Sebuah Pernyataan

162 47 20
                                    

Cinta bagaikan semanis Vanila...

Tentunya vanila yang telah diolah...

Menghasilkan rasa dan aroma yang khas...

Membuat candu karna...

Aku sungguh ketagihan didalamnya...

Hingga aku tak ingin kau lepas dariku...

Kedengarannya sangat egois bukan, namun aku tengah terkena racun cinta dan takut kehilangannya karena canduannya.

Langkahku untuk segera naik ke pelaminan bersama Hanan akan segera terwujud tetapi muncul kerikil baru penghambat rencana kami. Mengapa Soni datang disaat aku dan Hanan benar-benar mempersiapkan segalanya walaupun memang bukan acara yang besar karena memang itu keinginanku. Akupun yakin dengan rencana ini karena Hanan yang menyakinkan hal ini juga. Walau pesta belum dimulai, aku bahkan telah berkhayal seperti apa nanti pesta pernikahan kita.

Bersamamu lelaki impianku, aku mungkin akan bahagia, kamu dapat menjadikanku istri yang baik dan tentunya paling beruntung di dunia ini. Bulan madu bersama, tinggal dirumah kita sendiri yang telah kamu siapkan, serta nantinya kita akan memiliki anak-anak yang lucu. Ah... tapi sudahlah, yang terpenting sekarang aku ingin menyelesaikan perkara ini dahulu agar tidak ada beban diantara kami.

Tiba disuatu ruangan yang menurut informasi itu ruangannya Sony. Aku datang sedikit lebih pagi agar tidak terlalu ramai membuat janji. Tepatnya memastikan bahwa dia harus mau berbicara disuatu tempat bersamaku disaat pulang kantor.

Ku cermati ruangan di sekitar tampak biasa saja. Hanya ada satu lukisan abstrak di dinding samping. Mejanya pun sangat rapi dan terdapat satu bingkai foto. Ku raih bingkai berwarna abu-abu itu dengan pelan. Kemudian entah mengapa jariku gemetaran. Mataku menatap dengan serius foto tersebut. Kenyataan yang ada dalam foto itu adalah Sony dan aku di masa SMP. Kreeeetttt!!! Pintu terbuka.

"Hey.... siapa yang mengijinkanmu masuk keruanganku?" Sony berkata dengan ketus.

"A a aku... aku ingin kamu...," belum sempat di putus kalimatku.

"Jadian lagi sama aku...," srobot Sony.

"Hey!!! Belum selesai ngomong. Ehmmr... gini Tuan Sony, saya ingin berbicara penting bersama anda sepulang kantor. Bisakah anda menyetujuinya?," jelasku.

"Aduh... maaf nona, sepertinya jadwal kantorku padat. Jadi kayaknya tidak bisa deh," tukasnya.

"Grrrrrrr ini masalahnya sangat penting tau! Terserah kalau kau tidak mau ya sudah, biar kita ngomong disini dan didengar oleh karyawan lain?," sambil kesal.

"Tenanglah nona, asal kita tidak teriak-teriak, kita tidak akan di dengar," sambil menyodorkan mukanya ke mukaku.

Dorong,"Awas lo ya kalo macam-macam," kataku.

"Bisa gak kita jangan ngomong lo gue lagi? Kita kan sama-sama dah gede, dan ini kantor, kamu harus lebih sopan," Pinta Sony.

"Oke baiklah.... gimana dengan tawaranku?" jawabku.

"Oke kita akan bertemu di Disso cafe jam 9 malam," tuturnya.

Kemudian aku keluar ruangan itu dengan segera agar tidak menjadi gosip yang tidak-tidak. Baru satu langkah dari tempat itu aku melihat Hanan berjalan di depanku dengan muka manisnya. Sepertinya dia tidak kesal lagi padaku.

"Han... makasih ya bunganya. Aku sangat terharu....," ujarku.

Aku memang lebih canggung memanggilnya mas, karena kalau aku memanggilnya begitu seperti sedang bermanjaan.

"Kamu sudah baikkan?," sambil mengelus-elus rambutku.

"Sudah," sambil tersipu.

"Hey...hey!!! kalian tau kan ini kantor bukan taman jadi tolong jangan mesra-mesraan ya...," sindir Sony.

Cinta Semanis VanilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang