(XXXVI) Tak Pernah Berubah

5.6K 207 15
                                    

Mereguk manisnya madu pernikahan menjadi hal lumrah dalam setiap pasangan pengantin baru. Namun itu semua tak akan cukup mendasari pondasi suatu rumah tangga. Banyak yang bilang hubungan berakhir dengan pernikahan adalah tujuan dari pacaran. Sejatinya itu salah, karena menikah adalah awal babak baru dalam kehidupan. Ditambah dengan pacaran yang sama sekali tak dibenarkan dalam agama.

Seperti Bela dan Ali menyikapi suatu pernikahan adalah sebuah ibadah paling lama. Bagaimana tidak jika hal kecil seperti bercanda,mencium bahkan berdandan untuk pasangan sudah masuk kategori ibadah. Itupun tak serta merta membuat mereka tak pernah dirundung masalah, atau selisih paham. Yang namanya menyatukan dua pemikiran orang yang berbeda itu sulit,merekapun pernah mengalami pertengkaran-pertengkaran kecil. Kadang sifat manja Ali yang berlebihan, dan sifat mandiri Bela yang sulit untuk dilunakkan membuat mereka bertengkar. Namun semua itu bisa diatasi jika sudah dikaitkan dengan ibadah. Misalnya ketika Bela marah tak mungkinkan jika ritual sholat malamnya yang diimami sang suami harus ditinggalkan. Nah, dari jembatan yang dengan satu misi dan tujuan meraih ridho Allah lah pertengkaran akan sangat mudah diselesaikan.

Kini diusia pernikahan mereka  yang hampir menginjak satu tahun tak ada yang berubah, manjanya Ali namun seiring waktu Bela mampu mengatasi. Dan sifat mandiri Bela yang suka mengganggu pikiran Ali yang seolah merasa tak dibutuhkanpun bisa diatasi dengan saling memahami. Seperti saat ini  Bela yang sedang disibukkan dengan skripsinya tapi sedikitpun tak pernah lalai akan wajibnya istri terhadap suami.
"Mas, makan dulu ya? biar aku siapin sekarang." ucap Bela pada Ali yang tengah sibuk dengan laptopnya.

"Emang kamu udah selesai ngetiknya sayang?" tanya Ali tanpa mengalihkan fokusnya.

Mereka kini tinggal sendiri di sebuah unit apartemen yang letaknya tak jauh dari kantor Ali. Setelah melalui debat panjang dengan mamanya yang tak ingin pisah dengan menantu kesayangannya.
"Belum sih, tinggal dikit, tapi kasian tummy Mas ngrengek terus dari tadi."

Ali tertawa saat Bela mengistilahkan perutnya yang sedikit membuncit dengan tummy. Berasa anak bayi yang diajari mengenal istilah lucu dan halus.
"Lagian disuruh makan dari tadi gak mau malah nungguin aku. Jadikan  lapar?"

"Gak enak makan sendirian sayang, kamu juga telat gitu makannya." ucap Ali sembari mematikan laptopnya.

Tanpa banyak perdebatan akhirnya mereka memutuskan makan malah di jam 9 malam. Jam keramat bagi sebagian perempuan karena takut gendut. Tapi itu semua tidak menjadi hambatan buat Bela karena sang suami telah mewanti-wanti untuk tidak menyiksa diri dengan diet hanya karena takut gendut. Ali akan sangat marah jika Bela melakukan hal itu. Karena bagi Ali itu semua tak ada artinya, kecantikan akhlak yang dimiliki istrinya merubah semua pandangan Ali tentang apa itu cantik. Ditambah pula segimanapun bentuk tubuh istrinya hanya akan terlihat olehnya. Bagi yang lain? Say sorry, istri saya bukan obralan yang mampu dengan mudah dilihat oleh laki-laki. Istri saya adalah mutiara indah yang di dalam kerasnya cangkang kerang dan hanya suaminya yang boleh menikmati keindahannya.

Setelah makan, Bela hendak melanjutkan mengetiknya namum diurungkan setelah Ali melipat wajahnya masam.
"Bobok atau Mas juga ikut nungguin kamu sambil kerja." ancam Ali yang selanjutnya dijawab dengan kepasrahan dari Bela.

Tapi itu semua hanya akal-akalan saja tau sendiri ritual apa yang akan Ali minta dari sang istri sebagai pengantar tidur. Tak perlu dijabarkan biarlah itu bentuk usaha mereka menjaga cinta dan ibadahnya.

Bela terbangun dengan perut yang mual. Rasanya seperti diaduk-aduk. Dengan cepat ia menyingkap selimut dan berlari kearah toilet.
"Hoeeeekkkk....hoeekkk..."

Bela memuntahkan seluruh isi perutnya. Keringat dingin mulai keluar dari pelipisnya.
"Hoekkkk....hoeekkk..."

Ali yang mendengar suara istrinya segera berlari menghampiri. Menggulung rambut Bela dan memijat tengkuknya.
"Kenapa sayang?" tanya Ali khawatir.
"Perut aku mual banget mas."
"Pusing kah?"
Bela mengangguk, badannya terasa lemas.

Hijrah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang