My Lover-16

2K 175 16
                                    

"Have you lost your mind?!"

Aku berjenggit ketika mendengar bentakan ayah...dan itu ditujukan untukku. Oh God, aku bahkan masih gemetaran seperti ini.

"Apa kamu berniat membakar rumah kita?!" bentak ayah lagi.

"Bukan aku yang melakukannya." Aku melirik ke arah Denis. Namun ia justru semakin erat mendekap ibunya.

"Kamu membiarkan Denis memasak sendiri?!"

Gemetar di tubuhku yang disebabkan panik dan ketakutan perlahan berubah karena kemarahan. "Aku sudah memintanya untuk menelepon layanan pesan antar!"

"Apa jadinya jika ayah tak pulang tadi?!" kata ayah mengabaikan ucapanku.

Dadaku naik-turun karena marah. "Apa karena Denis anak kecil ayah jadi memarahi aku saja?!"

"Ele!"

"Ayah tak tahu apa yang dilakukan bocah ingusan itu padaku seharian ini!"

"Ele, CUKUP!"

"You promised me nothing changed!" desisku. "Sekarang bahkan ayah sudah menunjukkan di mana posisiku dalam keluarga ini!"

"CUKUP! MASUK KAMARMU!"

"ARRGGGHHHH!!!"

Kulempar gelas yang sedari tadi masih kubawa. Gelas itu pecah di lantai. Beserakan kemana-mana. Dari sudut mataku aku bisa melihat Diana dan anaknya semakin mempererat pelukan mereka.

Aku tak peduli lagi. Kakiku berderap melangkah menuju pintu keluar. Kubanting pintunya ketika aku sudah di luar. Aku beruntung mendapati lift dalam keadaan kosong. Saat pintunya tertutup tangisku langsung pecah. Lagi.

Aku setengah berlari keluar dari gedung apartemen. Kakiku melangkah semaunya. Entah akan sampai di mana nanti. Saat ini aku butuh menjauh...sejauh-jauhnya dari sini.

Aku terkesiap ketika seseorang menarik sikuku ke belakang. "Ben?!" Aku mengusap pipiku yang basah. "Bagaimana kamu bisa di sini? Oh lupakan! Pasti ayah yang menghubungimu kan?"

Ben tak langsung menjawabku. Ia mengamati dari puncak kepala hingga ujung kakiku. Kedua tangannya terangkat, menyibak rambut yang menutupi wajahku. Ibu jarinya mengusap area bawah mataku. Lalu ia mendesah.

"Iya. Ayahmu meneleponku tadi sore. Ia memintaku untuk datang dan melihat keadaanmu dan Denis. Mengapa kamu menangis?"

Aku hanya menggeleng. Ben kembali mendesah pelan.

"Kamu mau kemana? Mau kuantar ke suatu tempat?"

Aku menggeleng. "Tak usah. Aku bisa sendiri."

"Yakin? Kamu membawa uang?"

Aku menggeleng pelan.

"Ponsel?"

Aku kembali menggeleng.

"Ayo ikut aku." Aku hendak menolak tapi Ben tetap menyeretku. Kami memasuki mobilnya yang terparkir di parkiran depan apartemen. "Kamu mau pergi kemana malam-malam begini?"

Aku menggeleng tidak tahu. "Kemanapun."

"Dengan berjalan kaki?"

"Aku bisa pulang dengan taksi dan meminta Anita untuk membayarnya."

"Kamu mau pulang ke sana?"

Tentu aku akan pulang ke sana. Selain karena aku tak punya tempat tinggal alternatif, ruko itu adalah salah satu warisan yang ditinggalkan ibu. Sudah pasti aku pulang ke sana...tapi tidak sekarang.

"Mau kuantar ke suatu tempat?"

Aku menggeleng tidak mau.

Ben mendesah lelah. Tanpa kata apapun ia menghadap ke depan dan menyalakan mesin mobilnya lalu melaju keluar dari pelataran apartemen.

Iliana's Lover [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang