Masya menyusuri koridor sekolah yang sudah lumayan sepi karna kebanyakan siswa sudah pulang sejak bel terakhir tadi. Masya baru akan pulang menjelang matahari kembali keperaduannya karena tadi ada rapat mingguan dengan ekskul teater yang diikutinya.
Menghela nafas lelah, musim hujan sering kali membuat cuaca tak menentu, padahal tadi siang masih terasa panas matahari menyentuh kulitnya, namun sore ini hujan kembali menyapa membuat Masya harus berdiri di depan kelas X yang berada di lantai bawah menunggu hujan reda.
Menunggu adalah hal yang membosankan, apalagi Masya tak tahu kapan hujan akan reda karna langit sangat gelap dan beberapa kali terdengar guntur bergemuruh, meski tak terlalu keras namun mampu membuat bulu kuduk Masya meremang karna takut.
Masya takut, bukan karena ia memiliki trauma dengan petir dan kilat tapi seperti kebanyakan orang Masya takut disambar petir apalagi suasana sekolah yang sepi semakin menambah ketakutannya karena jika dirinya benar-benar disambar petir tak ada yang akan menolongnya.
Teman-teman teater Masya sudah pulang saat ia harus menyambangi kamar mandi tadi karna sudah tak tahan menahan hasrat ingin vivisnya semenjak pertengahan rapat, jadilah Masya langsung berlari tepat saat rapat di tutup.
Ditengah rasa takutnya Masya tersenyum tipis mengingat kejadian beberapa hari yang lalu di halte, ia tak harus menunggu hujan sendiri karena ada Agib yang menemani.
Ketika pikirannya yang sudah melalang buana Masya melihat laki-laki dengan ransel hitam di punggungnya berjalan mendekat kearahnya dengan menenteng payung bermotif polkadot pink ditangan kananya.
"Belum pulang?" tanyanya saat berada di sebelah Masya
"Belum, tadi tabis rapat sama anak-anak teater"
"Ikut teater?" tanyanya lagi seolah tak percaya Masya yang suka malu-malu di dekatnya itu mengikuti ekskul teater.
Masya tersenyum malu dan menundukkan kepalanya menyembunyikan lesung pipi dan semburat merah yang kini menghiasi pipi cubbynya.
"Gue jadi pengen liat lo main drama"gumam Agib lirih
Mendengar gumaman dari sampingnya Masya mendongak menatap Agib ingin memastikan perkataan laki-laki tersebut
"Apa?""Ah lupain aja, yuk gue anter ke depan nyari taksi" Agib membuka payung tersebut meminta Masya mengikutinya dengan kedikan kepalanya kearah depan.
Masya melongo menatap Agib dengan mulut setengah terbuka membentuk huruf O, baginya sikap Agib yang seperti ini terlalu mendadak, Masya belum menyiapkan hatinya untuk menerima perlakuan Agib ini, saat ini saja jantungnya sudah berdetak semakin kencang dan ia tidak bisa menyembunyikan kegugupannya lagi.
Melihat Masya yang masih diam Agib menarik tangan Masya pelan untuk ikut berteduh di bawah payung yang masih Agib gengam, menaunginya dari derasnya hujan. Guntur sudah tak terdengar namun masih ada kilat yang terkadang muncul membentuk gambar seperti akar di langit dengan cahaya yang menyertainya.
Mereka berjalan di bawah payung yang sama, diantara rintikan hujan yang masih tak kunjung reda. Air hujan menetes perlahan melewati lekukan payung dan membasahi bahu Masya yang tak tergapai payung. Melihat hal itu Agib memiringkan payung kearah Masya membiarkan bahu dan rambutnyalah yang basah.
Menyadari hal itu Masya makin gugup, ingin rasanya ia memiringkan payung itu lagi namun ia tak berani melakukan hal itu.
Jadi yang bisa Masya lakukan ialah bergeser lebih mendekat kearah Agib agar Agib juga tak sampai terkena tetesan hujan walau Sedari tadi Masya sudah kualahan menenangkan debar jantungnya dan kegugupannya.
Sepertinya derasnya hujan tak mampu meredam suara debaran jantung Masya, hingga ia takut mungkin saja Agib bisa mendengarnya. Sesekali Masya melirik Agib yang terus fokus memperhatikan jalan mencarikan Masya taksi.
Setelah menunggu hampir setengah jam akhirnya ada juga taksi kosong yang bisa Masya naiki.
"Sya, pengangin bentar" pinta Agib sebelum Masya masuk kedalam taksi. menyerahkan payung itu ketangan Masya.
Masya mengambil payung di tangan Agib tanpa banyak bicara entah kemana perginya Masya yang biasanya cerewet, yang ada Masya kini menjadi begitu pendiam dan penurut.
Agib melepaskan jaket yang tadi ia kenakan dan memakaikannya pada Masya persis seperti beberapa hari yang lalu di halte, bedanya jaket yang kini ada di tubuh Masya ialah jaket denim biru, jaket yang memang sering Agib pakai ke sekolah.
"Maaf gue gak bisa nganter lo pulang karna gue bawa motor dan gak bawa jas hujan"
Agib mengambil payung di tangan Masya dan membukakan pintu taksi untuknya "Udah magrib, mending lo pulang. Hati-hati" Agib mengusap rambut Masya pelan dengan senyum yang begitu meneduhkan. Menuntun Masya untuk masuk ke dalam taksi
Masya menganguk namun Masya masih bergeming di tempatnya melepaskan jaket Agib yang ia kenakan dan mengenakannya kembali pada Agib. Meski agak susah karena tinggi Masya hanya sebahu Agib namun Masya berhasil memasangkannya.
Masya menunduk malu karena ia tak menyangka dirinya begitu berani melakukan hal tadi, tangan Masya sedikit bergetar saat tak sengaja bersentuhan dengan kulit leher Agib "Masih hujan dan lo gak bawa jas hujan jadi lebih baik lo yang pakek jaket itu"
"Mending lo aja yang pakek nanti lo bisa kedinginan, gue gak papa" Agib sudah akan melepas jaket di tubuhnya namun gerakannya berhenti saat masya mengeleng-gelengkan kepalanya tegas.
"Gue gak mau gara-gara nolongin gue malah lo yang sakit nantinya" cicit Masya
Agib menghembuskan nafas pasrah. Baiklah ia tak akan memaksa Masya jika itu maunya.
Masya tersenyum cerah menerbitkan lesung pipi yang begitu menggemaskan"Ya udah gue pulang dulu" pamit Masya kikuk. Masya duduk di dalam taksi dan bersiap menutup pintunya.
"Sya"
"Hem" Masya membuka lagi pintu taksi mendongak untuk menatap wajah tampan Agib dengan rambut yang setengah basah. Menunggu Agib bicara
Agib melipat payung ditangannya lalu menyerahkan payung tadi ke tangan Masya"buat lo, buat jaga-jaga kalo hujan"
Masya menerimanya walau agak ragu"Thanks" Ucap Masya tulus
Agib menganguk dan tersenyum lagi. Menutup pintu taksi kemudian berlari menerjang hujan yang masih turun walau tak sederas tadi. Menuju ke sekolah untuk mengambil motornya.
Masya masih memperhatikan Agib seiring jalan bereka yang saling menjauh. Masya memegang dada kirinya merasakan degupan jantungnya yang belum normal sambil melihat payung yang tergeletak disampingnya.
Senyum mulai tercetak di pipi cubbynya memamerkan lesung pipi dengan binar ceria di wajahnya.
Masya tak habis pikir kenapa Agib tak membawa jas hujan malah membawa payung padahal ia memakai motor.***
Partnya pendek-pendek
Makin kesini makin binggung ni cerita mau di bawa kemana
Semoga masih ada yang mau ngikuti ceritanyaThanks yang udah nyempetin baca dan ninggalin jejak
Sorry klo masih banyak typo dan feelnya kurang ngena
Happy Reading.....
#ROSE
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love (On Hold)
Teen FictionMasih seputar cerita cinta di SMA Masya cewek cantik dengan pipi cubby dan lesung pipi di pipi kirinya mengagumi Agib cowok tampan dengan senyum menawannya dan segudang prestasi miliknya Apakah perasaan Masya akan naik level menjadi rasa cinta atau...