(VIII) Penguntit

5.8K 224 0
                                    

Sudah pukul 1 dini hari Ali terus saja berguling-guling tak tentu arah di atas ranjang king size miliknya. Sejak pulang dari rumah Bela tadi Ali seperti ABG labil yang makan tak enak dan tidurpun tak nyenyak. Pikirannya terus saja menerawang pada kejadian di mushola yang membuat nilai kualitas seorang Muhammad Ali turun drastis.

Ali berdiri terpaku di depan kran air yang ia biarkan menyala. Ia bingung apa yang harus ia lakukan untuk melakukan wudhu.
"Kenapa? Kok belum wudhu juga?" tanya Abi Amir memecah keruwetan otak Ali.
"Ehhhh....emmmm....itu...emmmm..."
Ali bingung harus menjawab apa? Tak mungkin ia mengaku kalau ia tak bisa berwudhu,bisa hancur reputasinya sebagai pria idaman wanita.

"Kau bisa melakukannyakan? Sebentar lagi akan dimulai, ayo segerakan."

"Iya pak,,iya ssss...sa.ya bisa kok."
Ali menjawab dengan tergagap dengan tergesa ia segera melakukan wudhu ala Ali.
"Ahhhh...bodo amat yang penting basuh muka, tangan ma kaki." rutuk Ali dalam hati.

Tanpa ia sadari Abi Amir masih berdiri di belakangnya dan mengamati gerak geriknya.
Tangan Ali terhenti saat akan mengawali wudhunya dengan membasuh mukanya. Sebuah suara menginterupsinya.

"Ikuti cara saya berwudhu, yuk pelan-pelan baca niatnya." ucap Abi Amir yang akhirnya tau bahwa pemuda itu tak tau caranya berwudhu.

Dengan sabar Abi Amir mengajari Ali berwudhu. Kemudian segera memasuki mushola untuk sholat berjamaah. Kala itu Abi Amirlah yang menjadi imamnya, Ali yang berdiri tepat dibelakang Abi Amir bertindak sebagai makmum beserta yang lain.

Ali terbangun dari lamunannya saat bunyi ponselnya menginterupsi. Ada panggilan masuk dari Rian. Dengan malas jarinya menggeser tombol hijau dilayar ponselnya.
"Ada apa?" ucap Ali tanpa basa-basi.

"...."

"Hmmmm.....ok meluncur."

Tak peduli dini hari Ali tetap saja menembus jalan Jakarta untuk melakukan pertemuan dengan teman begajulannya. Ya ia juga butuh mencari suasana untuk mengikis ingatan yang memalukan itu. Hanya menempuh 30 menit perjalanan akhirnya mobilnya terparkir rapi di parkiran sebuah club malam.

Dentuman suara musik merayap menuju indra pendengarannya saat kakinya melangkah memasuki club. Hingar bingar dunia malam tempat mereka mereguk surganya setan. Mata Ali mengedar mencari sosok teman-temanya dan yahh....di sudut ruangan ada seorang sejoli yang tengah berperang bibir, jelas sekali bahwa Rianlah pelakunya.

"Ck....jontor sudah bibir lo..." ucap Ali saat sudah berada disebelah mereka. Tangannya dengan tega menoyor kepala pria berambut gondrong yang memproklamirkan dirinya mirip pemeran tao ming tse di serial meteor garden, hingga kepalanya berbenturan dengan gadis yang tak tau bernama siapa? Jelas gadis itu bukan Winda kekasih Rian.

"Aduhhhh....sialan lo setan!!!!gangguin kesenangan orang aja lo." ucap Rian sambil mengusap dahinya. Sedangkan si gadis anyar itu terlihat kikuk membenahi gaunnya yang porak poranda.

"Hei,,panglima setan lo elit dikit kek sono sewa hotel,,,receh banget sih kasih tontonan gratis ke orang-orang." sahut Ali yang mulai menyalakan rokoknya.

"Betewe...yang lain mana?" lanjutnya.

Belum sempat Rian menyahut sebuah suara menjawab semuanya.
"Bebyyyyyyy.....ayiiii....Yosi kangenn..."
Yosi berjalan cepat mendekati Ali lalu dengan cepat ia melompat kepangkuan Ali. Tangannya secara otomatispun melingkar di leher Ali. Gaun ketat tanpa lengan dengan bawahnya hanya sejengkal di bawah pantat membungkus  tubuhnya. Biasanya jika sudah seperti ini, cumbuan-cumbuan kecillah yang mereka lakukan tak peduli Rian yang menggerutu karena Ali selalu menegurnya sedangkan dia sendiri melakukannya.

Hijrah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang