.
.
.
.
Lily mematung dengan manik membelalak lebar, menatap pria dengan aura kegelapan yang mencekam. Seakan ada paku yang menancap di antara lantai dan kaki hingga membuatnya tak dapat bergerak.
"Sepertinya aku belum memperkenalkan diri dengan benar." Rion mendekat. Ia berhenti tepat di depan Lily dengan jarak hanya tiga kepalan tangan.
"Namaku, Damarion Rensford ... Lucifer."
Manik Lily semakin membola kala mendengar kata 'lucifer'. Selama ini, ia pikir lucifer hanyalah mitos belaka. Iblis yang membuat perjanjian dengan manusia, yang akan mengabulkan apa pun keinginannya, dengan jiwa sebagai balasan. Tapi itu tidak nyata, bukan?
"Tidak mungkin!" bantah Lily setengah berteriak. Kepalanya menggeleng pelan, bibirnya sedikit terbuka.
"Kau ... bukan, Aku tidak percaya." Suara Lily bergetar, ia menatap Rion dengan tatapan yang sulit diartikan, antara takut dan kebingungan.
Rion menaikkan kedua alisnya. "Apa aku perlu membuktikannya?"
Tiba-tiba Damarion melesat, mendorong tubuh Lily hingga membentur dinding di belakangnya. Membuat gadis berambut coklat itu memekik ngilu sesaat.
Dikuncinya tubuh Lily dengan menggenggam erat kedua tangan gadis itu ke samping, sejajar dengan kepala.
"Ri - Rion, apa yang ingin kau lakukan?" Suara Lily terdengar parau, hampir seperti berbisik. Ada ketakutan terselip dari bola matanya yang bergerak gelisah. Takut kalau tiba-tiba Rion mencabik-cabik tubuhnya.
"Bukankah kau ingin bukti?" Rion semakin merapatkan tubuhnya, memajukan wajah hingga hidung mereka hampir bersentuhan.
Dari jarak sedekat ini, Rion dapat mendengar dengan jelas detak jantung dan napas dingin yang memburu menyapu wajahnya. Membuatnya menatap lekat sesaat, sebelum manik emasnya bergerak turun pada bibir mungil Lily yang sedikit terbuka karena ngos-ngosan.
Sementara Lily tak mampu lagi berkata-kata. Napas dan jantungnya yang berdetak tak sesuai irama membuatnya harus terus diam jika tak ingin kehabisan napas. Ia hanya bisa menatap pemilik iris keemasan yang kian mendekatkan wajahnya. Seketika menutup mata saat merasakan sesuatu yang dingin dan lembut menyentuh bibir mungilnya.
..
.
.
.
"Lily ... Lily ...."
Saat suara berat yang khas berbisik merdu di telinga Lily, saat itulah sang gadis berambut coklat terbangun dengan manik membola.
Manik hazel Lily menyapu pandang sebelum akhirnya terhenti pada Rion yang tengah menatapnya dengan senyum semanis gula, dalam posisi tidur miring dengan satu tangan ditekuk untuk menopang kepala -- di sampingnya.
"Jadi itu hanya mimpi?" Lily bermonolog pada dirinya sindiri.
"Mimpi?" Rion membeo seraya merapikan beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantik Lily. Dengan cepat ia mencondongkan wajahnya, "apa kau bermimpi tentangku?"
Gadis itu terdiam. Melirik ke segala arah guna menghindari tatapan menyelidik Rion yang membuat pipinya memanas.
"Rion, Aku kesiangan!"
Dengan cepat Lily bangkit dan berlari keluar kamar, meninggalkan Rion yang masih pada posisinya begitu saja.
Saat punggung Lily telah menghilang di balik pintu, seringaian samar tercetak di wajah tampan Damarion. "Tidak semua mimpi hanyalah bunga tidur, Lily."
KAMU SEDANG MEMBACA
LILY & The DEMON PRINCE ✔️[diterbitkan]
Fantasía(18+) Bayangan yang mengisi kesunyian dalam kegelapan.. Mengisi kekosongan jiwa akibat luka terdalam.. Memberikan kehangatan dalam rengkuhan di setiap deraian air mata.. Kau... mengingatkan bahwa aku tak sendirian. Selalu ada dirimu meski dalam baya...