya namun baru sekarang berani ia berikan.
Agib tau bahwa Masya suka sekali menulis dan makan dengan menunduk hingga jarak buku ataupun makanan sangat dekat dengan wajahnya, Agib tak habis pikir apakah Masya bisa melihat tulisan dengan jarak yang cukup dekat, atau apakah matanya tak sakit jika terus dibiarkan seperti itu.
Agib tersenyum puas melihat hasil perbuatannya sedangkan Masya jangan ditanya betapa gugupnya dia, saat ini badannya sudah cukup panas dingin dengan debaran jantung yang makin menggila.
Masya menatap Agib sekilas dengan tampang kagetnya, namun sedetik kemudian Masya kembali menunduk untuk kembali menekuri soal yang belum selesai ia jawab.
Jika dengan melihat senyum Agib Masya lupa dengan semua penjelasan yang telah Agib paparkan maka dengan perlakuan Agib barusan malah semakin membuat Masya lupa akan daratan.
Jadi kesimpulannya belajar dengan Agib bukan membuatnya makin pintar malah makin gak karuan.
Jadi Masya harus bagainana?
***
Rara dan Meyra duduk di kantin sekolah memakan bakso dan siomay pesanannya, Masya tidak ikut karna dia sedang menyelesaikan tugas yang Agib berikan padanya.
"Masya mana?" Tanya Alfa yang langsung duduk di sebelah Meyra dan meletakkan mangkok baksonya.
Melihat Alfa yang ikut bergabung dengan mejanya Rara jadi senang bukan kepalang, matanya berbinar dan berkedib seolah tak percaya.
"Masya di kelas jadi anak rajin dia sekarang" jawab Meyra cuek tapi tetap kalem.
Agib mangut-mangut dan segera berdiri berniat menghampiri Masya di kelasnya
"Eh mau kemana?" tanya Rara panik dan tanpa sadar ia sudah menahan lengan Alfa yang sedang membawa mangkuk baksonya.
Alfa melirik tangan Rara yang masih tak ingin melepaskannya, Rara mengikuti arah pandang Alfa pada lengannya dan Rara yang baru sadarpun melepaskan lengan Alfa dengan kikuk, sekarang Rara merasa ketar ketir di tempatnya.
Meyra, dia masih menikmati siomaynya tanpa merasa terganggu dengan adegan drama di depannya.
Alfa sudah akan melangkah lagi sebelum suara Rara menghentikannya.
"Kenapa gak jadi makan di sini?" Rara memberanikan diri membalas tatapan Alfa
Alfa tak menjawab dan langsung meneruskan langkahnya ke kelas Masya.
Rara membuang nafasnya kasar, mati-matian dia mencari perhatian Alfa namun sedikitpun Alfa tak pernah meliriknya. Rara sudah mengumpulkan segenap keberanian dan rasa malunya namun tetap saja tak menghasilkan apa-apa.
Namun Rara tak akan pernah menyerah sebelum Alfa bertekuk lutut di kakinya dan menjadikannya wanita satu-satunya.
***
"Makan" Alfa menyodorkan bakso yang tadi di bawanya.
Masya masih serius menekuri soal matematika yang Agib beri padanya. Masya harus segera menyelesaikan soal ini sebelum pulang sekolah karena sepulang sekolah nanti adalah waktunya Masya belajar bersama Agib dan pastilah Agib akan menagih hasil kerja Masya terhadap soal yang ia berikan.
"Makan dulu Sya" suru Alfa lagi
Melihat tidak ada tanda-tanda Masya akan menuruti perintahnya tanpa pikir panjang Alfa langsung merebut pensil di tangan Masya.
Masya mencoba sabar dengan perbuatan Alfa, ia mencoba merebut pensilnya kembali namun Alfa lansung menyembunyikannya di saku celananya.
Masya bernafas pasrah, ia sudah lelah mengerjakan soal matematika yang penuh dengan angka, sekarang Alfa malah membuatnya pusing karna terus saja memaksanya, padahal masih ada satu soal yang belum sempat ia kerjakan.
"Makan dulu, lo bisa ngerjain tu soal lagi kalo udah selesai"
Masya mulai menyuapkan bakso ke mulutnya tanpa protes lagi, sebenarnya Masya memang lapar karna tadi pagi ia hanya sempat meminum susu coklat tanpa memakan sarapannya.
Masya sibuk dengan makannya sementara Alfa sibuk dengan handphonenya meski sesekali ia sempat melirik Masya yang terlihat menggemaskan saat mulutnya penuh dengan bakso.
"Makasih Al" ucap Masya setelah terjadi keheningan cukup lama. Masya juga telah menghabiskan baksonya hanya menyisahkan sedikit kuah.
"Oke sama-sama, udah mau bel gue balik dulu"
Alfa segera beranjak meninggalkan Masya dengan mangkuk bakso kosong di tangannya.
***
Agib berjalan di depan kelas dengan membawa susu coklat di tangannya, tanpa di duga ia melihat Meyra yang sepertinya berjalan ke arahnya.
Agib menghampiri Meyra dan berniat menitipkan sesuatu padanya"Ra, gue boleh titip ini" Agib memperlihatkan susu coklat kemasan di tangannya.
Meyra mengangguk dan menerima susu coklat tersebut.
"Makasih, tolong lo kasih ke Masya"
Meyra hanya mengangguk singkat dan cepat-cepat meninggalkan Agib.
Bagaimanapun juga Meyra tetaplah perempuan yang juga mengagumi Agib walau dalam konteks yang berbeda dengan Masya. Tapi pesona Agib memang tidak bisa di tolak, Agib selalu bisa membuat orang lain ingin terus menatap dan memperhatikannya.
***
Happy Reading....
Terimakasih buat yang mau menyempatkan membaca cerita ini
Sorry kalo masih banyak Typo betebaran
.
.
.
.
#Rose
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love (On Hold)
Teen FictionMasih seputar cerita cinta di SMA Masya cewek cantik dengan pipi cubby dan lesung pipi di pipi kirinya mengagumi Agib cowok tampan dengan senyum menawannya dan segudang prestasi miliknya Apakah perasaan Masya akan naik level menjadi rasa cinta atau...