Sinar matahari menembus celah-celah gorden kecil di kamar Daisy, membangunkannya dengan kejut. "Tidak! Ini hari keduaku bekerja, bagaimana bisa aku telat?" Daisy segera melompat dari tempat tidur, panik. Dia langsung menuju kamar mandi, membersihkan diri dengan cepat, dan mulai mempersiapkan segalanya dengan terburu-buru. Semalam, dia sibuk mengerjakan desain proposal yang ingin dia ajukan hari ini—semuanya sudah disiapkan dengan sempurna, tetapi bodohnya dia malah terlambat bangun.
Setelah keluar dari kamar, Daisy bergegas menaiki bus, berharap waktu tidak berpihak terlalu buruk padanya. Begitu tiba di pemberhentian bus, dia langsung turun dan berlari secepat mungkin menuju lobi gedung tempatnya bekerja, seperti dikejar setan. Nafasnya terengah-engah ketika dia mendekati lift. Tepat saat pintu lift hendak tertutup, dia berhasil mengulurkan tangan dan menghentikannya.
Beberapa orang sudah berada di dalam lift, tapi Daisy tidak sempat memperhatikan siapa saja. Dia dengan cepat meminta maaf dan berkata, "Maaf, maaf...tolong tekan lantai 20," sambil mengambil napas dalam-dalam. Dia berdiri di sudut, mencoba menenangkan diri.
Daisy begitu cemas dan gugup. Lantai 5, 10, dan 15 terlewati dengan cepat. Akhirnya, di lantai 20, pintu lift terbuka. Dengan buru-buru, dia keluar tanpa memperhatikan apa yang ada di depannya, dan langsung menabrak seseorang yang berdiri di luar lift. Hampir terjatuh, Daisy terkejut ketika sebuah tangan dengan sigap menahannya sebelum tubuhnya mencapai lantai.
"Apa kamu baik-baik saja?" suara lembut Raphael terdengar, membuat Daisy terdiam sejenak. Dia cepat-cepat berdiri, masih merasa canggung. Raphael juga tampak sedikit kaget, tetapi dengan cepat tersenyum memastikan keadaannya. Di belakang Raphael, berdiri seorang pria lain yang tampak sangat rapi dan berwibawa, mengenakan setelan jas mahal dengan sikap tenang namun tegas.
"Kamu harus lebih berhati-hati lain kali," ucap pria yang berada di belakang Raphael dengan ramah, suaranya dalam tapi sopan. Daisy hanya bisa mengangguk dengan perasaan gugup, tidak tahu bagaimana harus bereaksi.
Pria itu menatap mereka berdua sejenak sebelum melanjutkan langkahnya, memasuki lift yang baru saja Daisy tinggalkan. "Baiklah kalau begitu, saya pergi duluan. Kalian berdua menyusullah dengan yang lain," katanya dengan tenang, seolah tidak ada yang terlalu penting dari insiden kecil tersebut.
Daisy hanya bisa memandang dengan penuh rasa bingung saat pria itu menghilang di balik pintu lift yang tertutup.
"Kamu terlambat," ucap Raphael dengan nada yang sedikit mengingatkan.
"Hah! Matilah aku, bagaimana ini?" Daisy benar-benar cemas sekarang. Rasa takut mulai menjalar di dalam dirinya, membuatnya panik. Namun, Raphael mencoba menenangkan situasi dengan nada yang lebih santai. "Sudah tidak apa-apa, Pak Dwight bilang kalau kamu sudah menyelesaikan proposal design itu. Jadi kamu pasti tidak akan kena marah karena hal itu."
"Huh? Ah iya, saya sempat mengirim file proposal itu tadi dalam perjalanan," jawab Daisy dengan suara yang terdengar memelas. "Saya juga izin telat karena terlambat bangun mengerjakan itu..."
"Kamu orang yang sangat berambisi ya"
"Tidak...tidak, saya tidak begitu" Suaranya bergetar.
Melihat tingkah Daisy yang begitu khawatir, Raphael tersenyum kecil. "Sudahlah, jangan terlalu khawatir. Ayo kita masuk. Pak Jake dan Pak Dwight sudah menunggu mu karena ada hal mendesak yang perlu dibahas."
"Saya? Kenapa?"
"Tentu saja untuk memastikan proposal yang telah kamu buat, Pak Jake mengatakan bahwa proposal kamu sangat bagus, namun ada beberapa hal yang perlu dipastikan sebelum itu di presentasi kan"
Sambil berjalan menuju ruang kerja, Raphael menjelaskan apa yang terjadi sebelum kedatangan Daisy. Hingga pernyataan terakhir membuat daisy kaget.
"A..a.apa? Pak Matthew?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Penolakan Kita
Romance[Dalam Tahapan Re-upload] Kisah cinta kompleks yang berpusat pada hubungan antara Dean Othman Dallas, seorang pemimpin tangguh dan tegas, dan Daisy Alyssa, seorang wanita cerdas namun penuh keraguan. Dean, yang dikenal karena kemampuannya dalam meng...