part 4

8.4K 466 2
                                    

Cahaya matahari pagi menerobos lurus ke dalam kamar bernuansa biru muda. Seorang gadis cantik masih bergelut dengan selimut bergambar frozen. Cahaya yang masuk membuat kelopak matanya bergerak. Perlahan kelopak mata itu terbuka menunjukan iris cokelat tua yang elegan.

Gadis itu mengedip-ngedipkan matanya yang masih lengket. Sejenak ia melirik jam yang ada diatas nakas.

"Masih jam enam." gumamnya dan kembali menutup tubuhnya dengan selimut.

"What?! Jam enam?!" pekiknya keras lalu langsung menyibakan selimutnya dan berlari ke arah kamar mandi.

***

"APA?!" tanya seorang wanita dengan keras. Membuat ruangan yang mereka pijak bergema.

"KAU TAK PEDULI DENGAN ANAK DAN KELUARGAMU. KAU HANYA PEDULI DENGAN UANG DAN CARA MENGHAMBURKANNYA." teriak seorang laki-laki dewasa.

"LALU KAU SENDIRI BAGAIMANA? KAU JUGA SAMA. YANG KAU BISA HANYA BERCINTA DAN SELINGKUH DENGAN WANITA LAIN. DAN KAU MASIH MENYALAHKANKU. HUH?" balas wanita itu tak kalah sengit.

Axsa hanya memerhatikan kedua orang tuanya. Pertikaian mereka selalu menjadi sarapannya setiap hari. Orang tuanya tak pernah akur sejak satu tahun yang lalu. Sejak kejadian kembaran Axsa terjatuh dari ranjang tidur rumah sakit dan menyebabkannya meninggal dunia. Hal itu juga yang membuat ayahnya jarang pulang ke rumah.

Pertengkaran demi pertengkaran itu yang selalu membuat Axsa tak betah tinggal di rumah.

Axsa berjalan melewati kedua orang tuanya yang tengah bertengkar hebat. Tak ada yang memperdulikannya, mereka sibuk dengan setiap ocehan dan balasan sengit yang sesekali diselipi kata-kata kasar.

Sewaktu di Bandung, tepatnya sebelum kembaranya meninggal, keluarganya sangatlah harmonis. Setiap pagi Axsa selalu disuguhkan dengan senyuman hangat sang mama. Dan sebelum berangkat beraktivitas mereka selalu menyempatkan sarapan pagi bersama. Begitupun malamnya mereka akan makan malam bersama. Tapi sekarang amat sangat berbeda, dan Axsa merindukan keluarganya yang dulu.

Axsa berjalan menuju motornya. Lalu melaju cepat meninggalkan pekarangan rumahnya. Ia secepatnya untuk pergi ke sekolah barunya.

****

"Pagi ma! Pagi pa!" sapa Ela ketika menghampiri kedua orang tuanya yang tengah duduk sarapan di ruang makan.

"Pagi sayang." mamanya menyapa balik.

"Oh. Pagi juga honey." ayahnya membalas.

Ela segera duduk dan mengambil roti sebagai sarapannya.

Eta melangkah menuruni tangga bersiap menuju ruangan dimana seharusnya menjadi ruangan yang sangat ia suka, tapi justur kebalikannya. Ruangan itu tak sama dengan ruangan yang ia impikan, bak berduri, selalu saja mengundang sakit.

"Pagi!" sapanya ketika sampai di ruang makan.

"Pagi ta." sapa Ela balik.

Kedua orang tuanya tak menyahutnya. Boro-boro menyahut, melirik saja enggan.

Eta lantas duduk lalu mengambil roti dan selai yang harus ia siapkan sendiri.

"Sayang. Gitu dong. Bangun pagi, biar jadi istri yang baik. Jangan kayak dia bangun kok siang padahal sekolah. Mau jadi apa dia kedepannya?" ucap mamanya pada Ela. Sebenarnya itu adalah sindiran bagi Eta.

Ela tak menjawab, ia hanya tersenyum menanggapi mamanya. Karena ia tahu jika ia menjawab mamanya, hati kembarannya akan semakin terluka.

'Siang apanya? Jam enam cuma lebih dikit kok' gerutu Eta dalam hati.

Forever Alone (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang