1. Rara Raditha Thalia

12.9K 138 12
                                    

Gadis itu berjalan dengan riangnya. Ia berjalan layaknya semua orang mengenalnya. Ia menyapa siapapun yang ia kenal, tak jarang juga mereka yang balik menyapa. Rara.

Gadis dengan tinggi 168 cm, dan rambut ikal gantung yang terbilang panjang yang selalu tergerai itu membuat nya semakin diincar oleh para lelaki. Tak lupa dengan lesung pipi di sebelah kirinya, dan juga pipi merona serta kulitnya yang putih bersih itu.

"Rara..." tak sedikit sapaan itu keluar dari mulut para manusia yang melewati Rara. Ia sangat ramah, bukan hanya ramah, tapi rendah hati.

Bukan hanya lelaki yang menggemarinya, perempuan di sekolah ini pun hampir semuanya menyukai Rara. Terkecuali haters-haters gadis itu.

Tak terasa, Rara telah sampai di kelasnya, XI IPA 2. Ia menghela nafas gusar kala melihat kelasnya tak ada perubahan sama sekali. Sejak awal masuk kelas ini, ia pikir kelas ini yang paling istimewa. Karena ada lemari buku, tangga untuk menulis di papan tulis, gantungan-gantungan di jendela, kaca film warna hitam di jendela yang masih rapi dan bersih, pojok baca, tempat menyimpan Alkitab dan juga Alquran. Bahkan ada sela kecil untuk umat muslim yang ingin menjalankan sholat nya di dalam kelas.

Namun, perkiraan nya itu salah. Setelah ia memasuki tiap-tiap kelas. Kelasnya lah yang paling gembel. Kelas lain terdapat dispenser untuk para siswa di kelas tersebut ataupun guru yang sedang mengajar di kelas mereka. Ada juga kipas penambah di depan kelas. Berjaga-jaga jika mereka kedinginan menggunakan AC, maka kipas angin di kelasnya akan dinyalakan. Sedangkan di kelas Rara hanya ada AC. Membuatnya kegerahan saat hampir teman-temannya kedinginan.

"Raaaaa!" panggilan itu terlontar dengan enteng dari mulut cablak milik Reghina, kawan sebangkunya. Membuat Rara mengerjapkan mata dan menggeleng pelan.

"Apa, Re?" tanya Rara sambil memindahkan posisi duduknya jadi menghadap ke Reghina.

"Lo pergi kemana liburan kemarin?" tanya Reghina sambil tersenyum dan menaik-nurunkan alisnya.

Rara menggeleng sambil tersenyum, "Gak kemana-mana gue. Lo kemana?"

Reghina cemberut, "Gak kemana-mana juga!" jawab Reghina sambil melemaskan tubuhnya, "Tau gak sih--"

"Enggak." Jawab Rara, membuat Reghina menggeram kesal.

"Dengerin dulu kenapa sih, Ra? Kebiasaan!" seru Reghina kesal.

Rara terkekeh, lalu mengangguk, "Iya-iya."

Reghina menarik nafas dalam-dalam. Sebelum akhirnya berbicara kembali, "Gue kan tadinya mau natalan di Bali ya, rumah Omah gue, sekalian gue liburan. Terus, bang Adit malah gak mau ditinggal coba! Jadi, orang tua gue ngebatalin pergi ke Bali, Ra! Coba! Kesel 'kan ya?"

Rara tertawa terbahak-bahak. Membuat seisi kelas menatapnya bingung. Namun, Rara biasa saja dan bersikap seolah ia tidak membuat masalah apapun.

"Yaelah, Re-Re. Selau bae kenapa, lo mau ke Bali? Ayo sama gue, gue yakin ayah gue mau kalo gue ajakin ke Bali." jawab Rara sambil meredakan tawanya.

Reghina menghentakkan kakinya, "Bukan masalah pergi atau enggak perginya gue ke Bali, Raaaa!"

Rara mengerenyit sambil menautkan kedua alisnya.

"Tapi, artinya, gue gak kemana-mana liburan semester 1 iniiii!" jawab Reghina sambil menutup mukanya dan menendang-nendang angin.

Rara masih mengrenyit, "Kok, kenapa emang?"

Reghina membuka tangannya, lalu menatap Rara dengan tatapan Kenapa?

"Iya, kenapa?" tanya Rara.

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang