(XXXXV) Deg....

4.3K 177 20
                                    

Ali terbangun dari tidurnya. Rasa lelah benar-benar menghinggapi tubuhnya. Bukannya sedikit segar tapi Ali merasa pegal-pegal diseluruh tubuhnya. Dengan sedikit mengurut tengkuknya Ali mengerjapkan matanya yang sepenuhnya belum terkumpul kesadarannya.

"Kau sudah bangun?"
Sebuah suara yang terasa asing di telinga Ali menyentak kesadarannya. Ali menatap penuh ke asal suara yang dekat dengan posisi duduknya.

"Maaf aku tidak membangunkanmu aku rasa kau butuh istirahat. Kau terlihat lelah."

Ali baru menyadari ternyata ia tertidur dalam posisi duduk. Di sebuah kamar rawat rumah sakit. Ingatannya melayang  pada beberapa saat lalu. Ia yang habis dari mushola harus menolong teman lamanya saat tiba-tiba targolek pingsan di hadapannya. Hingga mau tak mau seluruh proses pemeriksaanpun harus Ali temani karena tak ada sanak saudara yang bisa dihubungi.

"Ah...Yos maaf saya ketiduran."

Ali segera berdiri untuk pergi ia teringat harusnya dia tidak di sini dan meninggalkan istrinya bahkan sebentarpun ia belum melihat kondisi Bela.

"Mau kemana?"

Ali yang hendak melangkah terpaksa berhenti.

"Saya harus pergi. Pasti keluargamu sudah datang kan?"

Yosi nampak murung,sekilas menundukkan pandangan, lalu kembali menatap ke arah Ali.

"Ini sudah tengah malam. Lagipula keluargaku tak akan ada yang datang."

Ali tersentak kaget, sudah berapa lama ia tertidur, hingga ia lupa waktu. Berulang kali ia berucap istighfar, atas segala kelalaiannya.
Saat ia melihat ponselnya dan benar saja benda pipih itu mati, ia lupa mengisi daya. Ali nampak diam menimbang-nimbang apakah ia pulang sekarang ataukah berada di sini dengan syarat ia harus keluar dari kamar rawat Yosi. Rasa iba saat tau Yosi tidak akan ada keluarganya yang datang membuatnya memutuskan untuk menunggui setidaknya sampai pagi.

"Saya akan menunggu di luar. Tak etis jika saya berada disini berdua denganmu. Maaf."

Yosi tersenyum lembut kemudian mengangguk. Rasa hangat menjalar dalam hatinya.

"Saya nitip ini. Baterainya habis nanti saya ambil. Saya harus mengabari istri saya." ucap Ali sambil mengisi daya pada ponselnya. Lalu setelahnya ia keluar dan memutuskan ke mushola.

***
Bela nampak diam terpaku bersandar di kepala ranjang menatap kosong pintu kamarnya yang tertutup rapat. Di sampingnya ada Kiran yang telah lelap dalam tidur. Matanya sulit sekali terpejam setelah ia pulang dari rumah sakit. Suasana hatinya sungguh tak enak, harusnya sekarang menjadi tawa bahagia semuanya berubah menjadi kegamangan saat suaminya tak muncul dan tak bisa dihubungi. Tangan Bela perlahan membelai perutnya yang masih rata. Di sana sedang tumbuh buah hati yang ia nanti kehadirannya selama bertahun-tahun.

"Maafkan Abimu ya Nak, Abi belum datang." lirih Bela dengan suara tercekat menahan isakannya.

"Kita doakan Abi ya, semoga Abi baik-baik saja dimanapun ia berada." lanjut Bela saat buliran airmata menerobos keluar.

Bela mencoba kuat dengan kondisinya saat ini. Mencoba berpikir positif tentang suaminya yang entah ada dimana saat ini. Setelah menghapus air matanya Bela kembali mencoba menghubungi nomor suaminya. Ada sedikit rasa lega saat terdengar nada sambung di ponselnya. Sekali dua kali tak ada jawaban hingga panggilan ketiga akhirnya panggilannya terjawab juga.

Belum sempat ia mengucapkan salam, hatinya seolah terhantam sebuah pukulan kuat saat mendengar suara perempuan yang menjawab panggilannya. Hanya diam dengan mulut terkunci rapat seolah tak mampu bersuara.

"Halo...Alinya sedang di toilet ponselnya sedang di charge."

Bela masih diam dengan airmata mengucur deras. Dalam hatinya ia terus berucap istighfar dengan segala pikiran negatif yang memenuhi otaknya.

"Mbak...tak perlu berpikir negatif pada suamimu dia hanya menolongku."

Yosi masih bermonolog mencoba menjelaskan kejadian yang sebenarnya.

"Suamimu ketiduran setelah menolong saya,,dan sebenarnya saat ini ia ingin pulang tapi maaf saya melarangnya karena ini sudah terlalu malam dan saya masih butuh bantuannya. Saya mohon maaf, saya tak punya siapa-siapa lagi."

Mencoba berdeham Bela membasahi kerongkongannya yang sedari tadi tercekat.

"To...tolong sampaikan pada suami saya untuk segera pulang." ucap Bela dengan suara bergetar.

Hening tercipta untuk beberapa saat. Yosipun mencoba menghela nafas beberapa kali untuk mengumpulkan keberaniannya mengatakan sesuatu.

"Kalau begitu...mmmm saya permisi assalamualaikum."

"Mbak....." potong Yosi cepat sebelum Bela memutuskan sambungannya.

"Mbak begitu beruntung dengan kehidupan yang begitu lengkap. Suami yang baik, anak yang cantik dan keluarga yang penuh kehangatan."

Yosi menjeda ucapannya.

"Bolehkah saya memohon sedikit keberuntungan itu?"

"Ma...maksudnya?"

"Bolehkah saya melamar suamimu?"





Hai.....rada lama ya updatenya. Nih  tanda kalo cerita ini masih tetap akan lanjut. Bagi yang masih setia menunggu aku ucapin banyak terima kasih. Mohon bersabar ya....

Hijrah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang