05. Dia datang?

450 37 4
                                    

Lama pesannya itu tak dibalas, hingga akhirnya handphone-nya bergetar. Ia segera mengambil handphone-nya itu. Namun, bukan pesan dari Jong Kook yang di dapatinya.

"Ji Hyo-yaa. Ini Gary Oppa. Jangan tanya darimana aku dapat nomormu. Aku hanya ingin mengucapkan selamat malam!"

Ji Hyo melonjak kegirangan melihat pesan masuk di handphone-nya. Ia berteriak senang sambil memeluk handphone-nya.

"Noonaaa! Kau berisik sekali!" jerit Joong Ki tak tahan.

"Joong Ki-yaa! Noona-mu ini sedang bahagiaa! Kau ini mengganggu saja!"

---

Jong Kook mulai memainkan beberapa lagu sambil memainkan gitar. Suaranya semakin hari semakin bagus. Suara lembut nan indah itu, pasti mampu membuat perempuan manapun luluh. Namun, di sela - sela permainan gitarnya, handphone-nya bergetar. Pesan masuk dari Ji Hyo. Jong Kook tak tahu harus menjawabnya atau tidak. "Lebih baik, aku diamkan saja dulu." pikirnya sambil melanjutkan kembali nyanyiannya.

Namun, karena tak tega, Jong Kook akhirnya membaca pesan itu dan membalasnya.

"Kau, kan, sudah ada yang menemani tadi. Buat apa aku mengganggu kalian untuk kedua kalinya."
balasnya. Setelah membalas pesan itu, ia kembali fokus pada nyanyiannya.

Sepuluh menit berlalu, tapi tak ada satupun balasan dari Ji Hyo. "Mungkin, dia sudah tidur."

---

Ini sudah hampir pukul sembilan malam, tapi rasa kantuk belum datang menghampirinya. Ji Hyo masih senantiasa menunggu balasan dari Kang Gary. Pria idamannya.

"Sudah malam, sebaiknya kau istirahat." balas Kang Gary.

"Baiklah. Selamat malam, oppa."

Setelah mengirimkan pesan itu, Ji Hyo meregangkan tubuhnya, kemudian melirik sekali lagi ke handphone-nya. Tak ada balasan dari Kang Gary. Ia jadi menyesal mengucapkan selamat malam padanya. Apalagi dengan sebutan oppa. Mereka hanya berbeda lima bulan, tapi Ji Hyo senang memanggilnya oppa. Untuknya, panggilan itu membuatnya lebih akrab. Sekali lagi, diliriknya handphone itu. Ia akhirnya membuka pesan masuk dan melihat satu pesan yang belum terbaca. Baru saja ingin bersorak bahagia, ia terdiam. Itu hanya pesan dari Jong Kook.

"Kau, kan, sudah ada yang menemani tadi. Buat apa aku mengganggu kalian untuk kedua kalinya."

Pesan itu membuat Ji Hyo terdiam. "Jadi, sebenarnya dia datang?"

---

Jong Kook memasuki kelas dengan langkah gontai. Entah sudah berapa kali ban belakang sepeda-nya kempes. Jong Kook sangat memperhatikan kesehatannya, hingga pergi ke sekolah, pun, ia selalu menggunakan sepeda tua peninggalan ayahnya itu.

"Oppa! Kau terlihat lemas. Ada apa?" suara yang dikenalnya itu menghampirinya. Saat ini, ia sedang tidak ingin diganggu. Ini awal yang tidak baik untuk hari ini.

"Mmm Eun Hye-yaa. Bisa kau panggil aku Jong Kook saja?" kata Jong Kook tiba - tiba sambil terduduk di bangkunya. Ia melirik Eun Hye yang tengah terdiam. "Jangan salah paham. Bukan apa - apa, tapi... ah, sudahlah. Kau boleh memanggilku dengan panggilan apapun." Eun Hye tersenyum lalu mulai berceloteh lagi.

Tak lama, Ji Hyo datang dengan tergesa - gesa.

"Aku belum terlambat, kan?!" Jong Kook tersenyum melihat tingkah laku sahabatnya itu.

"Tidak, tapi hampir." jawab Jong Kook sambil menunjuk jam dinding di depan kelas. Yap, dua menit lagi, bel akan segera berbunyi.

"Syukurlah." ucap Ji Hyo sambil menghela nafas. Ia teringat sesuatu, lalu membalikkan tubuhnya ke arah Jong Kook.

"Jong Kook! Kau kemana kemarin? Aku menyesal mengajakmu bertemu." keluh Ji Hyo sambil memukul lengan besar Jong Kook. Jong Kook terkekeh.

"Kelihatannya, malah aku yang menyesal menyetujuimu untuk bertemu. Kau kemarin bertemu siapa? Lelaki itu lagi?" selidik Jong Kook. Pipi Ji Hyo memerah.

"Kenapa kau tidak menghampiriku? Dia hanya lewat dan berbincang denganku sebentar." ucap Ji Hyo.

"Kalian.. bertemu kemarin sore?" tanya Eun Hye hati - hati.

"Rencananya, tapi dia tak datang." jawab Ji Hyo sambil menunjuk Jong Kook.

"Atau lebih tepatnya, dia yang tak menyadari aku datang." balas Jong Kook. Ji Hyo mencibir lalu melipat tangannya.

"Terserah kau saja! Kau ini memang keras kepala!"

---

Jong Kook pergi diam - diam ke taman belakang sekolah. Suasana disana sangat sepi. Jarang ada siswa yang datang kesini, karena lapangan depan sekolah lebih menarik. Taman ini semakin usang karena tidak ada yang merawatnya. Jong Kook menghela nafas panjang. Ia tak tahu harus apa. Apakah dia harus mengakuinya, atau tidak. Beribu - ribu pertimbangan, ada di dalam kepalanya. "Sepertinya, dia sedang tertarik pada seseorang." gumamnya sambil menyandarkan punggungnya ke pohon.

"Oppa!" teriak Eun Hye. Jong Kook sekali lagi menghela nafas panjang. Di saat - saat seperti ini, akan lebih bagus jika dia sendirian.

"Aku mencarimu kemana - mana. Rupanya, kau disini." ucapnya sambil tersenyum. Jong Kook tak menjawab dan hanya memejamkan matanya.

"Oppa, kau sakit?" Jong Kook tak menjawab, dan hanya menggeleng.

"Mmm.. aku mengerti, oppa. Kau... sedang butuh waktu sendiri." ucap Eun Hye pelan. Perlahan, Jong Kook membuka matanya.

"Maaf, Eun Hye-yaa.." kata Jong Kook lembut. "Aku memang sangat membutuhkan waktu sendiri. Aku akan menghampirimu nanti."

---

Ji Hyo menyeruput minuman di hadapannya. Kini, ia sedang bersama Kwang Soo, adik kelasnya yang sudah dia anggap sebagai adik sendiri.

"Kwang Soo-yaa. Aku harus bagaimana!" kata Ji Hyo sambil memukul meja. Beberapa pasang mata langsung memperhatikannya.

"Noona! Pelankan suaramu! Aku tidak pandai dalam urusan ini, tapi kalau aku boleh bilang.. sebenarnya, kau tak cocok dengannya, noona!" ucap Kwang Soo jujur. Kejujurannya itu membuat Ji Hyo melayangkan pukulannya pada lengan Kwang Soo.

"Tidak mungkin. Berdasarkan zodiak, kami cocok. Berdasarkan warna kesukaan, kami juga cocok. Bahkan, minuman dan makanan favorit, pun, kami cocok. Apalagi yang perlu diragukan, Kwang Soo-yaa?" gerutu Ji Hyo.

"Noona, kau sepertinya sudah banyak berbincang dengannya." goda Kwang Soo. Ji Hyo terkekeh lalu mengisyaratkan Kwang Soo untuk diam.

"Jangan bilang siapa - siapa!"

- To be continued...
@spartace76

Sshh... It's Me! ( @spartace76 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang