.
.
.
Para iblis dari kerajaan Asmodeus bersujud dan menunduk dalam kala sang Pangeran Lucifer berjalan angkuh melewati mereka.
Kabut hitam yang menguar di balik langkah, membuat mereka mundur teratur tanpa suara. Sungguh, amarah Damarion begitu kentara.
Beberapa dari mereka melirik kanan-kiri dengan keringat mengucur deras, takut membuat satu gerakan salah yang akan mengakhiri hidup abadi mereka. Sedang yang lainnya berkutat dengan pikiran masing-masing dengan pertanyaan yang sama.
"Apa yang membuat Sang Pangeran Lucifer sampai datang ke kastel Asmodeus?"
Manik Rion menatap lurus ke depan, sama sekali tak menggubris para iblis yang merasa hampir mati tercekik saat mendengar langkahnya. Dengan mudah ia bisa masuk ke dalam Kerajaan Asmodeus tanpa perkara apa pun.
Tentu saja, siapa yang berani menghentikan sang Lucifer? Bahkan raja Asmodeus pun menunduk saat mendapati Damarion tiba-tiba berada di ambang pintu ruang takhtanya.
Langkah Damarion menggema di lorong kastel yang tepat di ujungnya terdapat sebuah ruangan. Saat ini, pria bersurai legam itu tengah berkutat dengan pikirannya sendiri. Memilih antara dua pilihan yang akan ia lakukan saat melihat wajah wanita yang berani membuat Hime terluka di depan matanya.
"Mana yang lebih seru? Mati cepat dan menggenaskan, atau perlahan tapi menyakitkan?" Rion menyeringai menyeramkan.
Dari kejauhan, terlihat sebuah pintu besar dengan delapan penjaga di sisinya. Dengan lantang salah satu penjaga itu menyerukan kedatangan Damarion dan segera membukakan pintu untuk sang Pangeran.
Pintu itu terbuka dan kembali tertutup saat Damarion telah masuk. Di dalamnya menampilkan sosok Lacreimosa yang tidur miring menumpu kepala dengan satu lengan, menatap dengan posisi menggoda.
"Ada apa kau datang kemari, Pangeranku? Apa kau merindukanku, hm?" Ia berucap manja.
Sama sekali tak menghiraukan, Rion hanya melirik sejenak lalu memalingkan wajah ke arah kursi di sudut kamar, ia berjalan dan memilih duduk di sana.
"Aku tak ingin membuat keributan di sini, Raja Asmodeus dan kedua kakakmu tak tahu apa pun. Dan akan sangat salah jika aku meruntuhkan kastel ini hanya karena kelakuan bejat putrinya. Jadi, aku di sini hanya untuk memperingatkanmu."
Ini sungguh melenceng dari skenario. Bicara baik-baik? Kesempatan kedua? Apa sebenarnya yang Damarion pikirkan?
Setelah memasuki kamar sang putri, amarahnya seperti tertahan. Dalam pikiran Rion terlintas wajah cantik Hime dengan senyum manis gadis itu yang membuatnya kembali tenang. Sepertinya, Hime sudah memenuhi seluruh hati dan otak Rion hingga pria keji yang tak kenal kata ampun, kini tiba-tiba ingin bicara baik-baik.
Dalam hati, Rion mengutuk dirinya sendiri yang tak mampu melawan 'Cinta' hingga membuatnya terlihat begitu bodoh.
Lacreimosa hanya menyeringai mendengar penuturan Rion. Ia menebak, kepala pria tampan itu pasti terantuk batu dengan keras sebelum sampai di tempatnya hingga membuat otaknya terbalik.
Lacreimosa bangkit dari posisinya, mendekati Damarion. Dan dengan pedenya duduk di pangkuannya, mengalungkan kedua lengan di leher Rion. Kini mereka saling berhadapan. "Apa yang kau maksud, Rion? Aku tak melakukan apa pun. Semua yang kulakukan hanya untukmu."
Wanita itu mengelus pipi Rion dengan satu jarinya yang berkuku panjang. Ia mendekatkan bibirnya ke telinga kiri Rion dan membisikan sesuatu di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
LILY & The DEMON PRINCE ✔️[diterbitkan]
Fantasia(18+) Bayangan yang mengisi kesunyian dalam kegelapan.. Mengisi kekosongan jiwa akibat luka terdalam.. Memberikan kehangatan dalam rengkuhan di setiap deraian air mata.. Kau... mengingatkan bahwa aku tak sendirian. Selalu ada dirimu meski dalam baya...