5. Partner, sure?

2.4K 57 1
                                    

Seakan berada di kursi pengadilan untuk diadili, Redan sangatlah gugup akan dirinya. Entah apa yang ia buat sehingga membuat kesalahan dan berakhir dengan dipanggilnya ia oleh guru Kimia yang terkenal tegasnya, Bu Kapira.

Awalnya Redan mengira ia hanya harus berbuat sesuatu dengan waktu yang tidak lama. Namun, nyatanya ia salah. Ia sudah menunggu guru itu sejak istirahat usai hingga jam pelajaran ke empat yang hampir habis.

"Maaf, Redan. Tadi Ibu harus mengurusi anak-anak yang ingin mengikuti Olimpiade dulu. Kamu sudah nunggu lama, ya?" tanya Bu Kapira sambil mengitari mejanya.

Redan yang semula menunduk kini mendongak menatap guru tua itu. Dilihat dari wajahnya, sepertinya Bu Kapira tak berniat memberi hukuman apapun padanya.

"Kalau saya boleh tahu, kenapa saya dipanggil, ya, Bu?" tanpa menjawab pertanyaan Bu Kapira, Redan membalas bertanya.

Bu Kapira yang awalnya tengah merapikan map di atas mejanya kini berhenti dan menatap Redan dengan tatapan bertanya.

"Ya Tuhan, kamu panik sekali, Redan?" Bu Kapira terkekeh. Wanita itu duduk dan menatap lurus Redan. "Kamu Ibu panggil bukan karena kesalahan, kok. Kamu ke sini karena Ibu membutuhkan pertolongan kamu."

"Bantuan, Bu?" tanya Redan lagi.

Bu Kapira mengangguk sekali. "Sebagai pembimbing."

"Pembimbing?" ulang Redan, cepat.

"Iya. Kalau kamu mau itu juga. Kalau kamu nggak keberatan. Saya juga akan mengimbalkan nilai untuk kerja keras kamu nantinya," Bu Kapira berucap lagi. "Tentunya kalau itu berhasil. Dan saya yakin kamu pasti bisa."

"Saya harus ngajarin Adik kelas ngegantiin Ibu atau gimana?" tanya Redan.

Redan berpikir karena guru itu tengah sibuk dengan Olimpiade di bidang Kimia, maka Redan di suruh menggantikannya dan mengajar beberapa kelas. Astaga! Membayangkannya saja sudah membuat Redan kebelet pipis.

Lagipula, memangnya Redan sepintar apa di bidang Kimia sampai bisa menjadi guru?

"Nggak, Redan. Kamu hanya mengajarkan satu murid. Kamu akan menjadi mentor untuknya." ucap Bu Kapira enteng.

"Hanya?" tanya nya.

Memang satu tidak banyak. Hanya saja, ia akan gugup jika benar ia akan mengajar satu anak ini. Terlebih jika anak itu perempuan.

"Iya. Kamu keberatan?" tanya Bu Kapira.

Redan menggeleng dengan senyuman simpul. "Siapa, Bu? Apa saya mengenalnya?"

Bu Kapira tersenyum lebar. "Tentu,"

Redan menunggunya dengan hati berdebar. Rasa-rasanya ia seperti menunggu kelulusan SNMPTN saja.

"Rey, Kakak mu, kan?" tanya Bu Kapira.

Redan mengangguk. "Saya ngajarin Rey, Bu?" tanya Redan histeris.

"Memangnya kamu mau?" tanya Bu Kapira menantang.

"Nggak." jawab Redan cepat.

"Bukan," Bu Kapira menjawab pertanyaan Redan. "Kamu kenal pacarnya, kan? Rara Raditha?"

"Iya, kenal." jawabnya ragu.

Perasaannya sudah mulai tidak enak. Kenapa juga ia merasa bahwa Rara lah yang akan ia ajar?

"Ya, kamu akan menjadi mentor Rara, Redan."

Tentu. Memangnya jika orang lain, ke mana alur cerita ini berjalan?

🌿

Rara menghembuskan asapnya di udara. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, dan kini ia masih berada di salah satu warung di dekat sekolahnya.

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang