8. Hari kedua

2K 54 0
                                    

Tanpa ada acara di malam harinya pun sudah dipastikan Rara akan bangun siang dan terlambat berangkat ke sekolah. Apalagi semalam ada acara besar-besaran yang membuat dirinya harus pulang diatas jam 12 malam.

Tak biasanya juga Saetta masih berada di rumah saat jam sudah menunjukkan pukul 7. Keduanya sama-sama sepakat untuk berangkat bersama. Selain karena Rara yang malas mengendarai mobil, Saetta juga berjaga-jaga jika dirinya mengantuk di jalan.

"Ayo, Ra. Ntar makin telat." ucap Saetta, usai meneguk air mineralnya.

Rara yang masih mengunyah suapan terakhirnya mendelik ke arah Saetta. "Nggak liat?" tanya nya sambil menunjuk ke arah mulutnya yang sedikit membesar.

Saetta berdecak. "Ya udah, Tante, Om. Saetta ke garasi duluan, mau manasin mobil. Berangkat, ya, Om, Tan."

Saetta menyalami tangan Om dan Tante nya itu seraya berjalan menuju garasi, meninggalkan Rara yang masih meneguk air mineralnya.

"Buruan, Rara! Nanti ditinggal Saetta, lho." ucap Jelena.

Geovanno mengangguk. Pria yang selalu terlihat kebapak-an itu selalu menunjukkan sifat lucunya yang membuat Rara selalu jengkel.

"Iya, iya." Rara mengambil tasnya dan menentengnya. Karena, Rara sedang menggunakan tote bag sekarang.

Rara menyalami tangan kedua orang tuanya dan berpamitan. Setelah usai, akhirnya Rara menyusul Saetta ke garasi.

Dari jarak beberapa meter saja sudah terdengar bunyi knalpot mobil Saetta. Rara yang mendengar sudah tahu bahwa Saetta tak sabaran menunggu Rara yang lama.

"Buruan, Ra! Ntar makin telat, astaga!!"

Saetta memang tipe lelaki yang anti telat. Bukan takut, melainkan malas menjalankan hukuman juga mendengar ocehan para guru. Berbanding terbalik dengan sang sepupu.

Menaiki mobil Saetta, Rara segera duduk rapi di kursi penumpang bagian depan.

"Ayo, Ta! Ngebut aja, biar lo nggak telat." Rara sengaja menyindir Saetta yang notabenenya malas sekali terlambat.

Saetta mendengkus, lalu mulai mengeluarkan mobilnya dari rumah megah itu.

🌿

Tentu bukan guru BK jika kerjaannya tidak mengitari sekolah untuk mencari anak-anak yang bermasalah. Dan, tentu bukan Saetta jika sudah telat tak mengumpat.

"Sialan. Tuh guru udah ngiter aja, sih." gumam Saetta sambil bersembunyi di balik tembok kamar mandi siswa perempuan.

Rara mendengkus. "Udah, lah, Ta. Keluar aja, gampang kita bisa kabur terus bebas."

"Males!" seru Saetta pelan. "Kalau keluar, muka kita ketauan, dong!"

"Ya iya, lah." jawab Rara, santai. "Takut?"

Saetta yang sedang berpikir keras kini menatap Rara tajam. "Males, Ra. Ya Tuhan, demi apapun gue mendingan ngerjain tugas fisika sebanyak-banyaknya daripada di hukum kayak gini. Capek!"

"Ya gila. Itu mah elo, mending gue kabur sendiri aja, daripada ngikut kerjain fisika sama lo. Bye!"

Setelahnya, Rara meninggalkan Saetta yang hanya diam melihat Rara pergi. Lagipula, Saetta masih ingat cara ia kabur saat guru BK berkeliaran. Tentu, Saetta sudah kelas 12 dan itulah satu-satunya alasan ia berubah.

🌿

Rara menghembuskan asapnya di udara. Lagi-lagi gadis itu kabur dari pelajaran. Kali ini ia kabur saat guru pelajaran Matematika memasuki kelas tadi.

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang