Sedikit tentang dia

918 173 11
                                    

Sekarang, Dahyun sama Wooseok lagi di belakang sekolah. Dahyun sengaja memilih pulang bersama dengan Wooseok, karena tadi dia memaksa Wooseok bercerita tentangnya. Awalnya, Wooseok menolak,  teapi Dahyun bersikeras hingga mengancam Wooseok akan menyerahkan obat Wooseok yang masih di tangannya itu ke guru. Alhasil, Wooseok mau tak mau menuruti keinginan Dahyun.

"Ceritaiin!" pinta Dahyun setelah mereka sampai di taman sekolah yang memang sudah sepi, karena bel pulang sudah berbunyi sekitar 15 menit yang lalu.

"Balikin obat gua dulu," dengan santainya Wooseok menunjuk dada Dahyun.

Dahyun berdecak. "Balik badan!" tak protes, Wooseok segera membalikkan badannya.

"Nih!" Dahyun menyerahkan barang itu.

Wooseok berbalik dan mengambil lalu memasukan obat itu kesakunya. "Obat gua menang banyak anjay," seru Wooseok sambil nunjuk dada Dahyunㅡlagi.

"MESUM ANJING!" Dahyun murka, ia mencubit perut Wooseok.

"Sakit sempag!" Wooseok mengelus perutnya, sedikit meringis, rupanya cubitan gadis itu lumayan sakit.

"Bodo. Cerita dih!" Wooseok diam.

"Yaudah, gua bakal nyuruh pihak sekolah buat tes dna lu," ancam Dahyun.

"Tes urin goblok!" spontan Wooseok menoyor kepala Dahyun.

"Sama aja, sihㅡcerita, heh!" pinta Dahyun lagi.

Wooseok menghela napasnya, lalu mengajak Dahyun duduk di salah satu bangku taman dan mulai bercerita. Wooseok menatap Dahyun yang kini sedang menyelipkan helaian rambut ke telinganya yang sedikit berterbangan karena ulah angin.

"Lo, kenapa mau tau?" Dahyun menoleh, lantas menjawab. "Mungkin, gue bisa bantu lo?" bukan jawaban, justru seperti pertanyaan yang dilontarkan dari mulut gadis itu.

Wooseok menatap Dahyun lekat, apa hal yang benar berbagi kisahnya dengan gadis itu? Tapi, ia memang butuh teman cerita, selain Yuto dan Kino tentunya. Wooseok memantapkan dirinya, mungkin untuk berbagi kisahnya pada gadis yang sedang bersamanya ini tak buruk, ia punya firasat baik tentang Dahyun.

"Gua gini karna orangtua gua," gumam Wooseok yang masih bisa didengar oleh Dahyun. Dahyun tak menjawab, ia memposisikan tubuhnya untuk menghadap Wooseok sempurnya.

"Orangtua gua jarang pulang, sekalinya pulang, pasti ribut masalah sepele. Puncaknya pas gua kelas tiga SMP, orangtua gua pisah. Jujur, gua ngga sedih, cenderung seneng malah. Tapi, yang bikin gua benci sama bokap gua, dia pisah sama nyokap gua demi simpenannya."

Dahyun bisa melihat kilatan kebencian dimata Wooseok untuk ayahnya yang saat ini sudah Wooseok tak anggap ayah lagi. Se-sakit hati itu ia dengan ayahnya.

"Gua kacau saat itu ngeliat nyokap gua masuk rumah sakit karna serangan jantung sehabis denger alesan tolol bokap gua."

"Gua bahkan sempet kepikiran mau bunuh diriㅡsalah, bukan bunuh diri, bunuh bokap gua, lebih tepatnya begitu."

Wooseok tersenyum kecut, ia kembali teringat akan niatan bodohnya. Kini, ia sadar, ia tak akan melakukan hal sekotor itu dengan tangannya sendiri. Karena setelah mendapat pencerahan dari Yuto dan Kino, ia menyerahkan seluruh sakit hatinya pada Tuhan. Karena ia percaya, balasan Tuhan akan lebih adil daripada manusia.

"Cok.." lirih Dahyun. Dahyun tak menyangka, temannya itu memiliki beban seberat itu.

"Waktu itu, gua yang masih bocah SMP,  ngga tau harus cerita ke siapa, sampai gua milih buat lampiasin ini semua ke obatan."

"Kenapa lo ngga cerita ke kita?" tanya Dahyun hati-hati.

"Karna gua ngga mau lu pada ngejauh dari gua gara-gara tau bokap gua main cewe. Alesan lain gua jadi pemakai, kurang lebih karena gua sering liat bokap gua begitu."

Rempong ; DahyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang