Prologue VI - Saber (Part I)

121 5 5
                                    


Part I

Ia adalah seorang penjelajah yang tak pernah mengenal kata menyerah. Tiap-tiap pertemuannya dengan hal baru selalu saja menakjubkan. Selain itu, ia selalu berkembang selama perjalanan panjang mencapai mimpi. Orang itu adalah orang yang hebat, bahkan mengejutkan dunia karena masih bisa bertahan dengan situasi paling mendesak.

Peninggalannya mungkin tidaklah seberapa. Namanyapun tak begitu dikenang oleh banyak orang. Namun yang jelas, ia adalah sosok yang tidak terpengaruh dengan sistem Tahta Para Pahlawan. Sistemasi itu tidak bisa mempengaruhinya karena banyak alasan khusus yang sulit untuk dijelaskan.

Jauh hari sebelum terpanggilnya sang servant kelas Avenger itu, sang gadis telah lama menantikan pemanggilan ini. Ritual besar yang namanya cukup terkenal di wilayah Timur sana sampai di telinganya. Sungguh wajar bagi para magus bila mereka memiliki hasrat tak terbendung. Keinginan yang kuat pun menjadi landasan utama keikutsertaan mereka.

Sang gadis adalah keturunan keluarga ternama yang terkenal dengan alkemia yang mereka miliki. Dan karena namanya cukup terkenal, maka ia memiliki sebuah kebanggaan tersendiri. Ini sudah lama dipersiapkan, bahkan beberapa tahun sebelum insiden Exeter terjadi. Itu karena sang gadis bersurai pirang telah banyak berharap dan berharap.

Gadis muda berpenampilan layaknya tuan putri itu selalu memiliki mimpi yang telah lama ia simpan. Mimpi itu cukup mengerikan bagi orang lain, tetapi sungguh indah baginya. Keinginan lama yang ia emban semenjak umur 8 tahun. Sungguh-sungguh lama.

Tahun ini ia berusia 22 tahun. Usia yang cukup lama semenjak peristiwa sial itu menimpanya. Masa kanak-kanaknya tak lagi menghantuinya. Selama perjalanan hidup, sang gadis harus merasakan pahitnya kehidupan. Rasa sakit yang ia terima sungguh sebanding dengan harta yang diberikan oleh keluarganya.

Dan sekarang, di depan lingkaran sihir yang tersusun rapi dengan metode Kabbalah itu, sang gadis menggigit bibirnya. Nyeri selalu timbul tiap kali ia menggunakan sihir. Efek samping yang ditanamkan semenjak kecil tak pernah mau hilang sampai sekarang. Malah ajaib untuknya bisa hidup sampai usia ke-22.

Di siang hari di daerah yang jauh dari Exeter, sang gadis bersurai pirang terdiam di dalam aula. Banyaknya jendela memperbolehkan cahaya mentari masuk ke dalam. Tangannya dilumuri oleh suatu lambang dengan warna darah. Lambang itu adalah tanda bagi mereka yang telah memasuki takdir pertarungan tanpa akhir.

Kala bibirnya mulai menggumamkan mantera-mantera sihir, rasa sakit di pinggang mulai menjalar sampai ke punggung. Kendati begitu, sang gadis tidak menghentikan ucapannya. Malah, ia harus melanjutkan mantera itu. Harapan yang ia miliki hanya ada di atas altar yang sedang dipenuhi oleh tarian-tarian cahaya berwarna biru.

Tiap pijarannya mengalahkan sinar mentari yang menembus ke dalam aula tersebut. Di dalam ruangan yang kosong, sang gadis harus mengatur napas demi menahan rasa sakitnya. Ia tak bisa berhenti, ia harus melanjutkan. Tinggal sedikit lagi, tinggal baris terakhir untuk disebutkan.

Selagi bibirnya berbicara, gadis itu mengingat beberapa hal penting yang pernah diucapkan oleh kakaknya dulu, ketika dia masih hidup.

Semua berawal ketika ia masih berusia 8 tahun. Gadis itu masih kecil dan cukup lugu. Anak itu juga anak yang pemalu dan kerap kali bersembunyi dibalik tubuh kakaknya. Bila di dunia ini ada satu yang dapat menenangkan sang gadis kecil, maka itu adalah perlindungan dari kakaknya.

"Rosalind."

Namanya disebut lembut oleh bariton lelaki berambut pirang.

"Jangan khawatir, Lord El-Melloi II bukanlah orang yang jahat."

Ia ingat kala itu sang kakak memperkenalkan dengan seorang pak tua bermuka seram dan berambut panjang. Di dalam kastil luas, gadis yang dipanggil Rosalind pun masih bersembunyi di belakang kakaknya. Sampai tidak lama, dia keluar dan mengambil langkah ke depan.

Ia adalah putri dari keluarga Istari. Keluarga ternama dengan bidang Alkemia yang mereka miliki. Dan karena sang gadis adalah tuan putri, maka dia harus bersikap layaknya tuan putri. Anak itu menunduk dan mengangkat kedua ujung roknya.

"N-namaku Rosalind Istari, adik dari Heine. Senang berkenalan denganmu."

Memori lama itu terungkit akibat rasa sakit yang selalu terukir di tubuhnya. Ingatan lama tersebut bukanlah ingatan yang indah. Ingatan itu adalah awal dari mimpi buruk. Mimpi paling buruk yang menghantuinya sampai sekarang.

Mata yang tertutup pun terbuka. Teriakkannya cukup kencang. Kembali ke ruangan aula yang kosong, suaranya tampak memancing angin ribut di depan altar. Gadis bersurai pirang itu mengeluarkan sedikit air mata.

Rambutnya tergerai akibat angin. Pesta dansa pijaran biru selalu diganggu oleh warna yang menggantikan nyalanya. Tangan sang gadis terulur ke depan, menyembunyikan batu di dalam kepalannya. Kala teriakkan itu terdengar, batu permata yang bersembunyi dibalik buku jaripun memijarkan warna.

Warna itu berwarna hijau. Keindahannya seperti batu safir ketika matahari menyinarinya. Sayang sekali, permata tersebut bukan digunakan untuk dipegang saja. Rosalind menghancurkan batu indah di dalam genggamannya yang kuat.

Serpihannya jatuh, tertiup angin menuju altar dan menyatu dengan puting beliung kecil menabrak atap. Sungguh bunyi tak karuan mengisi aula. Bahkan para pelayan keluarga Istari pun sampai harus masuk ke dalam aula. Mereka khawatir dengan kondisi tuan putrinya.

"N-nona muda!"

Salah seorang pelayan perempuan berseru. Tetapi tidak ditanggapi oleh Rosalind. Rosalind terlalu sibuk dengan ritualnya. Entah berhasil atau tidak, itu adalah resiko yang akan ia terima.

Permainan takdir sudah ditentukan semenjak tato berwarna merah darah muncul di punggung tangannya. Di saat suara mulai hilang, maka warna kebiruan yang muncul di balik bajunya pun menghilang. Seketika angin ribut itu berhenti, dan suasana pun menjadi hening.

Rosalind kehilangan kekuatannya untuk berdiri. Tubuhnya terasa letih dan lelah. Ia terjatuh dalam pose duduk di atas lantai yang keras. Matanya memburam, tetapi pelan-pelan pulih.

Ketika pusaran angin itu hilang, maka tampaklah warna-warni cahaya dari atas altar. Cahaya berwarna itu berpijar dari batu-batu yang mengelilingi lingkaran sihir. Langit-langit aula pun dipenuhi oleh warna-warni batu permata.

Namun, bukan itu yang menarik perhatian Rosalind. Yang menarik perhatiannya adalah sosok lelaki bertubuh gagah tapi ramping, yang berdiri di depan Rosalind. Tubuh yang ramping itu diselimuti oleh armor dan jubah kain yang tebal. Rambutnya berwarna putih, panjangnya sampai pundak.

Wajahnya tampak polos untuk ukuran manusia. Begitu rupawan, tapi juga bisa disebut cantik. Dengan paras seperti itu, ia tampak seperti laki-laki tapi juga seperti perempuan disaat yang bersamaan. Tersimpan sebuah pedang di pinggulnya. Pedang itu memiliki warna permata merah cantik; sarungnya dibaluti oleh emas mahal.

Menatapi keindahan seperti itu, mata Rosalind tak dapat pergi kemana-mana. Mulutnya terbuka lebar. Hal yang sama pun terjadi kepada para pelayan Istari. Terburu-buru mereka menutup pintu dan membiarkan sang tuan putri berbicara kepada seorang rupawan tersebut.

Lalu, ketika suasana kembali hening, kini tibalah giliran sang lelaki berbicara. Nada bariton memecah keheningan. Lelaki itu tersenyum, mengulurkan tangannya dengan ramah.

"Apakah anda yang memanggilku? Berdirilah bila memang itu adalah anda."

Suaranya terdengar lembut dan sopan. Tidak hanya itu, jantung Rosalind pun berdegup kencang dikala gendang telinganya bergetar mendengar suara sang lelaki. Dalam kegugupannya, sang gadis menerima uluran tangan sang lelaki dan berdiri dengan anggun.

Ia berdehem.

"Aku adalah tuanmu, Saber. Dan kau akan melayaniku dalam peperangan ini."

Maka Sang Saber yang membantu berdiri pun terkejut dengan balasan tuannya. Tidak, sang servant tidak merasa tersinggung. Malahan, sikap seperti ini cukup wajar. Ia sudah tau mengenai kejadian yang akan datang.

Bibirnya menyunggingkan seulas senyum. Lelaki itu memandang sang gadis yang lebih pendek daripadanya.

Aku mengerti. Mohon bantuannya."

Fate/Cryptid GenesisWhere stories live. Discover now