One

608 82 4
                                    

🐾

Awan-awan yang menghiasi langit biru membuatku terdiam menatapnya. Sekolah Taehyung sangat berbeda dengan sekolahku, bisa dibilang sekolah Taehyung adalah sekolah khusus anak-anak cerdas melainkan sekolahku adalah anak-anak yang hanya mempunyai uang sehingga dapat bersekolah.

Aku menghela napas membayangkan kedua orang tuaku yang akan memarahiku jika mengetahui aku dan Taehyung bertukar sekolah. Mungkin kedepannya aku akan berusaha untuk belajar, mungkin saja. Tiba-tiba saja, seseorang menepuk bahuku dari belakang, segera mungkin aku menoleh. Kedua manikku mendapatkan sebuah sosok yang tidak terlalu asing.

"Taeyong?"

"Sudah ku tebak, V!" Taeyong dengan sifat blak-blakkannya segera memelukku dengan erat. Aku hanya bisa tertawa pelan, akhir-akhir ini aku tidak bisa bertemu dengannya.

"Mengapa kau disini?" Dia bertanya dengan setengah berbisik.

"Aku meminta Taehyung untuk bertukar," Jawabku enteng. Taeyong sempat membuka mulutnya karena terkejut, aku segera menutup mulutnya itu.

"Serius? Dia mau?"

Aku hanya mengangguk. Taeyong melepaskan pelukannya, kemudian dia duduk di kursi sebelahku, tidak lupa dia menggantungkan tasnya di sebuah pengait di meja.

"Aku tahu itu kau dari rambutmu," Taeyong mengeluarkan beberapa bukunya dari tas. "Apakah kau tidak merasa teman-temanmu akan curiga?" Taeyong bertanya kepadaku, kepalanya sedikit ia miringkan.

Aku tidak kepikiran hal itu. . .

"Teman-temanku gampang ditipu," Jawabku masih meremehkan.

"Gurumu?"

"Mereka hanya digaji untuk jam pelajaran kosong," Aku mengangkat bahuku.

"V. . . Kau tahu, sekarang kau harus bertingkah seperti Taehyung, kan? Jangan bawa sifat keras kepalamu dan nakalmu kepada perempuan saat kau jadi dia!" Taeyong menatapku dengan penuh ancaman, walaupun sebenarnya aku tidak takut, aku hanya menganggukkan kepala. Bagaimana pun, aku tidak ingin reputasi Taehyung jatuh karenaku.

"Kau tahu, Taehyung itu lebih keras kepala dariku," Aku berusaha membenarkan fakta yang sebenarnya.

"Kau berdua itu sama aja," Taeyong mendengus.

"Karena kami kembar," Aku menaruh daguku di atas meja, sungguh, kelas yang membosankan.

"Aku menyesal menjadi temanmu, V."

"Aku pun juga seperti itu."

Aku memejamkan mataku, siap untuk tidur di kelas, meskipun pelajaran belum dimulai, rasa kantukku sudah menyerang lebih kuat. Tiba-tiba saja, aku kepikiran taruhanku dengan salah satu pemuda populer di sekolahku, Jeon Jeongguk untuk memperebutkan Jung Eunbi. Aku membuka kedua mataku lebar-lebar, aku lupa jika hari ini adalah penentuannya. Aku segera duduk tegak, sialnya, bertepatan dengan seorang guru yang memasuki kelas.

Sial. Bagaimana dengan Tae di sana?

━━━━━━━━━

🐯

Jam pelajaran pertama adalah ulangan harian matematika seperti kata V kemarin, aku melewatinya dengan mudah, untungnya. Sekarang, aku sedang berjalan dengan Jimin menuju kantin sekolah, teman dekat V di sekolah. V sering bercerita tentangnya, sehingga aku tidak terlalu kaku di hadapannya, terlebih kembali, dia adalah orang yang mudah tertawa dan tersenyum. Terkadang kami tertawa bersama-sama, sebelum aku berhenti berjalan lebih jauh.

TigersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang