22. Menemani

1.1K 53 9
                                    

"Wah, ada yang abis dilabrak sama sahabat sendiri, ya?"

Reghina yang memberenggut agak terkejut mendengar ada seseorang di dalam kamar mandi. Ia kira hanya dirinya dan Selzy tadi. Sialan, obrolannya sudah kedengaran kalau begitu.

Gadis itu sedikit mengrenyitkan dahinya, lalu terkekeh. "Lo Reghina temen deketnya Rara, 'kan? Kok bisa – bisanya sahabat ngekhianatin temennya sendiri, sih?"

"Maaf, Kak. Saya permisi." ujar Reghina, tak ingin panjang.

"Wait," ucap gadis itu. "Kalau lo benci dan lo bilang lo bakal bales mereka ... gimana kalau kita bikin kesepakatan?"

Reghina mengerutkan keningnya. "Maksud Kak Gewa?"

Ya, itu Gewa. Gadis cantik yang selalu julid pada pacar mantannya itu.

"Ya, lo kan benci sama sahabat lo sendiri, gue juga pengin liat Rara menderita. Tenang aja, gue udah enggak mau sama Rey, kok. Lo bisa ambil dia, gue udah muak." jelas Gewa. "Ya, kalau gue mau, gue bisa langsung bikin Rara menderita. Tapi, biar lo bisa ngerasain kemenangan, makanya gue nawarin lo."

Reghina menunduk, lantas berdecih. "Sorry, Kak. Gue emang benci sama Rara. Tapi, gue enggak se-naif itu untuk kerja sama sama mantan Rey sendiri. Lagian, lo terlalu dibenci sama Rara, gue enggak mau Rara ngeliat gue sebagai teman yang semakin buruk kalau tau gue kerja sama sama lo, Kak." balas Reghina. "Gue duluan, Kak."

Reghina lantas melenggang pergi meninggalkan Gewa yang tersenyum miring hanya menatap Reghina dari belakang.

"Kita liat aja, siapa yang bakal menang."

🌿

Rara menghembuskan asap rokoknya malam ini. Sekarang Rara tidak menggunakan rokok elektrik itu, ia benar – benar merokok malam ini. Bahkan, Rara sudah menyuruh temannya dari salah satu bar di Jakarta untuk mengantarkan vodka beserta red wine yang tidak terlalu berat untuk memabukkan.

Gadis itu menghirup kembali dengan wajah datar sedatar – datarnya tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Ia memang di apartemennya, namun pikirannya sudah pergi menjauh. Redan sedang pergi, makanya Rara bisa aman sampai sekarang.

"Rey, Rey." Rara menunduk lantas terkekeh miris. "Bisa – bisanya selingkuh sama sahabat gue sendiri? Astaga, kayak enggak ada yang lain aja, sih?"

Rara meneguk gelas kesepuluhnya itu dengan cepat.

"Ahhhh, shit." geram Rara, lalu menaruh gelasnya dengan sedikit membanting. Gadis itu merasakan sakit di hatinya, mengingat sahabatnya sendiri harus mengknianatinya karena menyukai pacarnya sendiri.

"Vape gue sita, sekarang lo ngerokok ditambah minum," tiba – tiba saja Redan memasuki balkon masih dengan pakaian rapk dari luar. Jaket kulit hitam kebanggaannya, kaos putih polos, ripped jeans hitam dan boots kasual. Simple namun keren. "Harus apa sih biar lo enggak nyentuh barang – barang itu?"

"Please, Dan. Kasih gue kebebasan seenggaknya hari ini aja. Gue bener – bener frustated banget karena urusan kayak gini. Gue enggak tau gue harus milih siapa,"

"Antara gue dan Rey?" tanya Redan, cepat.

Rara menoleh cepat, lalu berdecak. "Antara sahabat gue sendiri dan pacar gue, lah. Ngapain juga antara lo? Lo kan enggak bisa ditolak atau disingkirin, yang ada gue dimusuhin MamPap gue."

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang