Tiga Puluh Tiga:: Rindu

24.5K 1.8K 63
                                    

LEAVE VOTE AND COMMENTS

Mukjizat.

Itu yang digambarkan saat ini. Awalnya, hembusan napas Bulan berhenti sesaat sebelum ambulans datang namun ketika dirinya sudah di rumah sakit, detak jantung gadis itu berfungsi lagi yang membuat Rafka bersyukur bukan main.

Di koridor ICU, terdapat Mama dan Papa Bulan yang sangat khawatir. Rhiana tidak hentinya menangis yang membuat Rafka teriris melihatnya.

"Ma...udah jangan nangis. Zildan disini." ujar Rafka berusaha menenangkan ibu kandungnya. Ingatan Rafka telah kembali total yang membuat cowok itu ingat semuanya. Evan yang notabenenya sebagai penyelidik dalam kasus kecelakaan keluarga Bulan pun sudah mendapatkan bukti dan informasih yang kuat bahwa Rafka dan Raffa itu adalah Zildan dan Zibran yang hilang empat tahun yang lalu.

"Adik dan kembaran kamu...sekarat disana. Kenapa pertemuan kembali keluarga kita harus berujung seperti ini?" Rhiana menangis yang membuat Rafka tak tega. Cowok yang masih mengenakan seragam SMA Angkasa itu memeluk ibunya dengan erat.

"Kita doaiin yang terbaik aja buat mereka, Ma."

Ferry yang melihat itu tak dapat membendung tangisannya. Ia memeluk Rafka serta istrinya. "Zildan janji ya, sama Mama Papa, jangan ninggalin kita lagi?"

Rafka mengangguk. "Zildan janji."

Disisi lain, Bintang berlari mencari ruangan dimana gadisnya berada. Cowok itu berlari mengabaikan suasana sekitar dan Bunda serta Papa, Lala, Tari, dan Al di belakang. "Abang jangan lali lali! Ntal jato!" teriak Lala namun Bintang mengabaikannya.

Sesampainya ditujuan, Bintang menghentikan langkahnya tepat di depan pintu ICU. Pintu tersebut terdapat kaca kecil sehingga dirinya bisa mengintip pasien di dalam. Ia meneguk salivanya berat lalu memberanikan diri untuk melihat ke kaca tersebut.

Bintang menggelengkan kepalanya tak percaya. Ia melihat Bulan terbaring lemah di dalam sana dengan banyak selang pada diri gadis itu. "Bilang sama gue, kalo ini cuma mimpi!"

"Bintang, yang---"

"Gak om! Baru tadi sore Bintang ketemu sama Bulan. Tapi--kenapa dia bisa ada di dalem sana!?" Mata Bintang berkaca-kaca saat ini. Wajahnya sangan merah dan napasnya tidak beraturan.

"Sayang, jangan panik." Anya--Bundanya menghampiri anak sulungnya dan berusaha menenangkannya.

"Siapa yang berani nabrak dia!?"

Rafka yang sedari tadi diam pun kini mengangkat bicara. "Mobilnya masih dicari sama polisi. Lo harus tenang, Bintang. Disini yang khawatir banyak. Bukan cuma lo doang."

Bintang menggelengkan kepalanya lalu kembali mengintip Bulan dari kaca pintu ruangan ICU. Ia menatap nanar gadisnya yang terbaring lemah lalu pergi meninggalkan koridor ICU.

"Abang inyang! Lala itut!" Lala berlari kecil diikuti Tari dengan Al. Anya yang hendak mengikuti anaknya itu ditahan oleh Evan. "He needs time, Bunda." Anya mengangguk pasrah dan membiarkan Bintang pergi entah kemana.

Di taman rumah sakit ini, Bintang berada. Cowok itu menutup wajahnya lalu isakkan mulai terdengar. Al dan Tari saling melempar pandangan lalu duduk di samping Abangnya yang terlihat sangat kacau sedangkan Lala memeluk tubuh besar abangnya.

"Abang...jangan cedih. Pasti Kaka inces gak suka ngeliatnya." ucap Lala yang berusaha menghibur abangnya.

"Bener kata Lala, Bang. Abang berdoa aja supaya Kak Bulan cepet sembuh." ucap Al yang dibalas anggukan setuju dari Tari.

"Abang...takut kehilangan." ucap Bintang lirih. Al, Tari, dan Lala pun spontan memeluk abangnya itu. "Kita berdoa buat, Kak Bulan sama Kakaknya yuk bang?"

(Antara) Bintang Bulan - [ABS 1] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang