Bonus Chapter (2)

27.9K 1.4K 57
                                    

⚠LEAVE VOTE AND COMMENTS⚠

Wanita yang berusia dua puluh tujuh tahun itu memandang kosong jendela kamarnya yang terbilang besar itu. Tatapan wanita itu kosong dan matanya sudah membengkak.

Ingatannya kembali pada kejadian seminggu yang lalu dimana ia kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupannya.

*flashback on*

Bulan menangis histeris saat ia mengetahui bayi di dalam kandungannya tak selamat. Wanita itu mendorong dokter, suster, hingga suaminya--Bintang yang setia mendampinginya selama di rumah sakit itu.

"GAK! DOKTER SALAH! GAK MUNGKIN ANAK SAYA MENINGGAL!" Bulan menjerit histeris sambil menarik seprei ranjang rumah sakitnya.

"Bintang, kamu bilang sama aku kalo ini cuma mimpi. Ya kan? Atau kamu kasih suprise ke aku? Ah Bintang kamu jangan becanda sekarang! Aku gak suka!" Bulan meraih tangan suaminya lalu memohon histeris.

Bintang menyeka air matanya dan ia memeluk istrinya erat. "Maaf, Lan. Maaf. Tapi anak kita emang udah gaada. Tuhan lebih sayang sama anak kita jadi dia dipanggil lebih dulu."

Bulan mendorong Bintang yang membuat cowok itu sempat mundur beberapa langkah. Wanita itu mencabut kasar infusnya lalu ia turun dari ranjang. "Kalian semua gak pinter acting! Saya mau ketemu sama anak saya!"

"Maaf, Nyonya Samudra. Bayi anda tidak dapat bertahan karena faktor pendarahan anda yang cukup hebat. Kami sudah mencoba sebaik kami namun Tuhan sudah berkehendak lain."

"Bullshit! Kata-kata itu sudah sering diucapkan sama dokter di luar sana! Sekarang mana anak saya!? Saya mau ketemu, Dok!" Bulan mencengkram pundak Dokter itu dengan kuat.

Ferry dan Rhiana yang mendengar suara histeris anaknya dari luar kamar rawat, langsung masuk ke dalam tanpa permisi. Rhiana segera menahan Bulan. "Bulan sayang, tenang Nak. Kondisi kamu masih lemah."

"Gak, Ma! Anak Bulan mana!?"

"Yaampun, Bulan kenapa kamu jadi seperti ini." Rhiana menangis melihat keadaan anaknya yang sangat kacau.

"Ma, mama keluar aja. Biar Bintang yang ngurus Bulan." bisik Bintang yang membuat Ferry setuju lalu ia membawa istirnya keluar dari kamar.

"Dokter, suster? Bisa tolong kalian tinggalkan saya dengan istri saya?"

Dokter yang berusia setengah abad dan suster yang bertugas itu mengangguk setuju lalu mereka menghilang dibalik pintu.

Bintang menatap iba istrinya yang sedang menangis tersedu-sedu di lantai. "Sayang..."

"Hey, Bulan." panggil Bintang sekali lagi. Lelaki itu menyelipkan anak rambut istrinya di balik telinganya.

"Sayang, denger aku. Semua akan baik-baik aja." bisiknya lembut tepat di telinga Bulan.

Bulan menggelengkan kepalanya. "Baik-baik aja!? Anak kita meninggal kamu bilang baik-baik aja!? Kamu gila!?"

Bintang memeluk Bulan begitu hangat dan memberi kenyamanan untuk istrinya. Biasanya, pelukan Bintang bisa membuat Bulan merasa lebih baik.

"Kenapa Tuhan gak adil, Bintang!? Aku cape!" Bulan histeris dalam pelukan suaminya.

"Kamu tuker nyawa aku sama anak kita. Aku rela mati asal anak kita kembai lagi, Bintang." Bulan kini menatap Bintang penuh harapan. Mata coklat wanita itu terlihat begitu rapuh.

Bintang meneteskan air matanya lalu menggelengkan kepalanya. "Ini udah kehendak dari Tuhan, sayang. Kita harus bisa menerimanya walaupun sulit."

(Antara) Bintang Bulan - [ABS 1] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang