21

11 1 0
                                    

Hari itu, Daisy tidak tahu harus berkata apa. Kebingungan menyelimuti pikirannya, dan ia hanya mengangguk samar. Dean tersenyum tipis dan menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, sebelum akhirnya mereka berpisah dengan perasaan yang menggantung di udara. Namun, setelah momen itu, Daisy tidak pernah melihat Dean seperti sebelumnya.

Dean menjadi lebih jarang terlihat. Bahkan ketika mereka berada di kantor, ruangan yang sama, Dean tidak pernah melihat ke arah Daisy, seolah Daisy tidak ada di sana. Bagi Dean, Daisy hanyalah bagian dari pemandangan yang sibuk-bukan sesuatu yang perlu diperhatikan.

Rapat demi rapat berlangsung, pertemuan menjadi lebih intens karena tuntutan pekerjaan, tetapi tidak ada tanda-tanda Dean sedang menanti Daisy. Di depan semua orang, Dean selalu bersikap profesional-dingin, tegas, dan berwibawa. Ia berperan sempurna sebagai atasan yang fokus pada pekerjaannya, seperti yang sering digambarkan oleh rekan-rekannya.

Daisy merasa ada yang berbeda. Setiap kali Dean berada di dekatnya, ada jarak tak kasat mata yang membatasi mereka. Daisy mencoba untuk mengabaikan perasaan yang muncul-rasa kecewa dan rasa yang sulit diungkapkan. Ia berusaha keras untuk bersikap biasa, namun bayangan ucapan Dean terus terngiang di pikirannya.

Hingga tiba hari itu-Acara sosial tahunan perusahaan yang selalu meriah. Sebuah pameran besar diselenggarakan untuk menunjukkan pencapaian perusahaan selama setahun terakhir, menampilkan demo game, teknologi canggih, dan presentasi yang memukau. Acara ini bukan sekadar perayaan internal, tetapi juga kesempatan besar bagi perusahaan untuk memamerkan inovasi di hadapan para investor dan perusahaan lain yang hadir. Semua orang sibuk memastikan kesuksesan acara, sibuk menyiapkan stan dan mempersiapkan produk untuk dipamerkan.

Dan, hari ini adalah hari kedua, hari terakhir dari acara besar yang dilaksanakan, para tamu yang hadir adalah orang-orang penting dari berbagai perusahaan ternama. Malam itu, pegawai dan tamu hadir dalam balutan jas dan gaun yang megah, mencerminkan suasana formal dan eksklusif yang mendominasi ruangan. Namun, di antara semua kemewahan itu, Daisy tampak berbeda. Ia mengenakan gaun berwarna krem polos sederhana, yang kontras dengan pakaian berkilauan para tamu lainnya. Perasaan malu menjalari hatinya, merasa bahwa penampilannya tidak sebanding dengan standar acara yang begitu glamor. Namun, Raphael, yang selalu setia di sampingnya sejak awal acara, terus berusaha menghiburnya.

"Kamu terlihat sangat cantik, Daisy," Raphael berbisik dengan lembut, mencoba menyemangatinya. Daisy menoleh, mendapati senyum tulus Raphael yang seolah mencoba meyakinkannya bahwa ia berharga, meski hanya dalam balutan yang sederhana.

"Terima kasih, Raphael," ucap Daisy lirih, sembari menundukkan kepala. Meski masih merasa malu, keberadaan Raphael di sisinya membuat hatinya sedikit lebih tenang. Mereka duduk di sudut ruangan yang mewah, di mana lampu gantung kristal bersinar indah di langit-langit, memantulkan cahaya yang berkilauan di sekeliling.

Suasana semakin riuh ketika tamu-tamu penting mulai berdatangan, lengkap dengan para wartawan yang berlomba-lomba mengabadikan momen berharga malam itu. Suara jepretan kamera dan deretan pertanyaan terdengar bising, memenuhi lorong menuju ballroom besar tempat acara berlangsung.

Daisy duduk di bangkunya, matanya tak lepas mengamati satu per satu tamu yang melangkah masuk. Ada rasa kagum saat ia melihat para tamu yang hadir-wajah-wajah sukses dan berpengaruh, orang-orang yang telah mencapai banyak hal dalam hidup mereka. Namun di tengah kekaguman itu, hatinya berdegup lebih cepat setiap kali pintu terbuka, takut melihat sosok yang telah mengusik pikirannya, Dean.

Daisy menyadari betapa kontras dirinya dengan Dean. Ia hanyalah seorang pegawai magang biasa, sementara Dean adalah sosok pemimpin yang selalu menarik perhatian dimana pun ia berada. Daisy merenung, mengingat kembali momen ketika Dean memintanya untuk menikah dengannya. Kini, permintaan itu terasa jauh dan tak berarti lagi. Hati Daisy terasa perih, mungkin Dean sudah menyadari bahwa orang yang ia cari dan butuhkan bukanlah dirinya.

Diantara Penolakan KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang