"Mah! Pah! Hari ini Ela pulangnya bakalan terlambat deh kayaknya." ucap Ela di tengah-tengah sarapan. Di sampingnya Eta yang tengah sarapan juga sepertinya, serta di depannya duduk kedua orang tuanya.
"Loh kenapa sayang?" mamanya mengerutkan alis.
"Ela ada rapat osis buat perencanaan osis cup setelah ulangan." jawabnya sambil mengunyah makanan terakhirnya lantas meminum susu strawberry.
"Yaudah gak papa. Tapi pulangnya langsung pulang ke rumah ya jangan keluyuran kayak anak yang enggak punya rumah." ujar mamanya dengan nada sinis di akhir kalimat.
Eta tahu kata yang terucap dari mulut mamanya ditujukan kepadanya. Dengan cueknya Eta terus memakan sarapanya sampai habis.
"Iya ma iya. Ela langsung pulang kok. Ela udah sarapanya. Aku berangkat ma, pa! Assalamu'alaikum." ucapnya sambil mencium tangan kedua orang tuanya lalu pergi setelah keduanya selesai disalami.
"Waalaikum salam."
Eta berdiri, menjulurkan tanganya hendak menyalami mamanya. Namun yang didapatnya ternyata mamanya mengacuhkan dengan mengangkat piring kotor dan membawanya ke tempat pencucian.
Eta bernapas lirih. Ia tak patah semangat. Eta menjulurkan tangan pada papanya yang tengah membaca koran pagi. Tangan papanya bergerak membuat suasana hati Eta menghangat. Ia pikir tangan papanya yang bergerak akan menyentuh hangatnya sapa tangan Eta, tapi apalah daya jika yang membalas sapa tangan papanya adalah gagang cangkir yang didalamnya berisikan kopi hitam hangat. Hati Eta mencelos. Begitu bencikah kedua orang tuanya sehingga salamnya pun tak ada yang membalas?
"Pah Eta berangkat yah." izinnya dengan suara lirih.
Eta berjalan gontai menahan sakit yang kembali menyekatnya. Perlahan air mata menganak sungai dari sudut matanya. Kepalanya terasa pusing. Buru-buru ia menghapus air matanya agar tak berbekas.
Mobil yang akan ia dan Ela tumpangi telah terparkir di depan rumah. Ela ada di dalamnya menunggunya dengan pandangan lurus ke depan.
Eta masuk ke dalam mobil. Tanpa kata tanpa suara Ela menjalankan mobilnya. Melesat menusuk hawa angin yang masih dingin di pagi hari.
"La!" panggilnya di tengah perjalanan.
Ela tak menjawab.
"Lo masih marah yah?"
Ela masih mencuekanya.
"Maaf. Gue gak bermaksud kek gitu." ucapnya lirih.
Ela masih tak menjawab. Sebenarnya ia merasa kasihan pada kembaranya. Dengan lirikan matanya, ia menemukan Eta tengah menunduk dengan sesekali terisak pelan. Ingin rasanya ia memeluknya tapi, egonya terlalu besar untuk melakukan hal itu apalagi mengingat kemarin ia melihat Eta jalan bersama orang yang ia suka.
"Lo mau kan maafin gue?"
Ela masih belum menjawab.
Rem mobil mendecit pelan. Eta mendongakan kepalanya mendengar pintu terbuka di sampingnya. Eta yakin Ela keluar meninggalkan dirinya.
Air matanya kembali mengalir deras. Baru kali ini Ela mengacuhkanya sampai separah itu. Ia menyenderkan kepalanya pada jok mobil. Ia menutup kelopak matanya meresapi waktu indah dahulu. Isakan demi isakan mengalun dalam hening. Air mata mengalir tanpa diminta, ketika kenangan-kenangan melintas silih berganti. Bagaimana dulu ia selalu tersenyum bersama keluarganya yang hangat. Bagaimana ia menangis dengan sosok ibu yang menenangkanya. Bagaimana rasa enaknya ice cream ketika ia menikmatinya bersama Ela dan Eza. Bagaimana rindunya ia pada sosok ayah yang sering bercerita di hadapan ketiga anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Alone (Sudah Terbit)
Novela Juvenil"Kalo seandainya gue pergi ninggalin lo dan dunia ini, apa yang akan lo lakuin?" "Gue gak bakalan lakuin apapun. Jika itu takdir Tuhan gue gak bakalan bisa mencegahnya. Sekalipun gue janji buat bahagiain lo." "Hmmm..." "Hahaha.... Ternyata hidup ses...