Aktor Terbaik (4)

5.3K 155 0
                                    

Aktivitas resmi berjalan seperti biasanya. Hari ini adalah hari kamis yang membuatku sedikit berkeluh kesah. Jadwal mata pelajaran hanya sampai jam kelima dan dilanjutkan dengan kegiatan extrakulikuler lahitan berpidato bahasa Arab, lalu di sambung dengan kegiatan pramuka. Tiba-tiba terbesit di hatiku untuk mencari angin di luar pesantren. Kuajak Manda sebagai pendamping izin keluar. Jika sudah begitu, kami harus permisi ke ukhti bagian keamanan. Kantor bagian yang terasa dingin meski tanpa AC, wajab para ukhti yang bertugas di sana pun tak kalah dinginnya dibandingkan dengan alat yang bernama AC tersebut. Namun, keinginanku untuk keluar sudah mencapai ubun-ubun. Aku bisa saja nekat mencoba leluar tanpa permisi. Aku ahlinya dalam mengatur strategi, tapi tidak begitu dengan Manda. Ia peduli dengan penegakan disiplin. Satu sosok yang layak kucontoh. Alasan jity telah kupikirkan demi suksesnya misi keluar mencari angin di luar pesantren. Meski dengan keterbatasan waktu, akhirnya kami diberi izin untuk keluar. Dengan hati riang dan gembira, perjalanan kami mulai dari mall terbesar di kota ini.  Sedikit berbelanja seperti sabun, bedak, pakaian luar/dalam, dan tentunya to'am (Makanan). Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 16.30 WIB. Sedang waktu yang diberikan pada kami adalah hingga pukul 17.00 WIB.

Manda mulai berisik mengajak pulang. Namun, aku tak mau sebelum mencicipi sepiring mi aceh yang terkenal di Titi Bobrok. Tidak seperti namanya, Titi tempat makanan khas bernama mi aceh itu dijual sangatlah kukuh menahan deretan kedai penjuak mi aceh. Dengan wajah yang hampir mirip dengan jeruk purut, Manda pun mengikuti kemauanku. Hingga kahirnya kami terlambat 30 menit. Tepat di depan jalan menuju pondok. Aku lalu sejenak berpikir bagaimana caranya terlepas dari jeratan sanksi yang akan diberikan ukti bagian keamanan. Karena menurut daftar hukuman di Bab 3/ Bab Keterlambatan Izin Pulang, hukuman untuk santriwati yang terlambat pulang ke pesantren selama satu jam ke bawah adalah membersihkan WC umum selama satu minggu. Aku tak mau itu terjadi. Aku pun berlari di tempat sekuat tenaga.

"Ada apa lagi ini Shil, bukankah kita harus cepat menuju pondok? Kita sudah terlambat," keluh Manda membuatku pusing.

"Kamu mau kena hukuman? Kalau tidak, cepat lari di tempat lalu diam!" omelku kepadanya.

Meski wajahnua seperti jeruk purut, Manda mengikuti sugestiku untuk berlari di tempat hingga lima belas menit. Orang yang berlalu lalang melihati kami dengan terheran-heran. "Terserah," pikirku.

Begitu lugunya Manda hingga ia kini terdiam, tidak banyak bertanya. Hanya berlari di tempat sekuat tenaga. Itulah Manda. Ia selalu mempercayakan segala sesuatunya kepadaku.

"Sekarang dengarkan aku, kita harus berlari sekencang-kencangnya menuju pondok dan kantor keamanan. Sesampainya di sana kamu diam saja. Jangan banyak bicara. Mengerti?" tegasku. Manda mengangguk. Kami pun berlari, kencang sekali. Sebelun sampai di gerbang. Air di botol mineral yang kami beli kupercikkan di punggung Manda, melihat keringatnya yang hanya sedikit. Lalu, kami pun kembali berlari hingga akhirnya kini sampai di depan sang ukhti bagian keamanan.  Dengan setengah terkejut ia menutup Al-Qur'an saat mendapati kami berdiri di depannya

"Limadza ta'akhortuma? (Mengapa kalian berdua terlambat?)" tanyanya dengan wajah kebingungan, lalu mempersilakan kami duduk.

"Angkot Senang Jaya No. 141 terlalu lama lewat ukhti. Dan sesampainya di ring road,  kami terjebak macet, tapi karena sungguh takut terlambat, kami pun berlari dari Simpang Pemuda hingga kemari Ukhti" jelasku dengan napas terengah-engah sembari menhapus keringat yang syukurnya bercucuran dan begitu juga dengan Manda. Dia sibuk menormalkan tarikan nafasnya setelah berlari kencang tadi.

"Kenapa harus berlari-lari?" tanyanya dengan wajah kebingungan, lalu ia mempersilakan kami duduk.

"Sungguh, kami tidak ingin membuat Ukhti bagian keamanan kecewa. Oleh karena itu, kami bergegas berlari daripada harus diam terjebak mancet. Meski begitu, kami tetap terlambat satu jam. Maafkan kami, Ukhti," jawabku menunduk memperlihatkan rasa penyesalan yang teramat dalam.

Setelah beberapa menit, kami lalu disuguhi sebotol air mineral. Suguhan yanh sangat langka di meja kantor bagian keamanan. Jika bukan karena posisi kami yanh belum jelas, dalam hati aku ingin tertawa sejadi-jadinya melihat botol minuman dingin di depan kami.

Beberapa menit kemudian, sang kepala keamanan memberikan kami nasihat. Setelah itu mereka pun saling berbisik satu sama lain. Salah satunya bahkan tersenyum menatap kami iba. Senyuman yang belum juga tampak indah dari seorang ukhti bagian keamanan. Kesan wajah garang mereka tak akan dapat luntur oleh sebuah senyuman. Masih tetap membuat siapa pun bergetar jika berada di hadapannya.

"Ya ... sudah!  Kali ini kalian berdua kami bebaskan dari hukuman, tapi bukan berarti kalian boleh terlambat saat perizinan selanjutnya. Sekarang kwmbali ke rayon!" perintah ukhti.

Kami langsung balas dengan anggukan kepala lugu san seruan, "Na'am, Ukhti.(Iya, Kak.)"

Manda tersenyum puas sambil merangkulku. Sebagai aktor yang baik, aku sudah dapat menduga akhir cerita yang seperti inj. Bagaimana mungkin aku tidak tahu batsa kepekaan hati seorang wanita karena sperti apa pun seramnya para ukhti bagian keamanan, mereka tetaplah seorang wanita yang mudah iba hatinya.

"Benar-benar hebat kamu ini, Shil," puji Manda menepuk bahuku.

"Aaaah ... itu hanya bagian dari acting, "  jawabku meniru nada bicara seorang artis ketika menjawab pertanyaan dari wartawan sebuah acara gosip.

❤❤❤

CAHAYA CINTA PESANTREN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang