6. In The Everest Mountain

932 61 9
                                    

Author's Pov

Gunung Everest. Hampir semua orang mengetahui tentangnya. Tentang gunung yang menyabet gelar gunung tertinggi. Bahkan puncaknya tertutupi oleh salju. Yang disebut-sebut dengan salju abadi.

Banyak orang datang hanya sekedar untuk melihat atau mengambil foto bahkan mencoba menaklukan puncaknya. Dan begitulah niat dari seorang pemuda bernama Alvin Gresscot. Ia beserta rombongannya sudah hampir mendekati puncak gunung itu.

"Istirahat, Alvin! Berhentilah atau kau akan tersesat." ujar salah satu orang dewasa yang mendampingi mereka.

Total ada 15 anak termasuk dirinya yang ikut tour ekstrem ini. Mereka didampingi oleh 8 pemandu dan beberapa guru dan orang tua murid.

"Aku ingin segera sampai, Grim." jawab Alvin seraya duduk di sebelah teman laki-lakinya. Seorang anak laki-laki SMA dengan rambut sedikit pirang.

"Hah. Sabar bro. Ingat, sesuatu yang terburu-buru hanya akan mendatangkan malapetaka."

"Bodoh amat!" Alvin berlalu meninggalkan Grim yang sedari tadi masih memutar-mutar botol minumannya.

"Mau kemana kau?"

"Buang air kecil."

"Lah. Kalau begitu cepatlah."

"Aku tahu."

***

Alvin berjalan santai melewati gerombolan siswi yang ikut tour bersamanya. Ada 8 orang siswi yang juga sangat mengenalnya. Mereka tak pernah lelah membicarakan Alvin. Dan kemungkinan besar yang menjadi alasan para siswi itu untuk ikut berpartisipasi dalam tour mengerikan ini adalah Alvin.

Siapa yang tak tertarik jika dihadapkan dengan seseorang yang nyaris sempurna seperti Alvin. Ia memiliki tubuh proporsional dan atletis. Tinggi dan tegap. Tak gemuk juga tak kurus, sempurna. Matanya yang hitam selalu menatap tajam mengintimidasi. Menampakan sebuah misteri yang begitu menggoda untuk dipecahkan. Rambut coklatnya selalu dapat membuat setiap mata wanita tak akan berkedip tatkala melihatnya. Hidungnya mancung dengan balutan kulit putih bersih.

Belum lagi gelar yang disabetnya sebagai seorang siswa teladan. Ia selalu memperoleh juara ketika mengikuti lomba-lomba akademik maupun non akademik sejak ia masih berada di sekolah dasar. Kini, di SMAnya ia memegang jabatan ketua OSIS dan kapten tim basket. Dan jangan lupakan garis keturunannya, yang masih memiliki hubungan dengan salah satu bangsawan Inggris. Orang tuanya begitu kaya. Mereka adalah orang yang terhormat. Menjadikan nilai plus tersendiri untuk Alvin selain ketampanannya.

Sebagaimana lazimnya seorang remaja laki-laki yang baru menginjak masa pubertas dalam bertindak, ia lebih menyukai game daripada seorang gadis cantik. Ia tak akan mau repot-repot menghentikan gamenya hanya untuk menyapa seorang gadis yang dianggap paling cantik di sekolahnya. Ia tak tertarik, itulah yang selalu dirasakan Alvin setiap menerima surat, bungusan, atau salam cinta.

"Hah. Tidak apakan aku melakukannya di sini?" ujar Alvin di depan sebuah batu yang menjulang tinggi.

Ia memastikan tak ada seseorang yang melihatnya, kemudian melakukan aktifitasnya. Alvin membersihkan diri di sebuah sungai tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Hah. Leganya."

Alvin berniat beranjak sebelum matanya menangkap seekor hewan yang duduk di salah satu cabang pohon. Seekor monyet dengan bulu abu-abu terlihat asyik memakan sebuah pisang ditangannya. Matanya terkunci pada sosok benda yang tergantung di ekor monyet tadi.

Sebuah kalung dengan bandul berwarna emas. Warnanya begitu membuatnya silau. Ia sangat menyukai warna emas dan perak dan kalung itu masuk dalam salah satu ketegori wajib.

Crystal Series 1: The Legend of Ten Crystals✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang