(XXXV) Cinta Kita

6K 261 27
                                    

Ali pulang dari masjid setelah melakukan sholat isya'. Rumah dalam keadaan sepi karena papa, mama dan Liza ada acara kondangan. Ali menuju dapur untuk mengambil air putih, matanya menjelajah namun tak didapati sang istri di sana.

Ali bergegas memasuki kamar, baru membuka pintu nampak sosok istrinya sedang sibuk membereskan baju-baju kotor yang hendak dibawanya keluar.
"Astagfirullah hal adzim Mas!!!" pekik Bela kaget mendapati Ali berdiri di belakangnya.
"Kaget gitu sih sayang." bisik Ali yang sudah menempel di punggung istrinya.

Entahlah sejak menikah favorit Ali itu rambut sang istri. Dia sangat betah berlama-lama memainkan rambut panjang istrinya. Selalu membelai dan menciuminya yang menurutnya harum strowbery.
"Mas, mau makan sekarang? biar aku siapin."
Ali menggeleng dengan tetap menyerukkan wajahnya di rambut istrinya.
"Tapi jangan glendotan gini dong,berat ini lagian gak beres-beres ntar."
Akhirnya Ali memilih mundur dan duduk di ujung ranjang. Matanya terus mengamati pergerakan Bela yang dengan lincah membereskan kamar mereka.
"Sayang.." panggil Ali
Tangannya menepuk bagian sampingnya. Menyuruh Bela untuk duduk.

Bela tersenyum, lalu mendekat memenuhi keinginan suaminya yang terlihat tampan dengan baju koko berwarna gading.
"Mas, sayang banget sama kamu sayang, apapun yang terjadi nanti tetaplah bertahan di sisiku." ucap Ali merebahkan kepalanya di bahu Bela.
"Mas kenapa?"
"Gak kenapa-kenapa hanya ingin meluapkan isi hati saja. Karena dulu hanya mampu melalui doa namun sekarang bisa meluapkannya langsung."

Bela tersenyum menanggapi ucapan suaminya.
"Mas tau gak, kalau Mas itu istimewa?"

Ali segera menegakkan kepalanya menatap penuh binar mata istrinya. Ini momen yang langka, seorang Bela akan meluapkan rasa cintanya melalui kata-kata.
Saat senyum Ali merekah dengan polosnya Bela melanjutkan ucapannya.
"Jelas istimewa mana ada cowok dilamar cewek baru Mas kan yang ngalamin."
Bela berdiri menggulung rambutnya lalu mengenakan hijab yang dari tadi sempat di lepasnya.
"Tapi dulu Siti Khadijah melamar Rasulullah duluan." kata Ali mencoba menarik perhatian istrinya.
"Tapi kan Mas gak se WOW Rasulullah." ucap Bela yang membuat Ali semakin gemas.

Bela tersenyum lalu berjalan menuju pintu.
"Sayang, kalau begitu berarti kamu seistimewa Kadhijah juga lo." lanjut Ali namun tak di respon Bela.
"Ya....Humairahhhhh...." panggil Ali setengah berteriak.

Ali menekuk wajahnya. Istrinya sama sekali tak tergoda oleh panggilannya.
"Sttt....stttt..." bisik seseorang dari balik pintu. Ternyata Bela melongokkan kepalanya kedalam.
"Ya habibi makan yuk....udah lapar nih nanti aja di lanjut ngegombalnya." ucap Bela dengan senyum yang tentu saja mampu meluluhkan hati suaminya.

Ali tertawa lalu setengah berlari mengejar Bela yang sudah lebih dulu sampai di meja makan.

***
Sudah hampir sebulan Ali membantu papanya di kantor. Namun tak banyak dari para karyawan yang tau status wakil direkturnya itu. Yang mereka tau Ali adalah pria tampan dan berpotensi untuk menarik hati para wanita. Tak sedikit mereka yang rela berlama-lama pulang hanya untuk menutup hari kerjanya itu dengan melihat wajah tampan Ali.

Ali mendesah berat saat melihat tumpukan pekerjaan di meja kerjanya. Bukan karena mengeluh tapi lebih bingung untuk membagi waktu agar bisa ke pesantren. Karena tumpukan pekerjaan ini jadwal ke pesantrennya harus di undur.

"Selamat siang Pak, sudah waktunya makan siang, apa Pak Ali mau saya pesankan makanan, atau mungkin emmm...Pak Ali bersedia makan siang bersama." ucap Wulan sekertaris Ali.

Sedikitpun Ali tak pernah memandang ke arah Wulan. Pandangannya terus menunduk, bukan karena takut atau apa namun lebih menjaga agar matanya bersih dari polusi makhluk yang ada di hadapannya ini. Rok mini ketat di atas lutut dengan atasan kemeja ketat dengan tonjolan dibeberapa tempat.

Hijrah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang