Hae Joo membiarkan rambut panjangnya yang masih basah tergerai. Buku sketsa yang diletakkannya di sudut meja menarik perhatian Hae Joo. Dia mengambil buku tersebut dan melihat beberapa gambar yang telah dia selesaikan.
Seorang namja dengan wajah yang kecil serta rahang yang ramping. Sinar matanya begitu sendu juga penuh dengan cinta. Hae Joo menyentuh wajah namja dalam gambar itu dengan lembut. Halaman bukunya dipenuhi dengan gambar namja tersebut.
"Aneh, mungkin karena aku sudah terbiasa dengan dirimu aku jadi selalu menantikanmu dalam mimpiku."
Hae Joo tersenyum kecil mendengar perkataannya sendiri. Terlebih dia menantikan sosok namja yang hanya ada dalam mimpinya. Sejak Hae Joo menceritakan namja dalam mimpinya pada Gayeon dia menjadi bahan candaan sahabatnya itu. Pada awalnya Hae Joo merasa mimpi itu berhubungan akan sesuatu namun sudah tiga tahun lamanya sejak mimpi pertamanya tentang namja itu. Hingga Hae Joo sudah terbiasa dengan mimpi tersebut.
Hae Joo mengambil pensil gambarnya dan mulai merapihkan sketsa yang belum selesai dia kerjakan. Mata namja itu tajam dan dalam juga jernih. Mata itu begitu jenaka bila ia tersenyum. Garis rahangnya terlihat dengan tegas dalam wajah yang kecil. Bibirnya tebal serta dagu yang kecil.
Hae Joo berhasil menyelesaikan satu sketsanya barulah dia menyadari waktu yang dihabiskannya. Esok dia harus menghadiri sebuah rapat organisasi sebelum jam kuliahnya. Hae Joo memutuskan untuk membereskan buku-buku sketsanya kemudian pergi tidur.
Begitu kedua matanya terbuka sepasang manik keemasan menyambut paginya. Dia tersenyum dalam pelukan Hae Joo. Bibir itu membentuk sebuah senyuman kecil dan menggumamkan ucapan selamat pagi dengan lembut di telinga Hae Joo. Napasnya membelai telinga dan leher Hae Joo tatkala namja itu berbisik.
'Joheum achim, sweety'
Suaranya yang lembut terdengar menyenangkan. Hae Joo bergerak kecil mengeratkan pelukan pada tubuh namja itu. Menolak untuk beranjak atau sekedar melepaskan pelukannya. Tangan itu membelai puncak kepala Hae Joo dengan lembut. Hae Joo menyukai itu, sensasi saat namja itu menyentuh dan mengelus dengan lembut rambutnya.
Dering dari alarm jam sedikit mengganggunya. Dia melempar sesuatu untuk menghentikan bunyi keras yang mengganggu tidurnya namun benda itu tidak juga berhenti. Hae Joo lantas mengambil jam bekernya dan menekan tombol off namun segera terbangun saat melihat jarum pendek dalam jam tersebut.
Hae Joo membuka matanya dan terbangun segera. Dia melihat jam beker di atas meja nakasnya. Masih ada sepuluh menit sebelum jam itu berbunyi. Hae Joo menyadari dia terbangun dari mimpinya lagi. Hae Joo memandang tempat kosong disampingnya seolah mimpi itu nyata bahwa dia berbaring bersamanya disana.
"Aku bisa gila," Hae Joo menepis bayangan namja itu dari pikirannya dan mulai mempersiapkan diri untuk pergi ke kampus.
Hae Joo meregangkan punggungnya yang terasa kaku setelah seharian ini. Dia bersorak dalam hati jam kuliah terakhirnya telah selesai. Hae Joo membaringkan diri diatas rerumputan taman merasa lega dapat meluruskan punggungnya. Meski matahari telah pergi ke peraduannya, taman ini masih penuh dengan orang-orang yang menghabiskan waktu disana.
Seseorang mengulurkan kaleng minuman di depan wajahnya. Hae Joo menengok dan tersenyum pada orang tersebut. Dia mengambil posisi duduk dan menerima kaleng tersebut. Kemudian meneguk isinya dengan segera.
"Dari mana kau tahu aku disini?"
"Tidak sulit menebak keberadaanmu."
Hae Joo mengakui itu. Tidak banyak tempat yang menjadi tempat favoritnya. Gayeon sering mengatakan jika Hae Joo memang selalu mudah di tebak. Tidak heran namja ini juga menemukannya disini.

YOU ARE READING
[Book 2] ALIVE
FanfictionAku menghabiskan semua eksistensiku untuk menunggumu. Setelah kini aku menemukanmu, aku tidak akan sanggup untuk jauh darimu. Karena sekarang kau adalah eksistensiku. Aku lebih baik mati daripada harus menjauh darimu lagi. "I promise to love you for...