SEVENTEEN

31 2 2
                                    

[Alfred POV]

Aku frustasi. Aku bisa gila tanpa dia. Aku tidak mengikhlaskan kepergiannya yang tidak layak didapatkan oleh manusia. Apa penyebab semua ini? Aku harus menyelesaikan semua ini. Aku tidak bisa tinggal diam.

[Alysa POV]

Melihat semua ini, aku merasa ingin menangis. Bagaimana jika aku yang berada diposisi Alfred? Mungkin aku akan merasakan hal yang sama. Tapi tidak bisa dibilang dia benar seratus persen. Dia menyetujui keputusan Vivian yang serakah dan membantunya untuk merebut gaun terkutuk itu. Ia pantas mendapatkan semua itu.

Hari demi hari pun berlalu, Alfred mengurung dirinya. Dia sangat frustasi. Dia depresi berat. Hingga suatu hari, dia keluar dari persembunyiannya, namun sayang, dia menjadi psikopat.

Dia membunuh orang sekitarnya yang sama sekali tak bersalah. Dia melampiaskan semuanya kepada orang yang dibunuhnya.

Setelah dia membunuh beberapa orang, dia sudah tidak tahu harus membunuh siapa lagi. Dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Hingga suatu malam...

[Alfred POV]

Saat aku merenungkan diri dikamarku, aku bisa merasakan hawa dingin yang menerkam tubuhku. Mendadak ada sinar yang entah dari mana datangnya menyinari kamarku.

Hingga sosok wanita yang sangat cantik datang menghampiriku dari sinar itu. Wanita itu menggunakan gaun merah itu. Setiap helaian dari gaun itu beterbangan indah seperti ditiup angin. Rambutnya yang bright blonde melambai-lambai seperti rambut didalam air. Bibirnya yang sangat merah, seperti darah, namun sangat cantik. Matanya berwarna grey diamond bersinar seperti permata. Sungguh, dia sangat cantik.

"Siapa kau sebenarnya?," tanyaku kepada sosok wanita itu.

Dia tersenyum manis kepadaku, sampai semua bulu kudukku menegang. Aku sulit menelan saliva-ku. Apakah dia malaikat maut yang ingin menjemputku? Apakah ini waktunya?

"Aku Shania," ujarnya lembut, selembut sutra, sehalus kapas.

"Shania? Siapa Shania? Aku tidak kenal. Apa tujuan kau menghampiriku?," tanyaku to the point. Aku malas berbasa-basi.

Dia tersenyum kecut kepadaku, tapi menurutku senyumam itu sangat menerkam dan seperti senyuman iblis.

Dia mendekatiku. Semakin dekat, wajahnya semakin seram. Matanya yang grey diamond berubah menjadi mata iblis yang merah. Tatapannya berhasil menenggelamkanku dalam ketakutan. Bibirnya yang merah mengecup bibirku tanpa izin dariku.

Dia tidak menciumku, namun dia menghisap seluruh darahku hingga seluruh tubuhku pucat seperti kertas. Aku pun tidak berdaya dengan semua ini. Aku pun tergeletak tak berdaya di lantai dan dia hilang begitu saja seperti angin lalu.

●●●

Napasku memburu. Keringat sudah membasahi seluruh tubuhku. Aku beranjak kearah cermin untuk melihat keadaanku.

Aku baik-baik saja. Apakah itu semua hanyalah mimpi? Bagaimana jika dia akan menemuiku lagi dalam kehidupan nyata?

Ini kelima kalinya dia menghantuiku dalam mimpi dan semua mimpi itu selalu berputar seperti kaset rusak. Aku sudah lelah dengan semua ini.

Aku memutuskan untuk mengambil gaun itu dari lemari dan kuambil gunting untuk menghancurkan gaun itu.

Saat aku ingin menghancurkan gaun itu. Mendadak tanganku tidak terkendali. Tanganku seperti dikendalikan oleh seseorang dan gunting itu menusuk tepat dikedua bola mataku dan mengeluarkannya.

Kedua bola mata ku sudah berjatuhan dan gunting itu kembali mengarah ke perutku. Gunting itu mengoyak perutku lalu tanganku menarik keluar seluruh isi perutku.

Aku sudah tak berdaya lagi.

Bruk!

[Alysa POV]

Dia telah mati.

TO BE CONTINUED...

Foto diatas adalah Alfred

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Foto diatas adalah Alfred.

Need your vote and comment!

A Cursed Red DressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang