DUABELAS

40 6 0
                                    

Ternyata disini ada taman yang sama mewahnya dengan rumah sakit disini.

Dengan gerakan cepat aku berjalan menuju taman tersebut.

Aku memilih duduk di bangku taman di pojokan dan ada seorang wanita baruh baya duduk disana juga, kayaknya wanita itu pasien rumah sakit sini dehh.. soalnya dia pake pakaian rumah sakit.

"Hay, namaku Juli" sapaku tetapi aku memakai bahasa Indonesia karena aku yakin wanita berumur 40-an itu orang Indonesia, kelihatan dari wajahnya dan rambutnya yang berwarna hitam asli.

"Nama ku Melda" jawab wanita tersebut diikuti dengan air mata.

Kenapa dia menangis?
Apa aku menyakitinya?
Ku rasa tidak

"Kenapa kau menangis? Apa aku menyakitimu? Jika iya aku minta maaf" dengan gerakan yang sangat lembut aku menghapus air matanya.

"Nggak cuma keinget sama anak tante dulu yang sudah meninggal kalo dia belum meninggal pasti dia seumuran sama kamu. Kalo kamu ngapain disini? Kok wajahnya murung banget?" Jelas wanita yang bernama Melda tersebut.

"Huhh.. aku kesel banget. Aku kan mau melamar kerja disini tapi nggak diterima sama kepala rumah sakitnya. Songong banget lagi tuh orang. Padahal aku sudah pernah bekerja sebagai perawat di Indonesia tapi katanya nggak sembarang orang bisa bekerja disini" jelasku dengan raut wajah yang sangat amat kesal.

Coba ada orangnya disini pasti udah aku cincang, batinku

"Hahahha..."

Wanita tersebut hanya menanggapinya dengan tertawa.

"Kok ketawa sih?" Kini aku benar-benar marah

"Nggak lucu aja kamu. kamu mau nggak jadi perawat pribadi tante? Sebentar siang  tante udah keluar dari rumah sakit jadi kamu bisa langsung kerja sebentar siang dirumah tante" jelas wanita tersebut sambil mengelus kepala Juli.

Juli sangat nyaman sekarang karena wanita didepannya ini sangat mirip dengan mamanya.

"Mau banget tante" jawabku antusias

"Kamu tinggal dimana?"

"Sebenarnya baru kemarin aku kesini jadi aku menyewa penginapan dekat sini"

"Kalo gitu tinggal aja sama tante"

"Emangnya boleh tante?" Sekarang ekspresiku benar-benar kaget.

"Boleh sayang" jawab tante itu lembut.

"Mama" teriak orang dibelakangku entah siapa.

"Mama ngapain di sini. Kan udah dibilangin kalo sudah dilepas infusnya itu jangan kemana- mana kan bikin semua orang khawatir" jelas orang tersebut memakai bahasa Indonesia yang kini tepat dibelakangku.

Karena jelas lelaki tersebut berbicara dengan Melda lawan bicaranya aku langsung berbalik dan..

Degg..

Orang itu adalah Aldrich Leroy dan wanita di depan ku adalah ibu dari dokter songong itu. Hah??

"Kamu lagi" yah memang sekarang aku lagi yang terkejut dan dia malh tetap flat saja.

Dan yang sangat membuat ku terkejut dia mengerti  bahasa Indonesia berarti semua umpatanku tadi dia mengerti. Oh My God aku sangat malu sekarang.

"Aldrich kenalkan ini Juli. Dia sekarang adalah perawat pribadi mama. Dan Juli kenalkan orang yang tadi membuatmu marah adalah Aldrich dan dia adalah anakku" ucap Melda memecahkan keheningan.

🖤🖤🖤

Ternyata mama disini. Seharusnya sudah sedari tadi aku mencarinya disini.

"Mama" teriakku dari jauh.

Aku melangkahkan kakiku mendekati mama.

Ternyata mama sudah mendapat teman bicara sampai - sampai teriakanku tidak dia dengar.

"Mama ngapain di sini. Kan udah dibilangin kalo sudah dilepas infusnya itu jangan kemana- mana kan bikin semua orang khawatir" ucapku ketika sudah didepan mama tanpa menghiraukan teman mama.

"Kamu lagi" teriak teman mama tadi yang ternyata adalah Juli Etymee.

Yah.. aku sangat hafal namanya.

Sedari tadi aku menghindarinya malah bertemu lagi dengannya.

Sebisa mungkin aku menunjukan wajah datarku.

Aku menghindarinya karena alasan sepele, karena dia sangat mirip dengan adik perempuanku yang sudah meninggal.

Aku belum bisa melupakan adikku Gracia Leroy sangat sulit mungkin untuk melupakannya, kini bayangan Gracia sudah mulai memudar tetapi datangnya Juli membuatku memikirkan Gracia lagi.

Gracia memang sangat cantik, dia mewarisi lensa mata hitam ibuku dan warna rambutnya berbeda denganku rambutku berwarna pirang tetapi Gracia memiliki rambut berwarna cokelat.

Gracia memiliki wajah seperti ibuku sedangkan aku mewarisi lensa mata ayahku berwarna biru gelap dan tubuhku yang seperti orang bule besar dan kekar (bule adalah sebutan mama untuk aku dan alm. Ayahku)

Sehingga orang yang melihatku tidak percaya bahwa aku belesteran Indonesia.

"Aldrich kenalkan ini Juli. Dia sekarang adalah perawat pribadi mama. Dan Juli kenalkan orang yang tadi membuatmu marah adalah Aldrich dan dia adalah anakku" jelas mama yang membuyarkan pikiranku.

Apa tadi mama bilang?
Dia mau menjadi perawat pribadi mama?.

Tetapi ketika aku melihat mata berlensa hitam itu seperti memohon aku langsung luluh karenanya.

Aku harus menuruti semua keinginan mama yang membuat mama bahagia.

Ketika aku dan mama sendiri aku berjanji akan membahagiakannya.

Aku tidak mau membuat dia bersedih karena hal sepele karena Juli mirip dengan Gracia.

"Sekarang mama kembali ke ruangan kan sebentar lagi mama pulang. Juli antar mama ke ruangannya" kini ucapan ku mulai melembut tetapi ketika aku mengucapkan nama Juli tidak tahu kenapa wajahku mulai datar.

Apa karena dia masih orang asing bagiku?

"Iya Mr. Leroy" jawab Juli kikuk

Kini aku mau tertawa karena mungkin dia malu karena mengetahui ku bisa  berbahasa Indonesia.

Tapi aku menahan tawaku sampai dua orang itu tidak terlihat lagi.

My EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang