Enam A:: Akibat Ketiduran

37K 2.2K 33
                                    

Sorry if there's any typo(s)

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi tapi Bulan masih tertidur pulas dengan memeluk boneka besar di sampingnya. Memang sudah menjadi kebiasaan Bulan saat weekend, pasti ia akan bangun sesiang mungkin. Bahkan waktu itu gadis itu pernah baru bangun jam satu siang.

Menurutnya, ia tidak perlu bangun pagi saat weekend. Kenapa? Karena ia merasa percuma kalau bangun pagi tapi tidak ada orangtua yang menyempatkan waktu di weekend untuk family time. Mama dan papanya sangat jarang berada di rumah. Mereka berdua terlalu sibuk dengan urusan kerjaannya masing-masing dan hal itu membuat hubungan mereka dengan Bulan renggang.

Tanpa disadari, pintu kamar hitam Bulan terbuka dan terlihat Rhiana—Mamanya Bulan sudah mengenakan busana kerja rapi dengan koper di sebelah kanan dan kiri.

Rhiana meninggalkan dua koper itu di depan pintu lalu melangkahkan kakinya menghampiri anak perempuannya yang masih tertidur pulas di atas kasur. Rhiana menggelengkan kepalanya pelan saat melihat tingkah anaknya yang sudah jam sembilan pagi namun tak kunjung bangun.

Rhiana mengambil remote AC yang terletak di meja rias Bulan lalu menekan tombol off. Ia terkekeh pelan saat melihat Bulan tertidur dengan memeluk giant teddy bear yang berwarna putih. Rhiana tersenyum miris saat ia mengingat asal-usul bonekanya dan merasa sebagian besar hatinya teriris melihat boneka yang menyimpan kenangan itu.

"Bulan sayang, bangun. Udah pagi." Rhiana duduk dipinggir kasur lalu menepuk pipi anaknya pelan.

Bulan tak memberikan respon. Mata Bulan masih terpejam dan napasnya masih teratur menandakan Bulan memang sedang pulas.

"Astaga, ini anak susah dibangunin bener sih."

Rhiana menarik selimut Bulan. Lalu menggoyang-goyangkan pundak anaknya.

Bulan hanya menggeliat pelan. Matanya masih terpejam dan enggan untuk bangun. Rhiana yang merasa geram pun langsung membuka tirai jendela kamar anaknya yang berukuran cukup besar itu dan kebetulan langit sedang cerah pagi ini. Sinar matahari pun berhasil menyinari kamar Bulan.

Rhiana mengambil penggaris besi yang berada di meja belajar Bulan lalu mengetuk-ngetukkannya pada sisi jendela sehingga menimbulkan suara keras. "Bangun anak Mama tercantik!"

Akibat suara yang cukup keras itu, Bulan berhasil melotot dan terbangun dari mimpinya yang indah. "Aduh, Mama apa-apaan sih!?" Bulan mengacak-ngacakkan rambutnya kasar.

"Kamu yang apa-apaan Bulan! Udah jam sembilan belum bangun! Anak gadis nggak boleh bangun siang-siang!"

Bulan mengerucutkan bibirnya tidak suka. "Kok Mama bisa di sini?"

"Ya ini rumah Mama lah ya jelas Mama bisa ada di sini. Kecuali ini rumah tetangga baru patut dipertanyakan."

"Bulan serius," ketus Bulan yang menatap Rhiana dengan nada ketus.

"Mama baru balik kok malah diketusin sih?"

"Ya tumben aja, bisa balik ke rumah, biasanya kan kalo balik ke rumah paling cuma ngambil keperluan kantor habis itu pergi lagi."

"Bulan, Mama nggak—"

"Bulan ngomongin fakta kok, Ma. Paling Mama bentar lagi pergi lagi buat ngurusin urusan kantor. Papa juga. Mama sama Papa sama sibuknya ngalahin Presiden," sindir Bulan.

"Bulan sayang, Mama sama Papa kan harus nyari uang buat kebutuhan kamu. Supaya kehidupan kamu terjamin." Rhiana berusaha sabar untuk menghadapi anak perempuan satu-satunya ini.

"Terjamin? Hidup tanpa perhatian orangtua dan kasih sayang Mama sama Papa itu bisa buat hidup Bulan terjamin? Terjamin suram maksud Mama?"

Satu tamparan berhasil mulus di pipi Bulan. Rhiana pun membelalakan matanya tak percaya karena ia barusan menampar anaknya sendiri. Ia hilang kendali.

(Antara) Bintang Bulan - [ABS 1] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang