Masya berjalan mengendap-ngendap, menoleh kanan kiri kemudian membuka pintu Lab dengan penuh kehati-hatian, entah kenapa kali ini Masya memilih kabur ke Lab dari pada mengikuti kelas bu Yayuk.
"Huff, hampir saja" desah Masya lega, masih di depan pintu
Masya membalikan badannya berniat untuk duduk di salah satu kursi Lab, namun betapa terkejutnya ia saat menyadari dia tidak seorang diri di ruangan itu, ada seseorang yang masih asik memperhatikan mikroskop di depannya dan sesekali mencatat apa yang ia lihat pada buku yang tergeletak di sampingya tanpa merasa terganggu dengan kehadiran Masya.
Masya berjalan pelan menghampiri orang itu yang tak lain adalah Agib. Duduk dengan hati-hati di sampingnya karena tak ingin menganggu meski Masya juga penasaran dengan apa yang tengah Agib lakukan.
Agib menoleh sebentar ke arah Masya kemudian melanjutkan lagi kegiatan pengamatannya
"Lo gak masuk kelas?"
Di tanya seperti itu Masya jadi gelagapan "Eh ii-tu gue habis dari kamar mandi, lo sendiri kenapa gak masuk kelas?" tanya Masya balik, ia tak ingin ketahuan kabur dari kelas bu Yayuk.
"Masih kenyang sama ceramahnya Pak Dadang"
Pak Dadang adalah guru Bahasa indonesia di kelas Agib yang kalau menjelaskan kebanyakan hanya ceramah, penjelasan yang di berikan juga tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah ada di buku, hal itu membuat siswa jadi malas untuk belajar.
Sebenarnya Agib tak sepenuhnya jujur dengan jawabannya karena sebelumnya Agib sudah meminta izin pada Pak Dadang. Agib hanya ingin lebih mengenal Masya dan Masya bisa lebih terbuka dengannya, karena Agib merasa Masya masih terlihat canggung saat berhadapan dengannya.
Mendengar jawaban Agib Masya tersenyum sekaligus tak percaya, cowok pintar sekaligus siswa teladan di sampingnya ini ternyata bisa juga bolos dari pelajaran.
"Ternyata lo bisa juga ya bolos, gue kira anak pinter kaya lo bakal taat banget sama peraturan, sebenernya gue juga kabur dari kelas Bu Yayuk. Sumpah gue bener-bener gak faham sama apa yang Bu Yayuk jelasin. Musti banget gitu ya ada mata pelajaran Kimia, kan susah.
Agib sudah sepenuhnya menghadap ke arah Masya, tangannya bersedekap di depan dada dan matanya terus memperhatikan Masya yang tak juga berhenti bicara, ia mengamati bibir dan pipi cubby Masya yang bergerak-gerak lucu saat ia bercerita.
"Gue kadang mikir kenapa dulu gue bisa milih jurusan IPA padahal gue lemah banget masalah itung-itungan." lanjut Masya semangat melanjutkan ceritanya tanpa sadar diperhatikan oleh Agib
Masya yang baru sadar bahwa Agib memandangnya dari tadi langsung menghentikan ocehannya dan menunduk malu, suasanya yang awalnya cair oleh cerita Masya mendadak hening seketika.
"Gue baru tau kalau lo ternyata cerewet" Agib menyodorkan susu coklat kemasan ke depan Masya "Minum dulu, lo pasti haus, gue tadi nitip Bagus susu putih eh di beliin susu coklat, gue gak suka coklat jadi buat lo aja"
Masya diam, ia melirik Agib lewat ekor matanya yang Agib balas dengan menunjuk susu di hadapan Masya dengan dagunya memberi isyarat agar Masya segera meminumnya. Meski masih malu-malu tapi Masya akhirnya menerima susu itu dan meminumya sedikit "Makasih"
Suasana hening kembali, Agib melanjutkan kegiatan pengamatannya sementara Masya masih diam membisu tak berkutik di sampingnya
"Sya, lo mau kan jadi temen gue?" ucap Agib memecah kesunyian.
"Maksudnya?" tanya Masya binggung. Bukannya mereka memang teman ya.
"Ya kita temen, bisa ngobrol santai gak perlu kaku kayak gini"
Masya mendengarkan Agib melanjutkan kata-katanya. Ia sadar Agib selalu membatasi dirinya dari orang-orang di sekitarnya, meskipun Agib ramah dan baik pada semua orang namun Agib tak pernah terlibat terlalu jauh dengan mereka Agib hanya memenuhi kewajibannya sebagai sesama manusia untuk saling membantu tak pernah lebih dari itu.
Jika sekarang Agib sendiri yang memintanya menjadi teman bolehkah Masya berbangga diri? Masya terlalu senang memikirkan fakta jika baru saja Agib memintanya menjadi teman hingga ia tak sadar Agib masih menunggu jawabannya.
"Eeem, bukannya kita emang temen ya?" tanya Masya hati-hati ia tak berani melihat mata Agib langsung hanya melirik sekilas lewat ekor matanya.
"Jadi sekarang kita temen" seru Agib tanpa repot menjawab pertanyaan Masya, Agib tau Masya memang temannya tapi Agib ingin bisa menjadi teman Masya yang memang bisa di sebut "teman" bukan hanya tau orangnya dan sekedar saling sapa.
Agib tak tau kenapa ia bisa bersikap seperti itu mengajak orang lain menjadi temannya. Padahal selama ini Agib sebisa mungkin tak terlibat terlalu jauh dengan orang lain apalagi cewek.
Tapi Masya berbeda, entah kenapa setiap Agib melihat Masya ia jadi selalu ingin tertawa dan geregetan dengan tingkah Masya yang terkadang suka malu-malu dan salah tingkah.
Masya terlihat senang walau sebisa mungkin ia tahan untuk tidak menjerit histeris saat itu juga, mungkin setelah ini ia akan lari kemar mandi dan menjerit di sana. Sumpah demi apa, mimpi apa ia semalam hingga sekarang Agib ingin menjadi temannya. Huh masih jadi teman saja Masya sudah seneng apalagi jadi pacar bisa kejang-kejang Masya sangking senangnya.
"Gib kalo gitu gue dulan ya udah bel". Masya berdiri dengan kikuk berjalan perlahan menuju pintu. Masih lima langkah lagi mencapai pintu masya membalikan badan melihat Agib yang juga tengah melihatnya dengan senyum manis. Masya menunduk malu dan dengan cepat menuju pintu.
***
Sepi, hal yang Agib rasakan saat Masya melewati pintu LAB dan pergi meninggalkannya.
Ia tak menyangka akan menawarkan hal yang tak pernah ia fikirkan sebelumnya.
Agib tak menyesal melakukannya karena hal itu yang memang ia inginkan . Agib ingin menjadi teman Masya dan bisa lebih mengenalnya.
Sebelumnya Agib tak pernah mengenal sosok Masya, ia hanya sebatas tau nama Masya karena sempat beberapa kali melihat Masya di kantin dengan kedua temannya, atau sesekali Agib melihat Masya menonton anak basket latihan sepulang sekolah.
Hingga kejadian beberapa waktu lalu di depan kelas Agib yang membuat keduanya saling mengenal dan menyapa.
Mungkin di awal pertemuan mereka Agib sedikit merasa Masya aneh, Masya yang tiba-tiba melamun atau bicara dengan terbata-bata dan juga sering menundukan kepalanya saat Agib mulai menatapnya.
Namun setelah mulai mengenalnya Agib jadi tau jika Masya hanya merasa malu dan salah tingkah terlihat dari pipi cubbynya yang memerah membuat Agib gemas ingin mencubitnya.
Entah perasaan apa yang kini Agib rasakan hingga ia bisa mengucapkan pertanyaan itu begitu mudahnya, yang jelas ia merasa senang melihat setiap perubahan ekspresi Masya. Saat ia tersenyum, gugup, cemas juga saat Masya terlihat malu-malu, dan Agib Masih ingin melihat ekspresi dan tingkah laku Masya yang lain dengan lebih mengenalnya, meskipun hanya dengan duduk berdua membicarakan banyak hal tanpa rasa canggung di antara keduanya.
***
Udah mentok cukup segini aja....
Sorry for typoHappy reading.....
#Rose
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love (On Hold)
Teen FictionMasih seputar cerita cinta di SMA Masya cewek cantik dengan pipi cubby dan lesung pipi di pipi kirinya mengagumi Agib cowok tampan dengan senyum menawannya dan segudang prestasi miliknya Apakah perasaan Masya akan naik level menjadi rasa cinta atau...