12

16 3 0
                                    

Keheningan menyelimuti ketiganya setelah Dean selesai mengoleskan salep pada kaki Daisy. Suasana terasa canggung, dan Daisy berterima kasih dengan suara yang hampir tak terdengar. Dia mencoba menurunkan kakinya dari pangkuan Dean, merasa tak nyaman dengan situasi itu. Namun, saat kakinya baru saja bergerak sedikit, Dean dengan sigap menahannya.

"Ian, bawa mobil kemari," perintah Dean dengan nada tegas, tanpa memandang Ian. Ian yang sedari tadi hanya diam memperhatikan, langsung bergerak cepat tanpa sepatah kata pun.

Sebuah mobil mewah berhenti tak jauh dari mereka. Daisy menatap kebingungan, perasaan was-was mulai merayapi dirinya. Namun, sebelum ia bisa sepenuhnya memahami situasi, Dean tiba-tiba menggendongnya lagi dengan cekatan.

"Tunggu! Hei, kamu mau bawa saya ke mana?!" teriak Daisy dengan suara bergetar. Tubuhnya memberontak di pelukan Dean, namun sia-sia.

Dean tetap tenang, tidak memedulikan teriakan dan rontaan Daisy. Tubuhnya kokoh seperti patung, seakan tidak terpengaruh sama sekali oleh usaha Daisy untuk melepaskan diri. Tanpa berkata sepatah kata pun, Dean melangkah menuju mobil yang telah berhenti di dekat mereka.

"Kau akan aman. Percayalah," kata Dean dengan suara tenang namun tegas, meski tatapannya tetap lurus ke depan.

Daisy terus meronta, mencoba memukul bahu Dean, tapi ketika ia mencoba memukul bahu itu, tangannya lah yang sakit.

"Aww!" Itu adalah pukulan ringan tapi membuatnya merintih karena luka akibat terjatuh kemarin malam.

Dean berhenti sejenak melihat kearah rintihan itu, Luka. Dia baru menyadari bahwa tangan wanita yang ia gendong itu juga sedang terluka. Langkah nya semakin tegas menuju mobil.

Ian membuka pintu belakang mobil, tatapannya sekilas bertemu dengan pandangan panik Daisy, tapi tidak ada ekspresi yang bisa Daisy tangkap dari wajah Ian.

"Turunkan saya! Kumohon! Saya tidak mau pergi!" Daisy berteriak, nadanya penuh putus asa.

Dean dengan hati-hati memasukkan Daisy ke dalam mobil, memastikan dia duduk dengan nyaman meski Daisy terus bergerak gelisah. Setelah Daisy berada di dalam, pintu mobil ditutup dengan bunyi yang nyaring, seperti menandai akhir dari setiap perlawanan yang Daisy coba lakukan.

"Ini untuk kebaikanmu," ucap Dean pelan sebelum menutup pintu mobil sepenuhnya, meninggalkan Daisy yang masih terengah-engah di dalam.

Daisy memandang keluar, melihat Dean dan Ian berbicara singkat sebelum Ian mengambil tempat di kursi pengemudi dan Dean disebelahnya.

Mobil perlahan mulai bergerak, menjauh dari tempat di mana Daisy merasa semuanya mulai kacau.

Daisy, dengan wajah memerah menahan amarah, menoleh tajam ke arah Dean. "Dasar penculik!" suaranya melengking, menggema di dalam mobil. Tatapannya menusuk, penuh kebencian. Dean, yang sedari tadi diam mengamati, kini mulai kehilangan kesabaran.

"Diamlah!" perintahnya, nada suaranya dingin menusuk. Daisy tertawa sinis. "Diam? Setelah apa yang kau lakukan? Membawaku seenaknya!" Ia menunjuk ke luar jendela. "Aku ingin pulang!" Teriak Daisy menghilangkan kesopanan pada tiap katanya.

"Dimana?" Tanyanya tenang walau wajahnya tampak kusut.

"Apa?!"

"Hah.. Kau bilang kau ingin pulang, kan?" Dean menghela napas berat. "Katakan alamatnya, kita akan pulang setelah dari rumah sakit-"

Sebelum dean mengakhiri perkataannya. Daisy menolak dengan sangat tegas. "Enggak! Aku akan pulang sendiri"

Dean melirik sekilas ke arah Daisy, sudut matanya menggambarkan ketajaman yang mematikan. Daisy yang menyadari tatapan itu langsung terdiam. Tapi itu tidak mengakhiri pemberontakan nya.

Diantara Penolakan KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang