12. My Little Fire

632 34 2
                                    

Alvin berdiri mematung dengan tangan yang mengepal erat memperlihatkan buku-bukunya. Rahangnya terkatup rapat dengan mata menggelap menatap tajam pada pria asing yang memeluk gadisnya. Ya gadisnya. Hanya gadisnya. Miliknya. Selamanya. Tak kan ada yang berhak memilikinya selain dirinya.

"Bersabarlah sedikit lagi, Alvin. Kita butuh informasi dan tempat berlindung. Jangan gegabah." ujar Xian pada teman-temannya melalui pikiran.

Akame yang mendengarkan ucapan Xian lantas dapat menghela nafas. Ia berdiri dan sedikit mendorong tubuh seorang pria dewasa yang menerjangnya tiba-tiba.

Maro yang merasakan ada penolakan justru kian mengeratkan pelukannya dengan geraman marah.

Rez kembali duduk pada kursinya. Ia menatap iri kepada sahabatnya. Ya, akhirnya Maro mendapatkan apa yang selama ini ia tunggu.

"Ayo ikuti aku ke ruang pertemuan." ajak Rez seraya berdiri.

Keempat alpha lain pun mengekor di belakang Nairez. Sebuah senyuman bahagia terbit di wajah Justus. Bola matanya melirik ke arah keempat remaja yang mulai mengekori Nairez.

Ia tiba-tiba menerobos barisan remaja itu dan menggenggam tangan Alice. Alice terkejut untuk beberapa detik kemudian wajahnya kembali datar.

"Kau ikutlah denganku, my girl."

Sontak semua orang di sana, kecuali Alvin dan Maro tentunya, menoleh. Zeron mengerutkan kening mendapati temannya bersikap semi genit kepada seorang gadis.

"Apalagi ini, Jus?" tanya Nairez jengah.

"Seperti yang kau kira, teman. Bukan hanya Maro saja yang beruntung di sini." ucap Justus seraya tersenyum ramah.

"Oh, ya sudah. Cepat bergerak. Aku lelah." ujar Nairez ketus.

"Kau iri?" tanya Maro yang telah merubah posisinya.

Ia berdiri di samping Akame dan menggenggam tangan Akame lembut. Sementara itu Alvin menggeram tak suka melihat Maro yang seakan ingin mencuri gadisnya.

"Kau ingin mati muda, heh?" sahut Nairez sarkatis.

"Tidak! Aku bahkan belum memiliki baby yang banyak."

Alvin kian marah mendengar ucapan Maro. Ia benar-benar telah mengecap alpha di depannya ini sebagai musuh besarnya.

"Sabar, Alvin. Sabar. Tahanlah sedikit lebih lama." suara Xian kembali terngiang dalam pikiran Alvin.

Alvin menghela nafas dan kembali mengontrol emosinya. Manik coklatnya kian menggelap nyaris hitam tatkala Maro telah melenggang pergi dengan Akame di sampingnya.

Mereka akhirnya telah sampai di ruang pertemuan yang lebih luas. Di sana terdapat 3 sofa sangat panjang yang mengelilingi meja kayu besar di tengah. Dua single sofa menjadi penutup di utara dan selatan meja.

"Duduklah di sini, baby." ujar Maro seraya menggiring Akame duduk di sampingnya.

Alvin duduk berseberangan dengan Maro. Di sampingnya Xian duduk dengan tenang. Sedangkan Anton duduk dengan tatapan tajam kepada Justus.

"Kau tak keberatan jika aku duduk di sampingmu?" tanya Justus pada Alice.

"Ya."

Justua tersenyum senang. Ia duduk di samping Alice yang duduk tepat di sebelah Akame. Walaupun Alice telah menunjukan sisi dinginnya, Justus tetap merasa senang.

"Meskipun itu hanya ucapan singkat, aku sudah cukup senang kau menyahutiku." ujar Justus dalam hati.

"Kau benar, Nero. Sepertinya gadis kita ini tipikal gadis tak peduli." ujar Zee, wolf Justus dengan senyuman lebar.

Crystal Series 1: The Legend of Ten Crystals✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang