15. JANGAN MELIBATKAN PERASAAN

64 15 0
                                    

Di atas rumput, dibawah benda-benda masif yang tengah memancarkan cahaya.  ia mengadahkan  tangan dan memejamkan mata, berdoa dan membayangkan banyak hal.

batu nisan putih yang tengah berdiri kokoh itu. Dielusnya dengan rasa kasih sayang dan taklupa melirik tanggal wafat dipapan itu, yang mana tanggal wafat itu bertepatan dengan ulagtahun nya hari ini "Walaupun nenek, bukanlah nenek kandungku. Tetapi siapapun nenek dimuka bumi ini akan menjadi nenek-ku"

ia terus memandangi nisan itu, dan membenarkan posisi bunga yang merebah tertiup angin "Semoga nenek selalu dalam lindungan Allah SWT"

Diego tersenyum haru. baru ini ia menemukan perempuan sebegitu tulus berbicara dengan penuh kelembutan, walaupun sebenarnya Jesie amat menjengkelkan

"Jadi ulangtahun lo dirayain di kuburan? dan bunga yang gue kasih, lo oper ke nenek gue?" ucap Diego

"Ih bukan gitu Go. lo kan tadi ngasih gue, jadi apa yang udah ditangan gue tandanya jadi milik gue kan?

"Terus?"

"Ya trus kalo udah jadi milik gue, terserah sih mau dikasih siapa aja"

Diego tersenyum melihat perlawanan dari Jesie, dan melempar batu yang ada didepannya ke arah Jesie

"Kenapa? gak suka? mau marah sama gue?" ketus Jesie sembari menegakan dagu lancip nya

"Engga ah. Udah belom doa nya? gantian gue mau ajak lo ke suatu tempat" ucap Diego

"Jadi lo mau balas dendam?"

"Ini bukan perkara balas dendam atau engga Jes. lo ngajakin gue ke makam dan gue cuma nurut aja, sekarang gantian dong! Lo harus nurut mau gue ajak kemana"

Selesai berdebat mereka memasuki mobil dan kemudian melaju kencang. Jesie seperti tak asing dengan jalan yang ingin dituju oleh Diego. Tak lama setelahnya, Diego mengehentikan mobilnya dibawah pohon rindang

"Loh, udah sampe?"

"Ntar dulu. Sebelum itu, Lo harus pake penutup mata ini" ujar Diego sambil memberikan sehelai kain hitam yang sudah ia gulung

Jesie menurut, dengan jantung yang kembali tidak terkontrol. Jesie melemaskan tubuhnya, sedangkan Diego kembali melajukan mobil

Mobil yang mereka kendarai kemudian memasuki pekarangan rumah yang banyak dihiasi oleh pagar beton besar nan mewah. Disalah satu rumah itu Diego memarkirkan mobilnya, menuruni Jesie dan mengiringnya kedalam rumah besar. Setelah dirasa pas dalam suasana rumah itu, Diego melepaskan lipatan kain yang mengikat kepala Jesie hingga menutupi mata

Jesie meneteskan air mata, melihat banyak sekali balon, kue disetiap meja dan berbagai macam minuman, bahkan nasi tumpeng besar kesukaannya

"Tidak terasa usia cucu Oma menginjak tujuh belas tahun!" Ucap luruh seorang wanita paruh baya yang menggunakan balutan kain putih

"Happy SweetSeventeen My Sweet Heart" ucap wanita yang berdiri dihadapannya, yang rupanya bak bidadari 

Gadis itu kemudian berlari mengejar kedua wanita itu, ia memeluknya erat dan mengeluarkan air mata. Sudah cukup lama bercengkarama, Jesie menghampiri Diego yang sedang berbincang dengan Om Hanz, adik laki-laki mama Jesie

"Om dengar, Papa kamu menjalin bisnis di Swiss ya"

"Iya Om, beliau bekerja sama dengan salah satu perusahaan disana" ucap Diego

Segelas air berwarna merah yang menyangga ditangan, diteguknya sesekali sembari mendekati lelaki yang sedang asik mengobrol

"Hi Om Hanz" sapa Jesie

Before Anyone ElseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang