17. Here, I Am ㅡNJM

231 29 10
                                    

"Jaemin, aku butuh kamu."

"Kenapa lagi?"

Hening, gadis itu hanya diam ditempatnya. Jaemin yang mengerti betapa patahnya hati gadis itu lalu meraih lembut kepalanya dan disandarkan pada bahunya.

Begitulah Jaemin, ia selalu siap menjadi sandaran bagi orang-orang terdekatnya. Seperti sekarang ini.

"Kamu diselingkuhin Kak Jaehyun?"

Gadis itu tetap bungkam. Ia lebih memilih menumpahkan semua rasa sedihnya lewat air mata.

"Gak apa-apa. Ada aku disini." Lelaki itu tersenyum tipis seraya menepuk-nepuk bahu sahabatnya. "You deserve better than him, Dear. Percaya sama aku."

"T-tapi, Jaem. Aku sayang banget sama Kak Jae."

"Aku tahu. Tapi dia gak sayang sama kamu. Maaf kalau ucapanku nyakitin, tapi itu semua biar kamu sadar. Dari awal aku juga gak rela kamu jadian sama Kak Jae." Jelas Jaemin yang memang tahu betul siapa Jaehyun itu.

Jaehyun memang sudah terkenal playboy sejak SMP. Ia tak menyangka jika teman terdekatnya bisa terpikat dengan kadal seperti itu.

"Jaemin, maaf ya aku nyusahin kamu terus." Katanya dan menjauhkan tubuh dari Jaemin lalu mengusap matanya yang basah.

"Nggak, aku gak merasa susah, kok." Lagi-lagi Jaemin tersenyum ringan, padahal ia juga merasakan sesak karena itu.

Jaemin memang gampang terbawa suasana karena ia selalu membayangkan jika dirinya ada di posisi orang-orang yang selalu bersandar dengannya. Maka dari itu ia berjanji akan membahagiakan orang-orang terdekatnya.

Ia tidak mau menjadi alasan kesedihan seseorang.

.
.
.

"Jaem, rokok?" tawar Yuta yang sudah berdiri didekatnya.

"Ck. Mas suka nyalurin energi negatif ya." Sinis Jaemin kearah Kakak-nya itu. "Tapi boleh lah satu."

"Yeu, bocah. Mau juga kan akhirnya?"

Jaemin tertawa hambar lalu menyalakan rokoknya itu. Ia menyesapnya lalu menghembuskan asapnya perlahan ke udara, bersama dengan semua beban yang ia rasakan.

"Habis nenangin berapa orang kali ini?" tanya Yuta yang sepertinya sudah kenal dengan 'rutinitas' Jaemin.

Jaemin melirik kakaknya tadi dan tersenyum sungging. "Ngeledek? Bukan urusan Mas lah."

"Songong ye, gak mau berbagi."

"Didikan siapa coba? Lagian ngapain berbagi sama Mas Yuta? Nambah beban doang."

"Heh sontoloyo arek siji iki."

Jaemin kembali menikmati rokoknya. Sebenarnya Jaemin gak begitu suka merokok. Cuma kepepet aja dia kalau ngerokok.

"Udah, kamu mending udahan aja nyemangatin orang, kamu nyemangatin diri sendiri aja gak becus." Kata Yuta seakan menusuk Jaemin.

Namun Jaemin tak mengindahkan ucapan itu. "Daripada aku bikin sedih orang, mending aku bikin orang itu seneng kan? Udah itu urusanku sama mereka, Mas. Jangan ikut campur."

Yuta berdecak pelan, ingin rasanya menyubit keras pipi adiknya itu. "Kamu itu kalau dibilangin gak usah ngeyel, Jaem. Kamu bukan superhero berhati baja. Gak bisa selalu jadi sandaran yang lain. Kamu juga butuh sandaran disamping itu semua."

"Tapi penginku begitu, Mas Yuta."

"Terserah kamu, Le. Kamu batu. Pokoknya kalau kenapa-kenapa tinggal cari Mas aja." Yuta membuang putung rokoknya yang sudah habis lalu mengacak puncak kepala Jaemin.

.
.
.

Sore itu Jaemin berniat memberikan sebatang cokelat kepada seseorang yang sudah lama ia suka.

Bukan, bukan gadis kemarin. Gadis kemarin cukup jari teman terdekatnya saja.

"Mark, aku suka kamu."

Jaemin menghentikan langkahnya, ia melihat gadis yang rencananya akan 'ditembak' sedang mengungkapkan perasaannya ke orang lain.

"Terimakasih," kata lelaki bernama Mark itu. "Kalau kamu pengen balasan, aku mau bilang kalau aku ngehargai perasaan kamu, tapi kita gak bisa lebih dari temen."

Jaemin yang hanya melihat saja merasa patah hati. Rasanya ia ingin memaksa Mark menerima gadis itu, agar ia tidak melihat orang yang ia sayang merasa sedih. Namun perasaan seseorang tidak dapat dipaksa kan?

"G-gapapa, Mark. Thanks, ya." Ucap gadis itu dan tersenyum getir. Lalu berjalan pergi.

Jaemin menyembunyikan sebatang coklat itu ke saku jas-nya dan melihat gadis itu berjalan kearahnya, tanpa tahu Jaemin disana.

Ia melihat Mark yang agak terkejut karena baru sadar jika Jaemin melihat semua hal itu. Mark tahu bahwa Jaemin menyukai si gadis.

Jaemin hanya tersenyum kearahnya dan menatap mata Mark seakan berkata 'it's okay'

Dug

Kepala gadis itu membentur dada Jaemin pelan. Ia mendongak, memperlihatkan matanya yang basah kepada Jaemin.

"Shht.. Jangan sedih," bisik Jaemin dan memeluk gadis itu erat. "Aku disini." Lagi-lagi ia tersenyum.

Kata semua orang senyumnya bagaikan obat kesedihan, senyum Jaemin yang terlihat tulus dan menenangkan membuat hati mereka damai, katanya.

Jaemin memang pintar dalam hal seperti ini, ia pintar menutupi perasaannya sendiri seakan semuanya baik-baik saja.

Padahal, siapa yang tidak patah hati ketika orang yang kamu suka malah menyukai orang lain? Melihat orang yang kamu sukai sedih juga dapat membuatmu patah hati kan?


Disini, Na Jaemin. Laki-laki yang selalu menjadi sandaran seseorang padahal ia sendiri juga membutuhkan sandaran.

Once Upon A Time ●NCTxWayVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang