Hari kamis pukul setengah sepuluh pagi.
Selesai jam pelajaran pertama, mata pelajaran olahraga berikutnya. Para siswa kelas 11 IPA 2 bersiap mengganti seragam menjadi pakaian olahraga.
Karina dan Bianca berjalan lebih dulu. Sementara Renata sibuk mengirim pesan kepada Anita dan Faisal. Sudah hampir seminggu ia lupa mengabari keadaannya kepada Mama dan Papanya.
Renata yang barusan selesai mengirimkan pesan kepada orangtuanya, menatap ke arah Karina dan Bianca, tiba-tiba langkah kaki Renata mendadak berhenti. Sosok cowok yang baru kemarin menolongnya tiba-tiba saja berada ada di sebelah dan dia tersenyum.
"Hai, Nona ceramah."
"H-Hai Kak Ares." Renata membalas cepat sapaan Ares.
"Lo jadwal olahraga hari ini?"
Renata mengangguk.
"Berarti kita sama, gue juga punya jadwal olahraga hari ini. Olahraga lo selesainya jam berapa?"
"... Kak, maaf aku harus cepat-cepat nyusul teman-temanku," dalih Renata, kakinya hendak melangkah namun tangan Ares terlalu cepat menahan langkah Renata.
Renata mencoba menenangkan dirinya, ukiran senyum bersahabat tetapi memaksa Renata coba lukiskan sembari memutar tuburnya menatap kembali ke arah Ares.
"Ada apa Kak?" tanya Renata.
Ares memajukan wajah dan menatap dekat wajah dan iris mata Renata.
Renata refleks mengedipkan tiga kali kedua matanya, posisi wajah yang dekat seperti ini akan membuat orang-orang berpikiran aneh, Renata segera mundur sedikit ke belakang. "Kak mundur dong! Jangan lihatin aku kayak gitu. Nanti ada gosip yang enggak bener lagi mengenai aku dan Kak Ares."
Renata jadi canggung akan posisi tidak nyaman tersebut, sementara matanya menjeling kiri dan kanan, takut ada yang lihat mereka.
Ares tersenyum singkat, wajahnya kembali mundur. "Selesai jam istirahat nanti gue ingin lo nonton latihan basket gue di lapangan sekolah. Lo boleh ajak teman lo tapi jangan sekelas, yang ada mereka pada minta foto bareng gue."
"Nonton?"
Ares mengangguk singkat.
"Iya. Lo mau, kan? Hitung-hitung lo dengan teman lo cuci mata lihat para pangeran sekolah Nusa Jaya," kata Ares dengan sok bangga.
"Iya. Iya deh aku bakal ke lapangan, nonton latihan basket Kakak. Tapi boleh lepasin dulu tangan Kakak dari tanganku?"
Ares melepaskan genggaman tangan tersebut sembari tersenyum manis.
Renata kemudian pamit kepada Ares.
Pak Walid baru saja tiba di lapangan dan segera mengabsen siswanya satu persatu. Setelah itu Pak Walid memberitahukan materi hari ini adalah bola basket.
Dengan arahan singkat dari Pak Walid, mengenai materi teknik bermain bola basket dengan benar: mulai passing & catching, dribbling, shooting, pivot, dan rebbound. Pak Walid selanjutnya meminta para siswa mempraktikkan kembali apa yang telah diarahkannya, sebelumnya.
Renata berpasangan dengan Gio. Renata men-passing bola ke Gio namun bola itu tidak sampai ke tangan Gio. Bola tersebut keluar dari lapangan basket.
"Tadi gue sudah contohin, kenapa masih nggak tau passing, Renata? Satu kali nggak apa-apa tapi ini tiga kali salahnya. Sekarang bolanya keluar lapangan, lo yang ambil deh," protes Gio.
"Iya, aku ambil bolanya deh, bawel banget sih." Renata berdecak dan pergi mengambil bola yang telah keluar dari lapangan.
"Ini bola pada kemana? Perasaan tadi di sini," gerutu Renata.
Dari arah sebelah utara, seorang cowok memegang benda yang Renata cari.
"Lo cari benda ini?" Renata mendongak saat mendengar seseorang tengah menyahut seolah kepadanya.
"Kok bisa," ucapan Renata mengantung ketika matanya melihat siapa figur yang menemukan bola basket tersebut.
"Tadi bolanya bergelinding ke arah gue." katanya seraya memberikan memberikan bola tersebut kepada Renata.
"M-Makasih," jawab Renata ragu-ragu.
"Lo lagi di jam pelajarannya Pak Walid?" tanyanya.
"I-Iya Kak."
"Maaf," ucapnya.
Renata mengernyit, bingung. "Maaf? Untuk apa?"
Kemarin-kemarin nyebelin sekarang perlakuannya dan kata-katanya bagaikan seperti malaikat.
"Ah sudahlah, yang penting gue udah meminta maaf ke elo. Terserah lo mau maafin atau nggak."
Wajah Renata menjadi cemberut. "Kak, niat minta maaf apa nggak sih?"
Renata terkesiap singkat, wajah cowok di depannya ini, manis jika dia tertawa.
Senyum lebar dan sebuah tangan mengarah ke arah Renata. "Gue niat tulus ngucapin maaf ke elo," ucapanya, "dan kenalin gue Indra."
Renata menerima uluran tangan tersebut. "Renata."
"Jam olahraga lo belum kelar, kan?"
Renata mendadak terpaku. "Eh-iya. Gio pasti marah-marah gak jelas setelah ini."
Indra tersenyum lembut, satu tangannya bergerak ke udara dan berakhir di puncak kepala Renata. Dia mengelus rambut Renata dengan senyum lebar. "Sana, kembalilah ke lapangan. Pak Walid nanti ceramahin lo yang nggak balik-balik lagi."
Hati Renata menghangat melihat senyuman manis dan tulus itu. Ada perasaan asing ketika melihat senyuman itu, Renata seolah sudah pernah melihat garis wajah dan ukiran senyuman itu. Tapi di mana?
Renata mengangguk kemudian.
Melihat Gio yang tengah duduk di lantai lapangan tanpa ekspresi marah, Renata semakin maju ke arah cowok itu.
"Gio, ini bolanya," kata Renata.
"Lo dari mana saja Renata?" Renata tersentak. Ternyata Gio marah.
Renata mengubah pandangan matanya ke arah lain. "Tadi bolanya lagi jalan-jalan, keliling sekolah."
Gio mengernyit dahi.
"Jalan-jalan? sejak kapan benda mati punya kaki?"
Renata mengangkat bahu dengan tampang polos.
Gio mendesah pasrah, keningnya terangkat ke atas. "Terserah lo deh." []
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFAIR LIEFDE | Tchs #1
Teen Fiction#REVISI [R14+] [√ SELESAI] [The Choice Heart Series #1] Affair Liefde © 2018, Ennvelys Dover, All Rights Reserved. Cover Ilustration & Designer: Ennvelys Dover Logo Illustration & Designer: MPH/MDee ...