.
.
.
BLEDAMM!!!
Tubuh Falcon terlempar. Menghantam batu besar yang langsung hancur menjadi kepingan. Ia tersungkur di atas tanah dengan tubuh penuh luka, darah segar mengalir dari pelipisnya.
Satu tangan ia gunakan untuk mendekap dadanya yang terasa nyeri, sementara tangan yang lain ia gunakan untuk menopang tubuhnya.
Napas Falcon terengah, beberapa kali terbatuk hingga memuntahkan darah. Sementara maniknya menatap lekat pria bersurai legam dengan manik semerah darah yang masih melayang di udara, berdiri dengan gagah di atas lelehan sungai lava yang tercipta dari lesatan pedang milik sang penguasa kegelapan.
Dengan beberapa goresan di lengan dan bahu kiri, Danta ikut menapakkan kakinya. Ia mengangkat tangan kanan dan perlahan pedang milik sang raja Lucifer sebelumnya menghilang dari genggamannya.
Sang raja kegelapan mendekat, berhenti di hadapan Falcon yang menatapnya beringas.
Dengan wajah datar tanpa seulas senyuman, Danta menatap musuhnya yang sudah tak berdaya. Bahkan tak sanggup hanya untuk berdiri dan menghindar jika ia kembali melesatkan serangan.
"Pertarungan ini sudah selesai," Sang raja berucap tenang, menatap sekilas sebelum berbalik dan kembali melangkah. "Kau kalah, Falcon."
Menatap punggung Danta yang kian menjauh, Falcon yang masih tidak terima atas kekalahannya semakin menggeram, kedua tangannya terkepal erat.
Dengan manik menajam, ia melafalkan sebuah mantra. Menciptakan anak panah perak di tangan kanannya, dan dengan sisa tenaga, ia melesatkan panah itu ke arah Danta yang berjalan membelakanginya.
Menyadari sesuatu bergerak di belakangnya. Danta melirik dari ekor mata, lalu menyentak jubahnya.
Dengan sigap ia berbalik dan menahan panah itu dengan satu tangan yang memancarkan sinar semerah darah. Hanya dalam hitungan detik, panah perak itu melebur menjadi abu dan tersapu oleh udara panas arena pertempuran.
Danta menatap Falcon beberapa saat, kemudian kembali melanjutkan langkah.
"Sejak awal kau tahu, kau tak 'kan bisa mengalahkanku," ucap Danta sebelum menghilang di balik kabut yang melingkupi tubuhnya.
Sementara itu, Aylmer yang masih bermain kucing-kucingan dengan Lexiz mulai terlihat kewalahan karena sihir sang pangeran Behemoth.
"Sampai kapan kau akan bersembunyi di balik sihir-sihir busukmu itu, Lexiz?!" Aylmer berteriak, sementara kedua tangannya masih sibuk mengayunkan pedang untuk menghancurkan bola api raksasa yang berukuran sepuluh kali lipat dari tubuhnya. Menggelinding hingga membuat tanah yang dipijaknya bergetar seperti gempa.
Ayunan pedang milik Aylmer membuat angin terbelah. Menyeruakkan sinar yang berubah menjadi sambaran petir yang menghancurkan bola api itu dan meledakkannya menjadi debu.
Tapi setelah satu bola berhasil Aylmer hancurkan, selalu tercipta bola api yang sama, dengan cepat kembali melesat ke arahnya. Dan ini adalah bola api ke seratus dua puluh satu yang berhasil Aylmer hancurkan.
Ya, Aylmer Northcliff masih sempat menghitungnya.
Dengan luka hampir di sekujur tubuh, Aylmer masih dapat berdiri tegap meski napasnya mulai ngos-ngosan. Tak jauh berbeda dengannya, kini Lexiz juga dalam keadaan tubuh memar penuh luka.
Bisa dibilang, pertarungan keduanya hampir seimbang jika menghitung sudah berapa banyak sihir yang pangeran Behemoth itu kerahkan dan berhasil membuat Aylmer kalang-kabut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LILY & The DEMON PRINCE ✔️[diterbitkan]
Fantasy(18+) Bayangan yang mengisi kesunyian dalam kegelapan.. Mengisi kekosongan jiwa akibat luka terdalam.. Memberikan kehangatan dalam rengkuhan di setiap deraian air mata.. Kau... mengingatkan bahwa aku tak sendirian. Selalu ada dirimu meski dalam baya...