Hanbin terbangun ketika merasa seseorang menyentuh pipi kanannya.
Ditolehkan kepalanya ke samping dan melihat seorang yeoja cantik sedang tersenyum manis.
"Morning, sayang."
Hanbin balik tersenyum.
Yeoja itu bangun dari tidurnya. "Aku mandi dulu, ya." Ujarnya.
"Hm."
Lalu, dengan cepat yeoja itu mengecup bibir Hanbin sekilas.
"Aku sudah transfer uangnya." Ujarnya.
"Ku harap kau akan menemuiku lagi." Ujarnya lagi.
Hanbin hanya tersenyum kecil. "Ne, Chaerin Noona."
***
Lisa melambaikan tangannya ke arah Tzuyu. Ia lalu menghampiri sahabatnya yang kini sedang memandangnya aneh.
"Kenapa?" Heran Lisa.
Tzuyu menatap yeoja berambut pirang itu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki *nyanyi blingbling*.
"Loh? Ganti style ya, Lis? Kok kamu jadi kayak tomboy gini?" Tanyanya bingung.
Lisa hanya nyengir. "Hanya karena aku pakai sepatu kayak gini dan tidak pakai heels, bukan berarti aku tomboy, Tzuyu." Ujarnya.
"Lagian, kenapa tiba-tiba pakai sepatu?"
Lisa hanya tersenyum. Ia ingat Hanbin lagi.
"Tidak papa. Tzuyu kepo, nih?" Goda Lisa.
Tzuyu mendelik. "Curut, ah!"
***
Hanbin berjalan pelan menaiki anak tangga menuju rumahnya. Dipegangnya dadanya guna menahan ngilu di tulang rusuknya.
Jika bukan karena ia sudah janji pada Chaerin---ia pelanggan tetap Hanbin---namja berdimple itu takkan pernah sudi untuk berjalan mondar mandir menaiki tangga seperti ini.
"Akh, sakit sekali." Ringisnya.
Menyesal sudah karena ia malah pergi dari rumah sakit saat dirinya sendiri belum sembuh.
Hanbin berhenti sejenak lalu menaiki anak tangga itu lagi.
Sebenarnya, Hanbin bisa saja untuk pindah rumah. Tapi, Rose sangat menyukai rumahnya yang sekarang.
Wajar. Yeoja itu sudah sedari kecil tinggal disana, bersama seorang wanita yang bukan Ibu kandung dari Hanbin.
Ya, mereka saudara tiri. Hanya memiliki Ayah yang sama.
Tapi, meski begitu Hanbin menyayangi Rose layaknya seorang kakak kepada adik kandungnya sendiri.
Hanbin mengusap-ngusap dadanya sesekali ketika dirasa sesak menyergapnya.
"Aish! Jinjja!" Desisnya kesal.
Jika bukan karena yeoja pirang itu---Hanbin menyebutnya sombong---ia takkan pernah terluka seperti ini.
Ah, jangan sampai Hanbin bertemu lagi dengannya.
"Kim Hanbin?"
Dahi Hanbin mengerut. Ia melihat siapa pelaku yang menyebut namanya.
Sial!
"Ada apa lagi? Memangnya kakimu sudah sembuh? Sudah bisa turun naik tangga?"
***
Jennie menatap handphone nya tanpa berkedip. Sudah 4 hari----terhitung sejak handphone lelaki yang ia suka hilang--Hanbin belum mengabarinya.
Jika handphone namja itu hilang, seharusnya ia mengabarinya dengan handphone yang baru. Atau ia bisa meminjam pada temannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ZESTFUL - HANLIS
أدب الهواةHanbin bekerja dengan sangat semangat juga penuh gairah. Hal itu dirinya lakukan demi pengobatan adiknya yang sangat ia sayang. Tak pernah punya hati untuk para wanita yang ia layani. Lisa hobby menghambur-hamburkan uang dan suka memerintah kepada s...