11. Sadar

23 4 0
                                    

*Rae-Han PoV*


"Jadi gua gak bisa bohong ke lo dong?"

Cecillia memasukkan sepotong kentang goreng ke mulutnya, kemudian mengangguk. "Yap, benar sekali. Makanya jangan boong mulu!"

Aku dan Cecillia sedang berada di restoran fastfood di mall yang cukup besar. Awalnya ia meminta untuk makan di cafe es krim, tapi aku tidak setuju karna baik aku maupun dia sesama belum makan.

"Gue nggak bohong kok." aku membela diri.

"Iya gak bohong, tapi nyembunyiin masalah."

Tepat sasaran.

Lebih baik menghindar.

"Dokter Kayoru bilang dulu rambut lo juga coklat kek Selly."

Cecillia tersedak saat aku mengatakannya. Ia menyambar float yang tadi ia pesan dan meminumnya dengan ganas. Kenapa?

"Ekhm, iya. Emang kenapa?" Cecillia memilih untuk fokus ke makanannya daripada menatapku.

"Kenapa sekarang jadi pirang?" aku balik bertanya.

"Pernah rontok karna salah pake shampo, tiba-tiba jadi pirang aja." Cecillia sudah menghabiskan maknannya, kemudian ia meminum float yang tersisa sampai habis.

"Yaudah, kita kemana sekarang?" aku berdiri, kemudian menatapnya.

Cecillia memeriksa tasnya. Ia mengeluarkan hpnya yang bergetar, kemudian meletakkannya ke telinga.

"Moshimoshi?* ..... Lia ada di mall ..... Onii-chan, jangan gitu. Lia pulang sekarang."

Cecillia mematikan sambungan telfon di smartphonenya dan memasukkannya ke dalam tas dengan kesal. Ia menatapku dengan tatapan kesalnya. "Pulang."

Aku memutar bola mata. Kemudian menariknya pergi dari mall yang besar ini.

-

*Moshimoshi? : Halo? (translate Jepang-Indonesia)

-~~~-

Lagi-lagi aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Cecillia memang bisa mengusir fikiran yang menggangguku, namun hanya sementara waktu. Fikiran ini kembali dan terus menghantuiku saat aku akan tidur.

Aku mengambil botol obat yang kini hanya tinggal beberapa butir. Suara-suara itu terus terdengar di telingaku. Padahal aku sudah memakai penutup telinga dengan harapan suara itu akan menghilang. Tapi tetap saja tidak berubah.

Secercah cahaya membuatku melihat ke arah pintu. Kakakku sedang menatapku dengan tatapan khawatirnya. Ia mendekatiku, kemudian duduk di sampingku. Tangannya perlahan mengambil botol obat di tanganku. Aku mencengkram botol obat itu dengan keras, melarang kakakku untuk mengambilnya. Kakakku tidak kembali berusaha mengambil. Ia malah tersenyum, senyum yang dipaksakan.

Kakakku perlahan membawaku ke pelukannya. Ia mengusap punggungku dan membiarkan kepalaku bersandar di bahunya. Perlahan tangannya melepaskan penutup telinga yang kupakai.

"Nuna, jangan." aku menahan tangannya yang berusaha melepas penutup telinga kananku. 

"Nuna tau kamu pasti stres karna suara yang terus-terusan kamu denger. Tapi kamu juga harus tau kalau suara itu akan terus ada kalau kamu terus terjebak di masa lalu."

Kakakku melepas pelukannya. Ia memegang kedua sisi kepalaku dan membuatku lurus menatapnya. Matanya berkaca-kaca, tidak jauh beda dengan mataku. "Kamu harus coba untuk keluar. Kamu harus sadar kalau kamu bisa melangkah ke depan. Kamu nggak boleh terus-terusan begini."

Aku mendengar kata demi kata yang dikeluarkannya dengan sepenuh hati. Suaranya bergetar melawan air mata yang ingin turun dari mata coklatnya. Dia benar. Kakakku selalu benar.

Malam ini ia menemaniku tidur dengan terus berada di sampingku. Biasanya lampu di kamarku terus mati, membuat kamarku gelap seperti hidupku. Sekarang kakakku menghidupkannya. Selain karena kakakku tidak suka gelap, ia juga berharap hidupku yang gelap sedikit berubah. Langkah awal yang bagus.

-~~~-

"Saya suka sekali dengan pasangan muda ini." Pak Asep dengan berapi-api menunjukkan rekaman saat-saat romantis Cecillia dan aku saat acara modelling hari Sabtu. Ia menghubungkan laptopnya dengan infocus kelas, kemudian menghidupkan rekaman itu. Sudah bisa ditebak bagaimana ekspresi makhluk hidup di kelasku.

"Drama banget anjir!"

"Anjeng gua juga mau digendong sama doi."

"Sadar badan lo, Ul!"

Pak Asep mematikan video rekaman itu saat sudah selesai. "Ada baiknya kita berpositive thinking dari video tidak senonoh tadi. Kenyataannya pada saat itu Cecillia tiba-tiba pusing dan berbisik ingin cepat-cepat ke belakang panggung. Tapi Rae-Han mikir kalau Cecillia bisa saja pingsan di tengah catwalk. Makanya mending digendong saja."

Makhluk hidup di kelas itu ber oohhh ria sambil berbisik kecil. Agatha juga tidak berada di sini karena dimintai tolong oleh guru yang mengajar sebelum Pak Asep dan belum kembali sampai sekarang. Kelas ini menjadi makin menyebalkan. Masa bodo lah. Mau percaya mau tidak ya terserah mereka semua. Aku berdiri, kemudian permisi ke UKS dengan alasan tidak enak badan. Tanpa menunggu izin, aku langsung pergi meninggalkan ruangan itu. 

Saat sampai di UKS, aku menemukan Cecillia yang sedang duduk di atas salahsatu kasur UKS. Ia menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya. Lalu seseorang mencoba membuka tangan itu. Mereka bertatapan sebentar, kemudian saling tersenyum.

Agatha.

Jadi dari tadi disini, huh?

Sentuhan tangan seseorang membuatku melihat ke belakang. Shana dengan kantong plastik berisi roti dan susu kemasan menatapku dengan tatapan aneh. "Ngapain lo disini?"

"Gue bolos, males belajar. Lo sendiri?"

Shana mengangkat kantong plastiknya tepat di depan wajahnya, kemudian kembali menurunkannya. "Temen gua lagi sakit, ya harus dirawat lah."

Aku menahan tangannya saat ia akan menuju ke tempat Cecillia. "Mungkin lo jangan ke sana dulu."

Shana mengerutkan keningnya. Ia mengintip melalui celah diantara gorden pembatas kasur di sini dan melihat Cecillia yang sedang mengobrol dengan Agatha. Shana kembali mendekatiku, kemudian mengangguk. "Yaudahlah, jangan ganggu dulu."

Aku dan Shana melangkah menuju kantin. Disana adalah alternatif tempat untuk menghabiskan waktu saat bolos selain UKS dan perpus.

Shana duduk di sampingku sambil mengemut choki-choki. "Han, mau tau sesuatu?"

Aku melihat ke arahnya. "Apa?"

"Sebenernya Cecillia suka sama Agatha, makanya gua kenalin dia ke kalian. Gua juga ajak lo sama Agatha ke acara modelling Cecillia sebenernya cuma buat pendekatan dia sama Agatha."

Begitukah?

"Oh, gitu."

"Trus waktu kita sama-sama makan es krim. Lo tau? Malemnya dia langsung chat gua koar-koar kalau hari itu dia seneng banget!" Shana tersenyum bangga. "Baik banget kan gue?"

"Tapi kan Agatha player, Cecillianya nggak lo ingatin?"

Shana mengangguk. "Katanya semua orang bisa berubah, termasuk Agatha. Bisa aja kan?"

Semua orang bisa berubah.

Dia benar.

"Yah, bisa aja."

-~~~-

Salam sayang reader Pricil tersayang =~=

Maafkan Pricil yang sering typo ini...

Makasih yang udah mau baca sampai sejauh ini :">

Salam.

#Pricillia

Secret About UsWhere stories live. Discover now