Hendery membuka matanya, ia terbangun di tengah ruangan yang dia yakini adalah kamarnya. Ia berjalan ke arah pintu, kini tangannya mendorong gagang pintu itu kebawah hingga pintu itu terbuka.
"Ayah!" Sambut seorang anak kecil dengan wajah yang hampir mirip dengannya.
"Eh, jagoan ayah udah bangun," balas pria itu dan mengangkat anak laki-laki berusia empat tahun dihadapannya, dibawanya si anak kecil itu ke-gendongannya.
"Ayah, Bunda sudah masak enyak, loh!" kata si anak dengan nada yang menggemaskan. Matanya yang besar berbinar mengarah pada Hendery, seolah menginginkan banyak perhatian dari lelaki itu.
Hendery lagi-lagi tersenyum, tangannya kini mencubit gemas pipi gembul putra semata wayangnya. "Leo habis bantu Bunda, ya? Kok tau kalau Bunda udah masak, hm?"
"Iya, tadi, sebelum diminta Bunda bangunin Ayah. Hehehe," Leo tertawa kecil diakhir, membuat dirinya semakin menggemaskan.
Tak sadar langkah Hendery telah membawa mereka ke ruang makan. Terlihat sosok wanita cantik dengan celemek yang masih menempel dengan bajunya, tengah menyiapkan makanan.
Perempuan itu mengangkat kepalanya, memandang anak dan suaminya sudah tiba di ruangan.
"Kukira kamu masih tertidur," ujar wanita itu agak meledek Hendery. Kemudian ia melepas celemek yang menempel di tubuhnya dan menghampiri suaminya itu. "Leo sama Bunda, ya." Wanita itu mencoba membawa Leo ganti ke-gendongannya.
"Nggak, Leo maunya sama ayah!" Tolak Leo dan makin mengeratkan pelukannya pada si ayah.
Hendery tertawa geli melihat tingkah anaknya yang super ingin manja padanya. "Leo ganti sama Bunda, ya? Ayah kan mau kerja habis ini."
"Enggak mau. Leo maunya sama Ayah. Ayah jangan kerja buat hari ini, ya, Yah?" Leo memohon, raut wajahnya yang tanpa dosa itu ia perlihatkan pada Hendery. Membuat Hendery mau tak mau menuruti permintaan jagoan kecilnya.
"Iya, iya. Hari ini aja, ya, Leo."
Sang istri memutar bola matanya malas, Hendery tetap tidak berubah, selalu lemah dengan ekspresi polos Leo yang sebenarnya begitu menyesatkan. "Turutin aja terus. Handle kerjaan dari rumah juga gak bisa maksimal, loh, Hen."
"Baru berapa kali sih? Tiga kali ini, kok. Urusan kerjaan biar jadi urusan aku aja, ya, Sayang. Aku gak mau kamu ikut terbebani," kata Hendery meyakinkan. Tangannya yang kosong mengacak pelan puncak kepala wanita itu, tak lupa sebuah kecupan singkat juga ia berikan.
Sepanjang hari, Hendery melakukan apapun yang putranya inginkan, tak jarang juga istrinya ikut terlibat dalam permainan kedua lelaki-nya.
"Ayo main tebak-tebakan, yang gak bisa jawab nanti ayah cium!" Tantang Hendery membuat Leo semangat.
Sebuah pertanyaan keluar dari mulut Hendery, tak lupa dengan gayanya yang lucu membuat istri dan anaknya terkekeh, "buah apa yang warnanya merah, rasanya manis, punya biji, dan namanya strawberry?"
Leo tertawa mendengar ucapan ayahnya itu, pertanyaan macam apa yang sudah ada jawabannya?
"Ayah lucu banget hahaha,"
Hendery ikut tertawa mendengarnya. Ia jadi menggoda anak lelakinya itu setelahnya, "karena Leo gak bisa jawab, sini ayah cium."
Leo masih tertawa dan merangkak ke arah ayahnya. Ia mendekat, membiarkan pipi gembulnya bertemu dengan bibir sang ayah.
Istrinya yang melihat hal itu hanya tersenyum kecil, membuat Hendery menoleh ikut tersenyum. "Bunda mau juga? Hahaha,"
"Ng—gak."
Terlambat, Hendery sudah mendaratkan ciumannya di pipi kanan istrinya itu.
"Aku ke kamar sebentar ya, sayang?" Izin Hendery lalu pergi memasuki kamarnya yang berada tak jauh dari sana.
Ia menutup pintu kamarnya dan membiarkan punggungnya menyandar pada permukaan pintu itu.
Ia membuang nafas berat, matanya melirik ke arah jam dinding yang tergantung di dinding sebelah kanannya. Senyum getir terulas pada bibir tipisnya, mengingat semua hal yang ia tadi lakukan hanyalah ilusi.
Ya, perjalanan antar dimensi yang ia lakukan setiap rasa rindu itu menyeruak dalam dirinya membawanya kesini. Perjalanan lewat mimpi, dibantu dengan alat yang ia pasang di balik kasurnya, seorang ilmuwan hebat seperti Hendery tidak diherankan lagi dapat melakukan itu.
"Hen, ayo sarapan."
Hendery membuka sebelah matanya, ia dapat melihat sosok sang istri sudah duduk di pinggir ranjangnya. Senyumnya mengembang, kini tangannya menarik tangan istrinya itu dan memeluknya dalam keadaan yang sama-sama terbaring.
"Lima menit lagi, aku masih ngantuk." Hendery memberi alasan, membuat wanita dihadapannya jadi menghela nafas. "Hm, sudah tiga tahun sejak kita kehilangan 'calon anak'... Kamu gak mau coba lagi?"
"Hah?"
"Kamu tau, gak? Rumah ini sepi banget. Kalau kita dikasih kesempatan, aku pengen punya Hendery Junior, hehehe, biar rame."
-FIN
Nggak, masih ada chapter berikutnya kok! Tapi beda judul ya pasti hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time ●NCTxWayV
Historia CortaNCT & WayV short stories collection~ ©2017-lilvain