"Kau?!" seru Daisy, matanya membesar, penuh keterkejutan. "Apa yang kau lakukan di sini?!" Suaranya terdengar panik dan marah sekaligus. Di hadapannya berdiri sosok yang tak ia sangka akan muncul lagi—Dean, pria yang tadi siang membawanya ke rumah sakit dengan cara yang seenaknya.
Daisy masih memandangi Dean dengan tatapan tak percaya. Kenapa dia ada di sini, di depan tempat tinggalnya? Setelah semua yang terjadi tadi siang, Dean bersikap seolah tidak ada yang salah, dan kini tiba-tiba saja dia muncul di depan pintunya. Pikiran Daisy penuh pertanyaan, campur aduk antara rasa kesal dan kebingungan.
Dean hanya berdiri di sana, tampak tenang, namun kilatan kelelahan di matanya mulai terlihat lebih jelas. Wajahnya yang biasanya datar menunjukkan sedikit keraguan. Daisy menggenggam pintu dengan erat, jemarinya bergetar karena campuran emosi yang terus memuncak, antara marah, bingung, dan takut.
"Aku..." Dean memulai, suaranya serak seolah enggan mengucapkan kata-kata itu. "Izinkan aku masuk."
"Apa?!" Daisy mendengus, tawanya terdengar sinis. "Kau gila ya? Setelah sikap sombongmu tadi siang, kau mau masuk ke rumahku sekarang?"
Dean menghela napas panjang, tampak berusaha menahan diri dari amarah yang mungkin tak ingin ia tunjukkan. "Sebentar saja—"
"Sudah cukup!" Daisy memotong tajam, tatapannya penuh dengan ketidakpercayaan. "Aku tidak mengerti kenapa kau seperti ini. Kita bahkan tidak saling mengenal, jadi pergilah sekarang!"
Daisy berbalik, berniat menutup pintu dengan cepat, tetapi tangan Dean lebih cepat menangkapnya. Daisy terdiam, perasaan takut yang sempat ia lupakan mulai muncul kembali. Tubuhnya gemetar, tapi kemudian ia merasakan sesuatu yang lebih berat—secara harfiah. Dean, yang tadinya berdiri tegak, kini tampak kehilangan keseimbangan, hampir terjatuh.
"Hei! Kau kenapa?!" Daisy bertanya panik. Dia menoleh, dan melihat wajah Dean yang kini tampak pucat, matanya setengah tertutup. Dean terhuyung, tubuhnya yang besar semakin berat, membuat Daisy hampir kehilangan keseimbangan. Daisy merasakan perbedaan berat yang sangat mencolok, dan semakin gemetar karena kekuatan tubuhnya sendiri tidak cukup untuk menopang.
"Hei, apa kau pingsan?!" Daisy bertanya dengan nada cemas, mencoba melihat lebih dekat. "Kau terluka?" Daisy terus mengajukan pertanyaan, tapi pria itu tidak menjawab, hanya terdiam dengan napas berat yang tidak beraturan.
Dalam situasi yang mendesak dan serba tak menentu, Daisy akhirnya memutuskan untuk menarik Dean masuk ke dalam rumah. Ia tidak cukup kuat untuk menggendong tubuh besar pria itu, apalagi dengan kondisi tangan dan kaki yang terluka. Dengan sekuat tenaga, Daisy menyeret Dean, lalu membaringkannya di lantai ruang tamu. Napasnya terengah-engah, kelelahan bercampur dengan rasa panik yang masih menyelimuti pikirannya.
Daisy duduk di lantai, berlutut di samping Dean yang masih terbaring diam. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran, seolah-olah melihat seseorang yang ia kenal baik, padahal pria ini adalah orang asing baginya. Napas Dean terdengar berat dan tak beraturan, membuat Daisy semakin panik. Ia tak tahu harus berbuat apa, otaknya dipenuhi kebingungan. Keadaan ini membuatnya lebih tidak berdaya daripada yang pernah ia rasakan sebelumnya.
"Hei, bangunlah!" Daisy mengguncang bahu Dean dengan hati-hati, tapi pria itu tetap tidak merespons. Dengan jari-jarinya yang gemetar, Daisy menekan-nekan dada Dean, mencoba membangunkannya dengan cara apa pun yang terpikirkan olehnya. "Kumohon, kau tidak mati, kan?" suaranya mulai terdengar gemetar, setengah ketakutan, setengah putus asa. "Aku mohon, jangan mati di sini."
Daisy menyentuh dahi Dean dengan lembut, merasakan suhu tubuhnya yang hangat, meski tidak terlalu panas seperti orang yang demam tinggi. Rasa lega bercampur cemas masih membebani pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Penolakan Kita
Romance[Dalam Tahapan Re-upload] Kisah cinta kompleks yang berpusat pada hubungan antara Dean Othman Dallas, seorang pemimpin tangguh dan tegas, dan Daisy Alyssa, seorang wanita cerdas namun penuh keraguan. Dean, yang dikenal karena kemampuannya dalam meng...