part 3

9.6K 527 5
                                    

Hari ini hari pertama yang melelahkan bagi Eta. Setelah ia membersihkan lapangan upacara, kelasnya disuruh menulis lima halaman sekaligus ditambah dengan dua puluh lima soal matematika yang selalu membuatnya muntah darah.

Eta, Ela dan Nana kini tengah berada di perjalanan pulang dengan posisi Eta duduk di kursi paling belakang sendirian.

"Ta kata anak-anak ada siswa baru yah yang katanya lebih tampan dari gue. Bener?" tanya Nana yang tengah menyetir tanpa sedikit pun menoleh ke belakang.

"Hmmm." jawab Eta dengan deheman. Matanya masih senantiasa terpejam merasakan denyutan lengan-lengannya yang terasa pegal.

"Namanya siapa Ta?" tanya Ela yang tengah memainkan ponselnya di kursi depan.

"Axsa."

"Beneran tampan?" tanya Ela lagi.

"Lo liat aja sendiri."

"Apa nama sosial medianya?"

"Lo banyak tanya banget sih La. Lo tanyain aja sama orangnya. Udah tahu gue lagi bete nyerocos mulu." jawab Eta dengan kesal.

"Uwih. Kalem dong Ta. Jangan marah-marah. Jelek tahu gak kalau elo lagi marah." Nana menimpali.

"Gue gak nanya. Mau jelek apa enggak ya serah gue dong. Muka-muka gue. Apa urusanya sama elo?" Eta semakin marah-marah.

"Elo lagi pms yah ta?" tanya Nana balik.

"Ya penyakit marah super gue lagi kambuh. Lo jangan banyak tanya makanya!" ujar Eta yang membuat Ela dan Nana diam kemudian memilih kembali pada kegiatannya masing-masing.

Eta menyenderkan punggunggnya secara kasar pada senderan kursi. Ingatannya melayang pada kejadian Axsa yang menyelipkan rambutnya secara tidak sopan. Bagi Eta tindakan semacam itu tidak sopan. Ingatan itu pula yang membuatnya semakin kesal. Entah mengapa Eta merasa tak suka pada Axsa padahal Axsa tak melakukan hal yang salah. Bagaimana mau melakukan kesalahan patal kalau mereka baru bertemu satu hari ini.

'Cowok gak tahu sopan santun. Baru ketemu aja udah maen tangan. Heuh dasar brengsek.'- batin Eta. Eta menghirup napas dan mengeluarkannya dengan kasar.

"Sampai." ucap Nana.

Ela langsung keluar dari mobil disusul Nana. Rumah mereka memang berdekatan. Tepatnya rumah Nana berada di samping rumah Eta dan Ela.

Eta masih berada dalam mobil. Tak ingin rasanya ia keluar dan bertemu dengan mamanya yang tak pernah menganggapnya ada dan selalu menyalahkannya jika ada masalah. Bukan hanya mamanya, papanya juga seperti itu, yang mereka istimewakan, yang mereka anggap anak hanyalah Ela. Ia benar-benar merasa asing. Beruntung ada Ela yang selalu ada dan menganggapnya ada.

"Ta elo mau sampe kapan ngedekem mulu dalam mobil? Sampe pantat lo akaran?"  suara Ela memecahkan lamunanya.

Eta menoleh dan mendapati Ela tengah menatapnya dari kaca mobil. Nana? Dia sudah pergi kerumahnya sejak tadi.

Eta memberi kode pada Ela untuk menyingkir dari depan pintu mobil. Ela melangkah mundur. Eta membuka mobilnya dan keluar. Mereka beriringan masuk ke dalam rumah besar dan megah bercat putih tulang.

Ela membuka pintu rumah, mereka masuk beriringan.

Di ruang keluarga tampak mamanya tengah asik menonton siaran televisi.

"Mama.. Assalamu'alaikum." salam Ela dan meraih tangan mamanya. Mamanya tersenyum hangat sambil membelai rambut Ela.

"Bagaimana sekolah kamu sayang?" tanya mamanya.

"Hari ini cape banget mah. Aku kekamar dulu. Mau mandi." jawab Ela.

"Iya sayang."

Ela pergi ke kamarnya. Sedangkan Eta hanya memerhatikannya di belakang Ela. Mamanya kembali menikmati acara televisi.

Forever Alone (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang