Telat

2.6K 252 49
                                    

Hari ini Dahyun harus rela terlambat tiba di sekolah karena ulah sang kakak. Selepas shalat subuh, pemuda bertubuh jangkung tersebut kembali melanjutkan tidurnya. Kalau sudah seperti itu, pasti pemuda itu baru tertidur sekitar pukul 2 atau 3 dini hari. Kebiasaan buruk yang sering dilakukan oleh Mingyuㅡnama pemuda tersebutㅡmemang seperti itu; begadang dikala waktu sekolah.

Awalnya Dahyun ingin berangkat bersama dengan Donghan dan Donghyun, tetapi kedua kembarannya itu sudah lebih dulu berangkat ke sekolah karena tak ingin terlambat bersama dengan Dahyun dan juga Mingyu.

"BANG MINGYU BURUANNNN!" teriak Dahyun tepat di depan kamar Mingyu.

Mingyu keluar dari dalam kamarnya dengan keadaan sudah mengenakan seragam, tapi tak lengkap. Pemuda itu tak mengenakan dasi serta ikat pinggang, bajunya juga tampak dikeluarkan. Tanpa ba-bi-bu, pemuda itu segera menarik lengan adiknya menuju keluar rumah.

"Ngga usah pake narik-narik juga, sih!" sungut Dahyun setelah tiba di luar rumah.

Mingyu tidak merespon adiknya, ia justru memakaikan adiknya perempuannya itu helm berwarna pinkㅡyang sengaja dibelikannya dua tahun lalu, tepat di hari ulang tahun adik perempuan kesayangannya itu.

"Naik, buru. Pegangan yang kenceng, mental gua ngga nanggung!" titah Mingyu setelah helm Dahyun telah terpasang. Dahyun segera menaiki motor Mingyu dengan ekspresi yangㅡsedikit masam.

Sekitar 15 menit, mereka pun tiba di sekolah. Begitu tiba di sekolah, ternyata gerbang sudah tertutup. Mood Dahyun memburuk karena sudah dapat dipastikan ia tak bisa masuk sekolah hari ini.

Jika hanya sekedar tidak masuk sekolah, mungkin mood gadis itu tak seburuk ini. Masalahnya, hari ini kelas Dahyun akan mengadakan ulangan bahasa Inggris. Jika ia pandai dalam mata pelajaran tersebut, mungkin ia tak akan serisau ini. Kabar buruknya adalah, ia lemah dimata pelajaran itu. Ingatkan Dahyun untuk tak memakan Mingyu sekarang juga.

Dalam perasaan yang tidak begitu baik, Dahyun memperhatikan Mingyu yang sudah turun dari motornya dan mendekat ke gerbang. Dahyun sempat bertanya dan Mingyu menyuruhnya untuk diam, Dahyun menurut karna malas untuk berdebat.

Sekitar 10 menit berbincang dengan satpam sekolah ini, motor Mingyu berhasil masuk. Entah apa yang Mingyu janjikan untuk satpam tersebut sehingga dengan gampangnya membiarkan mereka berdua memasuki sekolah.

Dahyun yang tak begitu mendengarkan perbincangan Mingyu dan satpam itu, ia juga tak berniat bertanya pada Mingyu mengapa mereka bisa masuk dengan mudah. Dahyun tak perduli, intinya kini ia bisa masuk sekolah, itu saja sudah cukup baginya.

Dahyun turun dari motor Mingyu, kemudian pemuda yang berstatus sebagai kakaknya itu memarkirkan motor kesayangannya.

"Masih aja cemberut," ucap Mingyu sambil membantu Dahyun melepaskan pengait helm-nya. Dahyun diam tak merespon, gadis itu masih sedikit kesal dengan Mingyu.

"Kelas lu udah ada gurunya noh," tunjuk Mingyu ke arah kelas Dahyun yang terlihat dari parkiran. Kebetulan, ada seorang guru yang baru saja memasuki kelas Dahyun.

"Ck, kan, lo sih! Ngapain sih, lo pake lanjut tidur lagi tadi sehabis subuh?! Kalo lo mau sesuka lo berangkat ke sekolah, seengaknya lo beliin gue motor kek biar gue bisa jalan sendiri ke sekolah!" Dahyun kesal dan menghentak-hentakan kakinya.

"Minta beliin motor, lo kira bunda sama ayah bakal ngizinin? Ngga bakal lah! Daripada lo ngambek terus ngomel-ngomel mulu, mending, sekarang, lo ikut ke kelas gua aja dulu. Lo keliaran di luar bisa ketauan guru piket, mau lo?"

"Males di kelas lo, ngga jelas temen-temen lo!"

"Terserah lo."

Mingyu pun meninggalkan Dahyun dan bergegas menuju kelasnya. Sudah beberapa langkah, pemuda itu menoleh ke arah di mana ia meninggalkan adiknya.  Mingyu menghembuskan napasnya pasrah, gadis yang memililiki kulit seputih tahu itu masih tetap pada posisinya, tak mengukutinya atau bergeser sedikit pun.

Mau tak mau Mingyu kembali ke tempat dimana Dahyun berdiri, lalu membawa adiknya itu untuk berjalan beriringan bersamanya sebelum guru piket datang dan memergoki keduanya.

"Tadi sebelum berangkat ke sekolah, gua sempet baca chat grup kelas, katanya guru matematika gua ada pelatihan. Jadi, jam pertama gua kosong," jelas Mingyu, pemuda itu berusaha membuka percakapan.

"Tetep aja, malu gue! Itu kan kelas XII semua anjir!"

"Biasanya juga malu-maluin. Buruan, ah! Gua ngga mau ketauan guru piket."

Mingyu mempercepat langkahnya, mau tak mau Dahyun ikut menyeimbangi langkah Mingyu walau sedikit kesulitan, mengingat perbedaan panjang langkah mereka yang begitu jauh. Dahyun dan Mingyu berjalan beriringan, posisi tangan mereka saling bertautanㅡsudah suatu kebiasaan Mingyu menggenggam tangan Dahyun jika mereka berjalan beriringan seperti sekarang.

Dahyun melirik ke arah meja piket, ternyata tidak ada yang menempati meja tersebut. Mungkin, guru yang bertugas sedang mencari mangsa, begitu pikirnya.

Tak butuh waktu lama, keduanya telah sampai dikelas Mingyu. Mingyu melepaskan tautan tangannya dengan Dahyun, lalu membuka pintu kelasnya. Suasana kelas yang tadinya begitu riuh seketika hening saat mendengar suara decitan pintu yang dihasilkan oleh Mingyu.

"Kaget bego!"

"Ngagetin anjir!"

"Kalo masuk bilang bilang kambing!"

"Gua kira guru nyet!"

Mingyu yang mendapat sambutan berbagai umpatan dari penghuni kelas, hanya membalas mereka dengan cengiran tak berdosanya. Sementara diluar kelas, Dahyun masih enggan untuk mengikuti Mingyu memasuki ruang kelas XII IPS tersebut.

"Sampe kapan lu mau diri disitu?" tanya Mingyu yang menyadari adiknya hanya berdiri di depan pintu kelasnya.

Dahyun menggelengkan kepalanya sambil menatap Mingyu, seolah bilang, 'ngga mau'. Karena tak sabar dengan Dahyun yang tak kunjung masuk, Mingyu menarik Dahyun untuk segera memasuki kelasnya.

Mingyu melengkahkan kaki panjangnya itu menuju tempat duduknya,  sementara Dahyun mengekor dibelakangnya. Setelah berada di bangku Mingyu, Dahyun sedikit kebingung untuk mendudukkan diri dimana. Di sekitar tempat Mingyu duduk, tak ada lagi tempat kosong.

"Bang, gua duduk mana?" tanya Dahyun kemudian.

"Sini pangku," Mingyu menepuk-nepuk pahanya.

Dahyun memutar bola matanya malas. "Serius!"

"Gua juga serius, sini duduk," Dahyun jengah lalu menjambak rambut Mingyu.

"Anjir, sakit, lepas, Day!"

"Adek lu galak, Gyu.." ujar Jungkook yang duduk di depan mingyu "..tapi lucu," lanjutnya sambil terkekeh.

"Yeu, sempag! Awas aja ngalusin adek gua, gua sunat ampe abis punya lu!" satu pukulan mendarat di kepala Jungkook. Pria bergigi kelinci itu sedikit meringis

"Duduk sama gua aja sini, dek. Ngga ada faedahnya lo bareng sama lelaki ngga jelas kaya mereka," ucap Rose, salah satu teman Mingyu yang kebetulan mengenal Dahyun.

Rose dan Dahyun memang sudah cukup lama mengenal satu sama lain, kebetulan keduanya dulu berada di SMP yang sama dan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang sama.

"Biasanya lo sama kak Lisa mulu, ngga masuk dia?" tanya Dahyun pada Rose ketika gadis itu sudah duduk di sebelah gadis berparas cantik dengan nama lengkap Roseane tersebut.

"Tuh, lagi kutekkan bareng Eunha," tunjuk Rose ke arah bangku paling depan di mana terdapat Lisaㅡteman sebangku Rose yang Dahyun tahu keduanya selalu bersamaㅡyang sedang diolesi pewarna kuku oleh Eunha.

Dahyun mengangguk paham, lalu menenggelamkan kepalanya diatas meja, ia tak berniat melanjutkan obrolannya dengan Rose yang kini mulai cekikikan dengan ponselnya.










Gimana? Lanjut or unpub?

Rempong ; DahyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang