14. The Golden King

685 33 0
                                    

Author's Pov

Dalam mansion kediaman sang king alpha, nampak Akame tengah duduk manis di sebuah perpustakaan. Sebuah buku tergenggaman di tangan kirinya.

Kriet.

Derit pintu dibuka sama sekali tak membuyarkan konsentrasi Akame. Maro yang merasa diabaikan lantas duduk di depan Akame. Maro melirik ke arah Akame yang serius dengan bukunya.

"Akame." panggil Maro.

Akame tak menyahut tapi menundukan wajahnya dan menatap Maro datar. Maro mengangkat wajahnya hingga mereka terlihat seakan sedang berciuman.

"Aku mau bicara."

"Bicara saja."

Maro terkikik. Ia menyamankan posisi duduknya di lantai. Namun suara Maro tak kunjung terdengar. Maro malah diam dan asyik memperhatikan Akame.

Kriet.

Derit pintu dibuka kembali terdengar Alvin masuk ke dalam perpustakaan besar itu. Matanya melirik ke segala arah untuk menemukan apa yang ia cari.

Alvin berhenti tepat di samping Akame dan Maro. Alvin terpisah jarak 10 meter dengan sebuah tiang besar yang memisahkan penglihatannya menjadi dua, sisi kanan dan kiri.

Seketika rahangnya mengeras. Dari sudut pandang Alvin, nampak Akame dan Maro tengah berciuman dengan jarak yang begitu dekat. Terlihat seperti sepasang kekasih di tempat sepi.

Padahal tidak. Akame hanya menunduk melihat Maro yang menatapnya tanpa berkedip. Karena sebuah tiang yang menutupi separuh wajah Akame dan Maro, membuat mereka nampak berciuman di depan Alvin.

"Akame." desis Alvin tajam.

Tanpa menunggu lama Alvin segera beranjak dari tempat itu. Menutup pintu dengan keras yang membuat Akame dan Maro menoleh kaget.

Brak!

"Siapa itu?" tanya Akame.

"Entah, siapa yang peduli."

"Berhentilah menatapku tanpa berkedip."

"Tapi kau adalah makhluk paling indah di dunia ini."

"Basi."

"Hihi."

***

Alvin terus berjalan dengan tangan terkepal dan rahang terkatup rapat. Dia berhenti di taman belakang mansion. Tempat yang bisa menenangkan amarahnya sekejap.

"Eh, dia itu kan manusia yang diselamatkan waktu itu."

"Iya. Tampan ya."

"Ya. Tak kalah dengan para alpha."

"Ah, aku mau jika dinikahi."

"Betapa beruntungnya wanita yang mendapatkan pria setampan dia."

Alvin tetap diam dan tak memperdulikan bisikan para pelayan mansion. Dia duduk di sebuah kursi taman dan memejamkan mata. Ia menjadi teringat tentang hari-hari pertamanya dulu di dunia. Hari paling penting dalam hidupnya.

~~~~

Beribu-ribu tahun yang lalu, di tanah bunga. Seorang pria dewasa nampak sedang berlari di antara hiruk-pikuk ibukota. Ia menerobos orang-orang di depannya. Tak memperdulikan teriakan marah di sekitarnya.

Mata hitamnya menatap lurus ke arah depan. Rambut hitamnya berkibar oleh angin yang berhembus menerpa wajahnya yang tampan. Sepasang kakinya membawanya melangkah hingga sampai ke pinggir kota. Ke sebuah padang bunga yang bersemi.

Crystal Series 1: The Legend of Ten Crystals✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang