Johnny cukup bisa dibuat terdiam sekarang. Ia hanya diam saja diatas kasurnya. Ruangannya yang cukup sepi membuatnya benar-benar merasa kosong.
"Sudah kubilang berhenti mengikuti organisasi semacam itu!"
"Wanita sial! Jangan campuri urusanku!"
Teriakan yang bersautan membuat ketenangan Johnny sirna. Lagi, lagi, dan lagi. Pertengkaran antara kedua orang tuanya yang tidak pernah berujung ketika mereka saling bertemu.
Kenapa harus berdebat jika ada jalan untuk berpisah? Batin Johnny tak mengerti lagi dengan kondisi rumahnya yang terbilang kacau.
"Lebih baik kau mendidik anakmu itu daripada mengurusi urusanku!"
"Dia anakmu juga, brengsek!"
"Ck, aku tak mengharapkannya sekarang."
Idiot. Kau pikir aku tak dengar? Hah.
"Sial. Aku butuh ketenangan." Umpat Johnny kini beranjak dan mengambil kunci motornya. Ia keluar dari kamar dan berhasil membuat dua orang paruh baya yang tadi berdebat jadi memandangnya.
"Mau kemana, nak?" tanya si Ibu.
Johnny berdecak dalam hati, kini melirik sekilas. "Apa pedulimu?" ia lalu melengos dan kembali melangkah pergi.
⭐⭐⭐
Kali ini Johnny melarikan diri di depan mini market sambil menegak bir kalengnya.
Sebuah kebetulan atau takdir, ia kembali bertemu dengan si gadis sok jagoan itu sedang berjalan dihadapannya.
Jennie yang tidak sengaja menoleh kini menghentikan langkahnya. "Johnny?" tanyanya seraya mengerutkan dahi dan membuka mata lebar-lebar, takut salah orang.
"Ck, pergi." Usir Johnny membuat gadis itu menyebikkan bibir kecil dan mengambil kaleng yang ada digenggaman Johnny. "Eh apa-apaan?"
"Kita masih SMA, acara minum-minum segala." Komentar Jennie lalu membuang kaleng itu ke tempat sampah terdekat.
"Hei. Aku membelinya dengan uangku. Apa urusanmu?"
"Membuat uangmu lebih berguna daripada membeli minuman yang jelas-jelas tidak untuk siswa SMA." Jelas Jennie kini duduk di bangku disamping Johnny. "Ceritakan apa masalahmu, aku akan mendengarkan."
Johnny melirik sekilas, melihat wajah Jennie yang terlihat tenang ketika menancapkan sedotan pada kemasan susu kotaknya.
"Jangan sok tau."
"Kalau aku memang tau? Ceritakan saja, anggap aku temanmu."
"Teman? Apa gunanya punya teman?"
"Lalu selama ini kau tidak menganggap Taeyong dan Ten temanmu?"
Johnny menggeleng pelan lalu merebut paksa kotak susu yang isinya masih disedot Jennie. Ia meminumnya.
"Ck. Gak pernah diajar sopan santun ya?"
"Memang tidak." Kata Johnny santai membuat bibir gadis itu mengatup. "Apa gunanya? Kata orang tuaku menjadi orang kaya yang cerdik lebih menguntungkan."
Jennie kini mengangguk mengerti. "Berarti kau tidak pernah diajarkan apa itu tanggung jawab kan?" melihat Johnny yang hanya diam dan meliriknya sekilas membuat gadis itu kembali tersenyum. "Oke, sekarang ikut aku."
"Gak."
"Harus. Aku akan mengajarimu banyak hal. Terlebih kau sudah seenaknya menciumku, kau harus tanggung jawab."
"Tidak akan."
"Kau juga merebut minumanku paksa." Ucap Jennie lagi membuat Johnny pasrah dan mengiyakan. Ia tak tahan mendengar celotehan gadis itu sekarang.
⭐⭐⭐
"Kenapa memilih berhenti disini?" tanya Johnny keheranan karena gadis itu membawanya ke taman kota.
"Cuaca hari ini cukup cerah, Johnny Seo, sayang jika kau melewatkannya." Ucap Jennie yang sudah turun dari motor besar pemuda itu.
Johnny berdecak, ia kembali memasukkan kunci motornya ke lubang kunci, berniat untuk pergi. Tapi tangan kecil Jennie sudah menahan lengan pemuda itu, membuat Johnny tidak bisa kabur.
"Sekali saja," pinta Jennie dengan nada lembut serta ulasan senyum kecil, kembali membuat Johnny mengiyakannya.
Rasanya es yang membekukan hati Johnny perlahan mencair.
"Johnny, Johnny, kali ini anggap aku ibumu ya?" Jennie meringis kecil dan memandang pemuda itu.
Sementara Johnny kini mengerutkan dahi dan mendorong tubuh gadis itu agar menjauh darinya. "Untuk apa? Aku tak membutuhkannya."
"Terserah. Ayo, Johnny." Gadis itu menghela nafas sejenak lalu menarik Johnny untuk mengikuti langkahnya.
Sekarang mereka berdua duduk di kursi panjang taman tersebut sambil melihat beberapa anak kecil bermain didampingi orang tuanya.
"Lihat, mereka lucu kan?" tanya Jennie dan menunjuk seorang anak yang bermain balok kayu yang ditumpuk menyerupai kastil diatas rumput.
Johnny menghela nafas, kini mengalihkan pandangannya. "Apa yang lucu? Biasa saja."
Gadis itu ganti membuang nafas pelan dan menangkup pipi Johnny, menolehkannya kembali kepada anak kecil yang bermain disana.
"Lihat, istana-nya roboh. Dia menangis. Ibunya segera mendekat dan menenangkan si anak itu dan mereka kembali menyusun balok itu bersama."
Jelas Jennie membuat pemuda itu terdiam.
"Nah, disana juga, kedua pasangan muda dengan anak kecilnya. Anak itu terlihat tidak mau makan kan? Lihat, ayahnya pergi si ibu jadi membujuk anak tadi."
"Lalu?"
"Jika kau melihat kemana si ayah pergi, dia berjalan ke penjual es krim keliling itu. Tatapan anak tadi juga sedari tadi melihat kearah sana. Itu tandanya ia sedang ingin es krim dan si ayah cepat tanggap lalu membelikannya." Jelas Jennie lagi panjang lebar. "Kau lihat sendiri kan? Itu namanya kasih sayang antara orang tua kepada anaknya, itu juga merupakan tanggung jawab mereka sebagai orang tua."
"Hah, cukup. Aku tidak suka membahas itu."
"Aku hanya menjelaskan tentang itu, Johnny. Aku ingin kamu mengerti perlunya kasih sayang sesama manusia dan tanggung jawab. Menyakiti orang lain itu salah dan jika kamu telah berbuat atau memiliki sesuatu maka kamu harus punya rasa tanggung jawab atas itu." Ucap Jennie, ia kembali mencekal tangan Johnny, berusaha membuatnya tinggal.
"Semua orang itu dasarnya baik, hanya cara mereka mendidik saja yang kadang salah," Jennie kembali membuka suara. "Kamu pun begitu. Mulailah semuanya dari nol di sore ini, aku akan mencoba membuatmu menjadi lebih baik, Johnny." Suara Jennie melembut lagi, ia tersenyum kecil, tatapannya juga menyendu, membuat siapa saja pasti akan luluh. Termasuk Johnny yang kini melihatnya dengan mata kepalanya.
ONCE UPON 💠 A TIME
◇GREEK MYTHOLOGY SERIES◇File 001 : Johnny, Ares: The God of War [03]
-tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time ●NCTxWayV
Short StoryNCT & WayV short stories collection~ ©2017-lilvain