Dua hari berselang setelah adegan penjemputan Liza di rumah Bela yang diwarnai dengan kedongkolan hati Ali karena mendapat cibiran dari sang adik.
Niatnya untuk berpakaian sopan agar meninggalkan kesan plus di mata keluarga Bela berakhir dengan cibiran sang adik yang mengatainya mirip karyawan training yang berseragam hitam putih.
"Kak, apa gak takut diperpanjang kontraknya? Kok brani-braninya karyawan training kluar jam segini." ucap Liza saat itu.
Ali yang gak tau arah pembicaraan Liza hanya memasang muka datar tanpa dosa. Dengan tetap fokus pada jalanan yang kala itu sedang macet parah karena masuk jam makan siang.
"Itu kenapa pakai kostum kaya gitu sih kak?"
"Kostum kaya gimana maksud kamu?"
"Ya liat penampilan kakak? Kenapa gak biasa aja sih,tumben banget pake beginian. Niat banget ngejar restu Abi Amir."
Seketika Ali meneguk ludahnya kasar apa benar niatnya berpakaian seperti ini hanya untuk meraih restu abinya Bela? Ia sendiri bahkan tak mengerti entah kenapa tiba-tiba sebelum berangkat tadi ia memutuskan mengenakan baju rapi.
Bahkan pertanyaan itu terus mengusiknya hingga sekarang. Ali yang saat ini sedang nongki-nongki ganteng di kantin kampusnya mendadak memikirkan sesuatu yang membuat jantungnya kembali berdebar. Biasanya ketika ngumpul dengan genk nistanya ini Ali terlihat begitu aktif slengekkan, namun kali ini ia memilih bersikap manis bak perjaka polos yang tak pernah mengenal clubing.
"Hehh...bro si Ali tumben-tumbenan sikapnya berubah gitu." bisik Wisnu pada Rian yang dari tadi matanya jelalatan melihat mahasiswi baru yang lalu lalang.
"Kurang orgasme kali...." jawab Rian sekenanya. Kini tangannya telah berdada-dadah ria pada MABA yang dari tadi juga sedang memandang kearahnya.
Spontan tangan Wisnu dengan gerakan terlatih dan gesit mendarat di kepala Riyan dan dengan dorongan rasa sayangnya menyebabkan kepala Riyan tertoyor.
"Bacot lo kalo ngomong suka bener deh...dia sih sok-sokan padahal tiap hari dihidangin susu segar ma Yosi tinggal nyedot aja gak mau."
Wisnu dan Rian terkikik geli dengan celoteh nista mereka.
"Gue denger omongan sampah kalian monyet...kalian kira gue budeg apa?" ucap Ali dengan melempar sedotan yang dari tadi menjadi mainannya."Ehhh...masa sih? Padahal kita tadi bisik-bisik deh." ucap Rian nyengir menampilkan deretan giginya yang terdapat gigi gingsul yang menambah kesan manis disenyumnya.
"Bisik-bisik lo pake toa makanya gue denger." tukas Ali sambil menggeser kursinya dan berdiri. Ali mengambil rokok di depannya dan bergegas pergi.
"Lo mau kemana woy...sensi amat kaya mak-mak kurang ngemol." cibir Rian setengah berteriak seolah Ali tak dapat mendengar ucapannya.
Ali berhenti lalu berbalik kembali menuju Rian yang nyengir lebar. Tanpa disangka tangannya terulur untuk meremas mulut nyinyir Rian.
"Mulut lo emang kudu di remes ya biar lemesnya ilang. Ngomongnya biasa aja. Pantes kemarin gak denger suara adzan ternyata toanya pindah disini."
Rian terbatuk geli.
"Bbrtttt...blebbb...behhh..behh..tangan lo...busettt mulut gue tercemar gara-gara ulah tangan lo...rasanya gue butuh kumur pake lumpur biar najis dibibir dan mulut gue ilang gara-gara sentuhan tangan lo." ucap Rian sambil mengusap-usap bibirnya.Ali dan Wisnu terbahak melihat tingkah Rian. Memang persahabatan mereka penuh dengan tingkah nista namun kekuatan batin mereka tak terpisahkan.
"Dah ah gue mau pulang...firasat gue bakal nemu berlian bentar lagi." ucap Ali yang kembali melangkah pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta
SpiritualSeorang pria yang hanya ingin menikmati dunia, tanpa sedikitpun tertarik mempelajari ilmu akhirat harus menerima bahwa hatinya telah jatuh pada seorang wanita yang selalu menjaga kesucian dan menjunjung tinggi ajaran agamanya. Lalu apa usaha pria it...