Eight

415 57 2
                                    

🐯

Sudah jelas terlihat, jika aku akan membenci pemuda bernama Jeon Jeongguk yang sudah merusak hidupku ini. Aku segera menghubungi Bogum hyung setelah aku keluar dari atap sekolah. Keringatku bercucuran sangat banyak kali ini, aku tidak ingin Bogum hyung salah paham dengan apa yang sudah terjadi.

"Tae?"

Mendengar Bogum hyung memanggil namaku sudah membuatku menghela napas dengan lega, aku sempat berhenti saat menuruni anak tangga.

"Hyung, percayalah kepadaku jika tadi hanyalah bohongan," nada bicaraku sudah benar-benar menandakan jikalau aku sangatlah panik. Karena aku tidak ingin bertemu dengan anak tidak tahu diri itu, aku melanjutkan berjalan menuju kelasku.

"Aku percaya kepadamu, Tae," suara Bogum hyung entah mengapa membuatku sedikit lebih baik. Jika dia berada di sini, mungkin saja dia sudah melihatku tersenyum.

"Tetapi, kalau ada apa-apa, sebaiknya kau menghubungiku," tambah Bogum hyung, senyumanku sedikit melebar mendengarnya.

"Tentu,"

"Ah, aku harus pergi. Aku akan menghubungimu lagi nanti, oke?"

"Aku juga harus masuk ke kelas. Baiklah, akan aku tunggu!"

Setelah berkata demikian, aku menutup panggilan dan memasukkan telepon genggamku ke dalam saku celanaku sementara aku memasuki kelasku. Jimin sedari tadi hanya bermain telepon genggamnya, tetapi saat aku menghampirinya, dia segera menginterogasiku dengan beberapa pertanyaan yang aku tidak bisa jawab. Aku melingkarkan tanganku di sekitar lehernya, kemudian mengapit hidungnya dengan kedua jariku.

"Hei!" Dia berusaha menyingkirkan kedua jariku dari hidungnya. "Aku khawatir, kau tahu!"

Aku tertawa pelan melihat reaksinya. "Aku baik-baik saja! Lihatlah, tidak terjadi sesuatu kepadaku," aku merentangkan kedua tanganku supaya Jimin dapat mempercayaiku. Dia memperhatikanku dari ujung kakiku sampai ujung kepala.

"Baiklah, kau tampaknya baik-baik saja," Jimin mengangguk.

Tidak lama kemudian, bel pertanda masuk pun berbunyi dan seorang guru pun memasuki kelas kami, melihat hal itu kami segera duduk di kursi kami masing-masing. Aku menaruh tanganku yang memukul pipi Jeongguk dengan keras di bawah meja. Sebenarnya, dari tadi aku menahan rasa sakit di tanganku karena aku ingin terlihat keren. Namun, rasa sakitnya kini bertambah setelah aku memikirkannya.

Aku harus melatih tubuhku.

━━━━━━━━━

Selama sekolah berlangsung, aku terus-terusan menghindar dari Jeongguk yang tampaknya berusaha untuk meminta maaf. Tentu saja, aku tidak akan memaafkannya semudah itu. Jikalau hyung tidak mempercayaiku, mungkin aku akan benar-benar muak melihat wajah Jeongguk.

Bel pertanda pulang pun terdengar mengisi seluruh ruangan sekolah. Setelah guru telah pergi dari kelasku, aku segera merapikan buku-bukuku dan membuka telepon genggamku. Ada sebuah panggilan yang tidak terjawab muncul di notifikasi telepon genggamku. Aku segera melihat nama yang tertera di sana.

V. . .?

Aku mengerutkan dahiku, V meneleponku berarti ada sesuatu yang penting. Seketika aku teringat dengan kejadian yang melibatkan Bogum hyung. Aku menelan salivaku, aku berharap jika V bukan membicarakan hal tersebut. Namun, baru saja aku ingin menelepon balik V, tiba-tiba Jimin memanggilku dari luar.

TigersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang