10. Truth √

5.4K 762 44
                                        

Sebenarnya apa yang kedua laki-laki itu rencanakan?

Sejak awal, mereka berdua memilihku.

Mereka memperalatku, menepis kemungkinan kalau mereka ternyata memiliki hubungan yang dilarang oleh semesta dengan topeng sebagai tempat bersembunyi. Aku tidak percaya kalau dua laki-laki penyuka sesama jenis itu pernah mencium bibirku sehebat itu.

Perutku mual, aku benar-benar jijik sekarang. Bagaimana kedua laki-laki itu berciuman di kamar hotel masih terbayang di benakku. Bagaimana mereka berdua berbicara, menyebut nama satu sama lain, semuanya membuatku tidak percaya.

Mereka terlihat normal, dan mereka sukses menyembunyikan jati diri mereka yang sebenarnya.

Jadi, orang yang diceritakan Wonwoo itu Kim Mingyu? Orang yang katanya dia sukai itu adalah suamiku? Bagaimana— bagaimana bisa aku menebak siapa orang yang dia katakan jika Wonwoo terlihat senormal itu. Apakah rasa senangnya karena kehamilanku itu karena dia tahu bahwa anak ini untuknya? Ya tuhan, kenapa semua ini rumit sekali?

Air mataku sudah kering, Kim Mingyu kembali ke kamar setelah satu jam berlalu dengan kondisi berantakan. Aku menutup mataku rapat-rapat, menahan rasa sesak dalam dadaku ketika melihat laki-laki yang aku cintai menghampiriku.

"Kau melihat sunset tidak?" Tanyanya sambil membuka baju, menggantinya dengan kaos santai berwarna biru muda. Sekarang aku tahu kenapa dia bereaksi biasa saja melihatku telanjang bulat didepan matanya.

"Tidak."

"Ponselku?"

"Aku menyimpannya diatas sofa." Entahlah, aku sangat tidak bersemangat sekarang.

"Tadi kau kemana selama aku pergi?" Dia membuka kulkas dan mengambil sekaleng bir dingin dari sana. Kemudian laki-laki itu membawa ponselnya dan duduk diatas ranjang-disebelahku.

"Disini." Jawabku, menatap laki-laki yang tidak aku sangka akan setega ini kepadaku dengan senyum tipis yang terasa perih ketika aku lakukan.

"Kau kenapa?" Tanyanya, seolah dapat membaca perasaanku saat itu.

"Aku hanya... Ingin berdua bersamamu malam ini, aku ingin tidur dalam pelukanmu hingga pagi menyapa."

"Tapi sekarang baru jam 7, kau kesini untuk berlibur." Kim Mingyu menyimpan kaleng birnya keatas nakas. Ia berbaring lebih dulu, kemudian menarik tubuhku dan memelukku seperti yang aku ingin.

"Aku mau pulang, besok pagi."

Dadaku terasa sesak, tubuh yang memelukku ini sebentar lagi takkan pernah bisa aku raih lagi. Bahkan jika aku berusaha untuk meraihnya, aku tidak akan bisa. Kim Mingyu tidak akan pernah mau ditakdirkan untuk menjadi milikku.

Tanpa sadar, aku menangis kencang dalam pelukannya hingga laki-laki itu kebingungan. Tidak ada sepatah kata pun yang diucapkannya, laki-laki itu hanya mempererat pelukannya sambil membelai rambutku lembut.

"Kenapa rasanya sakit sekali?" Suaraku terlalu pelan, atau bahkan teredam oleh tangisan hingga aku yakin Kim Mingyu tidak dapat mendengarnya dengan baik.

"Maaf."

Tanpa aku sadari pula, Kim Mingyu berbisik pelan, sangat pelan hingga tidak ada satu pun yang mendengar kecuali dirinya sendiri dan Tuhan.

***

Semua orang di dalam klub ini memandangku aneh. Seorang Ibu hamil dengan pakaian hamilnya entah bagaimana bisa terdampar diatas kursi depan meja bartender. Masa bodoh lah, aku muak berada di rumah. Kepergianku ini jelas saja tanpa sepengetahuan Kim Mingyu. Laki-laki yang baru tiba di Seoul tadi siang bersamaku itu langsung meluncur menuju kantor begitu mendapat panggilan mendesak dari sekretarisnya. Dan aku tidak tahu apakah dia sudah pulang ke rumah atau belum, aku mematikan ponselku omong-omong.

A W A Y  [KMG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang