My Lover-5

1.6K 166 6
                                    

Tubuhku terasa lebih segar setelah mandi. Walau sebenarnya mataku terasa masih sedikit berat karena kurang tidur. Sejujurnya aku ingin langsung pergi dari sini. Selagi ayah tak ada dan pintu dibukakan. Namun sayang, tak ada ayah, ganti Ben yang berkuasa. Aku bersedia mandipun ini karena suruhan Ben.

Aku mengenakan kaus longgar lengan pendek dan celana jeans selutut. Ayah melarang keras bagiku untuk mengenakan tank top ataupun hot pants jika ada tamu laki-laki. Kemudian aku menghampiri Ben yang ternyata sudah duduk manis di atas sofa bed ruang tengah sambil sibuk memindah-mindah saluran tv.

Kuhempaskan tubuhku ke samping Ben. Duduk bersila lantas menyandarkan punggung dan kepalaku ke sandaran sofa. Kepalaku menoleh ke arah Ben. Ben sendiri masih sibuk memindah saluran hingga ia berhenti pada saluran yang sedang menyiarkan berita kuliner.

"Kenapa kamu kemari?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Ayahmu memintaku untuk menemanimu," katanya tanpa memandangku. "Kamu sudah makan?" tanya Ben sambil menolehkan wajahnya menghadapku.

Aku menggeleng.

"Ternyata ayahmu benar. Dia bilang dia sudah menyediakan sarapan untukmu. Kenapa tidak dimakan?"

"Tidak mau!" seruku. "Apa kamu mau menraktirku makan?"

Ben tersenyum. "Sure. Kamu mau apa?" tanyanya. Sebelah tangannya terangkat, bersandar pada sandaran sofa, tepat di atas kepalaku. Jemarinya memainkan rambutku yang setengah basah.

"Aku ingin ke restauran cina yang beberapa minggu lalu dibuka. Tak terlalu ja-"

"No!" sahutnya. Aku mengernyit. "Ayahmu dengan tegas memperingatkanku untuk menemanimu, menjagamu, memastikan kamu tak keluar dari apartemen ini. Kurasa dia takut kamu kabur." Kemudian Ben terkekeh.

Aku mendengkus. Sial! Memang itu rencanaku. Mengajak Ben keluar dan saat ia lengah aku bisa pergi. Entah pergi kemana.

Sangat. Penuh. Drama. Ya aku tahu. Kebanyakan menonton drama picisan dengan Sandra membuatku seperti ini.

"Ayolah, Ben, aku ingin ke sana. Ya ya ya?" Kutarik tangan Ben yang ada di atas kepalaku, kugenggam dengan kedua tanganku. Kuberikan tatapan memohon sekaligus menggoda padanya. Biasanya cara ini berhasil untuk membujuk Ben.

Namun Ben menggeleng. "No! Kita bisa menelepon layanan pesan antar. Apapun yang kamu mau akan kubelikan. Bahkan makanan sampah yang sangat kamu sukai sekalipun."

Aku mencibir. "Kamu pasti disuruh ayah ya?"

Ben kembali terkekeh. "Semacam itu. Ayahmu memintaku untuk menuruti semua kemauanmu kecuali keluar dari sini. Jadi cepat katakan, kamu mau makan apa?"

"Aku ini kekasihmu. Turuti permintaanku. Ayolah, kita pergi makan di luar saja. Ya ya ya?" Kali ini kuayun-ayun sedikit tangan Ben.

"Kubilang tidak, Lana. Ayahmu melarangmu untuk keluar dari sini. Setidaknya sampai kalian bicara."

Aku mendengkus. "Lalu kamu bersedia menurutinya begitu saja?"

"Tentu saja iya! Aku tidak mau dicoret dari daftar penerima warisan. Enak saja!"

Aku kembali mendengkus. Ben justru terbahak.

"Kamu menyebalkan!" Kulempar dengan kasar tangannya yang tadi kugenggam.

Ben masih tertawa saat aku duduk memunggunginya. Kepalaku masih bersandar di sofa.

Perlahan tawa Ben mereda. "Jadi kamu mau makan apa?" Aku diam tak menjawab. "Ayolah, Lana. Kamu tidak mau makan sesuatu? Pizza? Burger? Ayam? Pasta? Pilih saja makanan sampah mana yang kamu mau."

Iliana's Lover [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang