HAPPY READING!
BRUUUK
Sebelum Jimin sempat menjawab Hoseok dan menautkan jari kelingkingnya dengan Hoseok, pandangan Jimin tiba-tiba menjadi gelap. Senyum Hoseok yang tadi terlihat sekarang tiada, yang ia dengar terakhir kali adalah tabrakan, sepertinya ayah angkat mereka menabrak sesuatu sampai semua yang berada di bis tak sadarkan diri.
Jimin di rumah sakit, semua yang berada di bis dibawa ke rumah sakit. Ketika Jimin yang terbaring di ranjang jalan, dirinya sempat terjaga selama beberapa saat, pandangannya hanya dapat menangkap langit lorong rumah sakit yang polos. Ia dapat merasakan kakinya yang begitu sakit, namun ada masalah lain lagi sekarang,...
Jimin hanya dapat mendengar dengungan saat itu. Kemudian Jimin berpikir; 'Ada apa dengan pendengaranku? Apa ada hewan yang masuk ke telingaku sampai membuat pendengaranku begini?'
Perlahan Jimin memejamkan matanya untuk membiarkan air matanya jatuh. Setelah memasuki ruang operasi, Jimin kembali tak sadarkan diri sampai beberapa saat kemudian, ia dibaringkan di ranjang kamar inap yang dipenuhi alat kesehatan yang beraneka ragam.
Sementara itu di kamar inap lain, Hoseok pun terbaring lemah. Walaupun lukanya tidak parah, Hoseok tetap mengalami benturan kencang di kepalanya, beruntung ia tidak kehilangan ingatannya.
"Hoseok-ah,..." seseorang memanggil Hoseok dengan nada suara yang lembut, Hoseok mengenalinya, itu adalah suara Seulgi eomma. "Hoseok-ah, kau sudah sadar?" suaranya menunjukkan perasaannya yang begitu khawatir kepada anaknya, takut kalau dirinya terluka parah. "Hoseok-ah,..."
Hoseok membuka matanya perlahan, ditatapnya Seulgi dengan tangan yang berusaha meraih 'ibu'nya itu. Seulgi tidak bisa mengekspresikan betapa bahagia dirinya ketika mengetahui Hoseok terjaga, tangannya yang dingin menggenggam tangan Hoseok dengan erat sembari mengatakan;
"Hoseok-ah,... oh, Tuhan terima kasih...." layaknya seorang ibu kandung, Seulgi mengusap tangan Hoseok berkali-kali, "Hoseok-ah, apa yang kaurasakan sekarang hm?"
"Eomma,..." Hoseok menangis perlahan, "Kepalaku pusing,..."
"Aigoo, aigoo, putera eomma,..." Seulgi membuat Hoseok bangun duduk dan memeluk kepalanya dengan erat. Seulgi mengusap rambut Hoseok sembari sesekali mengecupinya layaknya anak kandung, anak lain yang melihat Seulgi melakukannya merasa iri dikarenakan sepanjang mereka diasuh oleh Seulgi mereka tidak pernah mendapatkan kasih sayang yang berlebih seperti itu. Jinhee yang melihat hal itu pun semakin hari semakin terbiasa, dengan adanya Hoseok dan Jimin, perlakuan Seulgi kepada dua anak tadi dengan anak lain sungguh berbeda drastis. Jinhee pun memilih untuk meninggalkan ruangan tersebut daripada harus berdebat dengan keadaannya yang sakit begini.
Setelah sudah dirasa cukup memeluk Seulgi eomma, Hoseok mendongakkan kepalanya, mengarahkan kepalanya untuk menatap ibu yang mengasuhnya sedari bayi tersebut, "Eomma... Jimin--Jimin mana?"
Seulgi tersenyum pahit, tangannya yang telah hangat mengusap air mata Hoseok yang masih terus mengalir. "Jimin... Jimin masih belum sadar, sayang." ucap Seulgi dengan suaranya yang tak kuasa membayangkan Jimin yang begitu kesakitan karena kakinya juga tidak akan sembuh, sekarang ditambah ini. Begitu diberitahu kalau Jimin belum siuman, Hoseok langsung berlari keluar ruangan, ia berlari di setiap lorong untuk mencari kamar mana yang berisi Jimin. Seulgi sudah berusaha menghentikannya, akan tetapi kakinya yang masih sakit belum bisa berlari kencang menyusul Hoseok. "Hoseok-ah... kembali... Jimin masih belum aakhh.."
Hoseok terus berlari dengan kekuatan tubuhnya yang tersisa, ia menengok ke setiap ruangan untuk memastikan apakah yang ada di dalam ruangan tersebut Jimin atau bukan. Sampai akhirnya, Hoseok menemukan kamar inap Jimin, kamarnya dipenuhi dengan alat kesehatan yang beragam, tubuhnya pun tak lepas dari alat kesehatan yang ada. Hoseok bersyukur, elektrokardiogram yang mendeteksi jantung Jimin menunjukkan status yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
☑️ FIRST LOVE || HOPEMIN
Fanfic( hopemin ff requested by @HopeLoveGa ) Here's your req ^^ hope you like it! Menceritakan tentang persahabatan dua pemuda, yang satu normal saja dan yang satu memiliki kekurangan. Keduanya bersahabat sejak belia, sampai akhirnya ketika mereka beranj...